Hukum Menampakkan Kegembiraan pada Hari ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha serta Malam 27 Rajab, Nisfu Sya’ban, dan Hari ‘Asyura’

Hari Raya ‘Idul Fitri

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan pada hari ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha serta malam 27 Rajab, Nisfu (pertengahan) Sya’ban, dan hari ‘Asyura’.

Beliau rahimahullah menjawab,

Menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan pada hari-hari ‘Ied seperti

‘Iedul Fitri atau ‘Iedul Adha tidak mengapa selama dalam batas-batas syar’i. Di antaranya seseorang makan dan minum atau yang semisalnya. Telah tsabit (tetap) dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda dalam salah satu hadits beliau bersabda,

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum, dan berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala,” yaitu dalam tiga hari setelah ‘Iedul Adlha yang berkah.

Demikian pula pada hari ‘Ied, kaum muslimin menyembelih dan memakan qurban mereka serta menikmati nikmat Allah subhanahu wa ta’ala atas mereka. Dan juga pada hari ‘Iedul Fitri, tidak mengapa menampakkan kegembiraan dan kebahagiaan selama tidak melampaui batasan syar’i.

Adapun menampakkan kegembiraan pada malam 27 Rajab atau Nisfu Sya’ban atau di hari ‘Asyura, maka hal tersebut tidak ada asalnya dan dilarang (merayakannya). Apabila diundang untuk merayakannya, hendaknya tidak menghadirinya berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

“Hati-hatilah kalian terhadap perkara baru (yang diada-adakan), karena sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.”

Adapun malam 27 Rajab, orang-orang menyatakannya sebagai malam Mi’raj, yaitu malam dimi’rajkannya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallamkepada Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal hal ini tidak tsabit (tetap) dari sisi sejarah. Segala sesuatu yang tidak tsabit maka batil, dan setiap yang dibangun di atas kebatilan maka batil (juga).

Seandainya pun benar bahwa malam Mi’raj pada tanggal 27 Rajab, maka kita dilarang untuk mengadakan sesuatu yang baru dari syiar-syiar ‘Ied ataupun sesuatu dari perkara ibadah, karena hal itu tidak tsabit dari Nabishallallahu ‘alahi wa sallam, dari sahabatnya.

Apabila tidak tsabit dari orang yang dimi’rajkan (Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam) dan juga tidak tsabit dari sahabatnya yang mereka lebih utama dalam hal ini, dan mereka orang-orang yang paling bersemangat terhadap sunnah beliau shallallahu ‘alahi wa sallam dan syariatnya, bagaimana mungkin kita boleh mengadaadakan sesuatu yang tidak ada di masa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, dalam memuliakan hari-hari tersebut dan tidak pula dalam menghidupkannya.

Sesungguhnya sebagian tabi’in menghidupkannya dengan shalat dan zikir, tidak dengan makan dan bergembira serta menampakkan syiar-syiar ied.

Adapun hari ‘Asyura, maka Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pernah ditanya tentang puasa beliau (pada hari itu), maka beliau menjawab,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Menghilangkan dosa setahun yang lalu,” yakni setahun sebelum hari itu.

Tidak ada pada hari tersebut sesuatu pun dari syiar-syiar ied. Sebagaimana halnya pada hari tersebut tidak ada syiar-syiar ied, maka tidak ada pula sesuatu pun dari syiar-syiar kesedihan pula. Menampakkan kegembiraan atau kesedihan pada hari tersebut menyelisihi sunnah.

Tidak diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam (mengenai amalan) pada hari ini kecuali puasa, sedangkan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan kepada kita untuk berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya, untuk menyelisihi Yahudi yang berpuasa pada hari itu saja. (Diambil dari Majmu’ Fatawa asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin juz 16 bab “Shalatul ‘Iedain”)

Wallahu a’lam.


Sumber : Asy Syariah Edisi 010, Seputar Hukum Islam
14 November 2011
dari http://asysyariah.com/seputar-zakat-fitrah/

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi