Awal Pertempuran Perang Uhud

 Awal Pertempuran Perang Uhud


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib)

Para shahabat adalah orang-orang yang memiliki keimanan paling tinggi dibanding manusia lainnya. Ini terbukti ketika Perang Uhud hendak berkecamuk, mereka serta-merta menyatakan diri ingin ikut dalam perang tersebut. Tak terkecuali anak-anak yang masih di bawah umur. Namun oleh Rasulullah mereka belum dibolehkan ikut berperang.

Setelah tidak memperoleh hasil yang berarti dengan aksinya di sekitar Madinah, akhirnya Abu Sufyan kembali ke Makkah dan berhasil mengumpulkan sekitar 3.000 pasukan, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutunya. Bahkan mereka membawa serta para wanita agar mereka terpancing untuk membela isteri-isteri mereka dan tidak melarikan diri meninggalkan para wanita tersebut.

Pasukan Quraisy mulai bergerak ke Madinah dengan sayap kanan dipimpin Khalid bin Al-Walid dan sayap kiri oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl.

Perang Uhud dan Mimpi Rasulullah

Uhud adalah nama sebuah gunung di dekat kota Madinah. Sebuah gunung yang dikatakan oleh Rasulullah :
“Ini gunung yang mencintai kami dan kamipun mencintainya.” (Shahih, HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik dan Sahl bin Sa’d As-Sa’idi)

Ibnu Hajar dalam Al-Fath (7/432) menerangkan: “Di antara sebab lain terjadinya perang Uhud adalah apa yang diceritakan oleh Ibnu Ishaq dan Musa bin ‘Uqbah serta yang lainnya, yaitu setelah orang-orang Quraisy kembali, mereka mengajak semua bangsa Arab yang dapat diajak untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Juga adanya sebagian kaum muslimin yang merasa menyesal tertinggal (tidak ikut) dalam peristiwa Badr lalu berharap bertemu musuh.

Rasulullah pada malam Jum’at ketika itu bermimpi. Keesokan harinya beliau menceritakannya kepada para shahabat.

Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan tentang mimpi itu mengatakan:

Dari Abu Musa, saya duga dari Nabi, beliau bersabda: “Saya lihat dalam mimpi, seperti mengayunkan pedang lalu patah di tengahnya. Ternyata itu adalah musibah yang dialami kaum mukminin pada waktu perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi, lalu kembali menjadi lebih baik. Ternyata adalah kemenangan dan persatuan kaum mukminin. Dan saya lihat beberapa ekor sapi. Demi Allah, ini adalah kebaikan. Dan ternyata mereka adalah kaum mukminin (yang gugur sebagai syuhada`).”

Al-Imam Ahmad juga menceritakan pula dalam Musnad-nya:
Dari Ibnu ‘Abbas dia berkata: “Rasulullah mengambil bagian rampasan pedang Dzul Fiqar pada waktu perang Badr. Dan pedang itu pula yang dilihat beliau dalam mimpi dalam peristiwa Uhud. Kata beliau: ‘Saya lihat pada pedangku Dzul Fiqar sumbing, saya takwilkan kamu kocar kacir. Saya lihat mengikuti seekor kibasy (domba jantan), saya takwilkan sebagai pasukan batalyon. Saya lihat saya di dalam baju besi yang kokoh, lalu saya takwilkan kota Madinah, dan saya lihat sapi-sapi disembelih, maka sapi-sapi itu, demi Allah adalah kebaikan, sapi itu demi Allah adalah kebaikan.’ Dan terjadilah apa yang dikatakan oleh Rasulullah.”

Dalam riwayat lain, dari jalan Abu Zubair Al-Makki (seorang yang mudallis dan dia meriwayatkan dengan ‘an’anah), seperti ini juga, dalam riwayat itu dikatakan, bahwa Rasulullah berkata kepada para shahabatnya:1
“Kalau kita tetap di Madinah, bila mereka masuk, kita perangi mereka.” Para shahabat berkata: “Ya Rasulullah, demi Allah. Mereka tidak pernah masuk ke kota ini di masa jahiliyah, bagaimana bisa mereka masuk di masa Islam?”

Kata ‘Affan (rawi) dalam haditsnya, Rasulullah berkata: “Terserah kamu kalau begitu.” Dan beliau segera mengenakan perlengkapan perangnya. Orang-orang Anshar berkata: “Duhai, kami sudah berani membantah pendapat Rasulullah!”

Lalu mereka datang menemui beliau dan berkata: “Ya Nabi Allah. Terserah anda kalau begitu.”

Beliau berkata: “Tidak pantas bagi seorang nabi jika sudah mengenakan pakaian perangnya, lalu melepasnya kembali sampai dia berperang.”

Akhirnya merekapun berangkat, mula-mula dengan 1.000 pasukan, sedangkan kaum musyrikin berjumlah 3.000 orang. Lima puluh orang di antaranya adalah pasukan panah. Namun di tengah perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul berbalik pulang membawa 300 orang.

Ibnu Ishaq menceritakan bahwa di antara alasan Abdullah membelot adalah karena Rasulullah n dan para shahabatnya tidak menyetujui usulnya untuk bertahan saja di dalam kota Madinah.

Abdulla,h ayah Jabir bin Abdillah berusaha mengingatkan mereka: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah dirimu!” Mereka berkata: “Seandainya kami tahu kamu akan berperang, tentulah kami tidak akan kembali.” Abdullah kembali ke pasukan sambil mencerca mereka.

Mempersiapkan Pasukan

Beliau menyerahkan bendera kepada Mush’ab bin ‘Umair dan mengangkat ‘Abdullah bin Ummi Maktum menggantikan beliau sebagai imam shalat di Madinah. Beliaupun memilih beberapa pemuda. Siapa yang masih dianggap terlalu muda, tidak beliau bawa. Termasuk di antara mereka adalah Ibnu ‘Umar, Usamah bin Zaid, Al-Bara` bin ‘Azib, Usaid bin Zhahir, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit, ‘Arabah bin Aus dan ‘Amr bin Hazm. Adapun yang mampu, beliau gabungkan dalam pasukan, dan mereka adalah yang sudah berusia 15 tahun; di antaranya adalah Rafi’ bin Khadij dan Samurah bin Jundab. (Az-Zaad, 3/195)

Akhirnya Rasulullah dan para shahabat meneruskan perjalanan hingga sampai di salah satu lembah di kaki gunung Uhud. Beliau jadikan Uhud berada di belakang pasukan muslimin. Dan beliau melarang mereka menyerang sampai beliau sendiri yang memerintahkannya.

Al-Imam Al-Bukhari mengisahkan hal ini dalam Shahih-nya dari Abu Ishaq As-Sabi’i bahwa dia mendengar Al-Bara` bin ‘Azib mengatakan:
Nabi tentukan seorang komandan bagi pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang yang memimpin mereka yaitu Abdullah bin Jubair. Kata beliau: “Meskipun kamu lihat kami disambar burung, tetaplah kamu di markas kamu ini, sampai kamu dipanggil. Dan kalau kamu lihat kami mengalahkan dan menundukkan mereka, tetaplah kamu di sini sampai kamu dipanggil.”

Rasulullah memerintahkan pula mereka agar menyerang kaum musyrikin dengan panah agar mereka tidak menyerbu kaum muslimin dari arah belakang. (Az-Zaad, 3/194)

Setelah pasukan berhadapan, Rasulullah menawarkan pedangnya kepada shahabat:

Beliau berkata: “Siapa yang menerima pedang ini dariku?” Para shahabat menjulurkan tangan mereka dan berkata: “Saya, saya.” Beliau berkata pula: “Siapa yang menerimanya dengan (menunaikan) haknya?” Kata Anas (rawi): “Merekapun menarik tangan mereka.” Lalu berkatalah Simak bin Kharasyah Abu Dujanah sambil berkata: “Saya yang menerimanya dengan haknya.” Maka diapun bertempur dengan pedang itu membelah kepala-kepala kaum musyrikin. (HR. Muslim dari shahabat Anas bin Malik)

Dalam riwayat lain, Abu Dujanah setelah menyambut pedang Rasulullah itu, mengikat kepalanya dengan sehelai kain merah yang sudah diketahui semua orang bahwa itu berarti dia siap bertarung sampai mati. Diapun memanggul pedang beliau dan berjalan di hadapan Rasulullah sambil berlagak. Rasulullah melihatnya dan berkata:
“Sungguh ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah, kecuali di tempat yang seperti ini.”2

Genderang perang berbunyi. Yang pertama kali memulai dari kalangan musyrikin adalah Abu ‘Amir, namanya Abdu ‘Amr bin Shaifi, dan dijuluki rahib, tetapi oleh Rasulullah dia dipanggil Fasiq. Pada masa jahiliyah dia termasuk tokoh Aus, setelah Islam menyebar di Madinah dia merasa sesak dan menampakkan permusuhannya terhadap Rasulullah. Kemudian dia keluar dari Madinah dan bergabung dengan musyrikin Quraisy.

Di sana dia membangkitkan keberanian Quraisy untuk menyerang Rasulullah. Bahkan menjanjikan bahwa apabila kaumnya melihat dia tentu mereka akan mengikuti dan taat kepadanya. Ketika mereka sudah berhadapan dengan pasukan muslimin, Abu ‘Amir memanggil kaumnya agar mengikutinya. Tapi mereka justru berkata kepadanya: “Allah tidak menyenangkan penglihatan dengan kamu, wahai orang fasiq.”


1 Pentahqiq Zadul Ma’ad mengatakan hadits ini dikuatkan dengan riwayat dari Ibnu ‘Abbas c yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Imam Adz-Dzahabi.

2 Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirah-nya


Sumber : Asy Syariah Edisi 017
15 November 2011
http://asysyariah.com/awal-pertempuran-perang-uhud/

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi