Demonstrasi, unjuk rasa, dan
semacamnya seolah telah menjadi elemen penting dalam denyut nadi
demokrasi. Ia diagungkan sebagai gerakan moral untuk mengontrol
kekuasaan yang dianggap melenceng dari “konstitusi”. Ketika aksi “turun
ke jalan” mereka diberangus, maka istilah yang mengemuka adalah
demokrasi telah dikhianati.
Namun Islam memandang lain terhadap
perilaku ini. Telah ada riwayat dari ulama salaf, yang menggambarkan
penentangan Islam terhadap demonstrasi dengan berbagai dampak buruknya.
Bahkan Islam memandang demonstrasi sebagai bagian dari pemberontakan
lisan. Bahasan berikut memang sangat ringkas karena berupa fatwa, namun
insya Allah memberi manfaat.
Fadhilatusy Syaikh Dr. Shalih as-Sadlan
ditanya, “Wahai syaikh, menurut pemahaman saya, Anda tidak mengkhususkan
pemberontakan itu hanya dengan pedang tetapi juga termasuk
pemberontakan yang dilakukan dengan lisan?”
Beliau menjawab, “Ini pertanyaan penting
karena sebagian dari saudara-saudara kita telah melakukannya dengan
niat baik dalam keadaan meyakini bahwa pemberontakan itu hanya dengan
pedang. Padahal pada hakikatnya, pemberontakan itu tidak hanya dengan
pedang dan kekuatan saja, atau penentangan dengan cara-cara yang sudah
diketahui secara umum. Tetapi pemberontakan yang dilakukan dengan lisan
justru lebih dahsyat dari pemberontakan bersenjata karena pemberontakan
dengan pedang dan kekerasan justru dilahirkan dari pemberontakan dengan
lisan.
Maka kita sampaikan kepada mereka
saudara-saudara kita yang terbawa oleh emosi yang kami berprasangka baik
kepada mereka bahwa mereka berniat baik—insya Allah subhanahu wa ta’la—agar
mereka menenangkan dirinya. Dan kami katakan kepada mereka, tenang dan
sabarlah, karena kekerasan dan kebencian kalian akan membawa dampak yang
jelek pada hati. Kemudian hati tersebut akan melahirkan emosi yang
tidak kenal kecuali kekerasan dan pemberontakan. Di samping itu juga
akan membuka pintu bagi orang-orang yang memiliki kepentingan untuk
mengeluarkan pernyataan yang sesuai dengan hawa nafsunya, haq ataupun
batil.
Tidak diragukan lagi bahwa memberontak
dengan lisan, menggunakan pena dan tulisan, melalui penyebaran
kaset-kaset, tabligh akbar, maupun ceramah-ceramah umum dengan membakar
emosi massa, serta tidak dengan cara yang syar’i, maka saya meyakini
bahwa ini adalah dasar (pemicu) meletusnya pemberontakan bersenjata.
Saya memperingatkan dari perbuatan
seperti ini dengan sekeras-kerasnya peringatan, dan saya katakan kepada
mereka, “Kalian harus melihat dan mempertimbangkan apa hasilnya? Dan
hendaklah melihat kepada pengalaman orang yang telah melakukan
sebelumnya dalam masalah ini!” Hendaklah mereka melihat fitnah-fitnah
yang dialami oleh sebagian masyarakat Islam, apakah sebabnya? Apakah
tindakan awalnya sehingga mereka sampai kepada keadaan seperti ini. Jika
telah mengetahui yang demikian, maka akan kita ketahui bahwa
memberontak dengan ucapan lisan dan menggunakan media massa untuk
membangkitkan kebencian, membakar emosi, dan menyulut kekerasan akan
melahirkan fitnah dalam hati.” (lihat ‘Ulama Su’udiyyah Yu-akkiduna ‘alal Jama’ah wa Wujubus Sam’i wath Tha’ah li Wulatil Amri, hlm. 5—6)
Ditulis oleh al-Ustadz Muhammad Umar as-Sewed
[ 14/11/2011 ]
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi