Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar
Dalam hal memandang amalan ibadah yang
paling afdal, paling bermanfaat, dan paling tepat untuk diprioritaskan
oleh seorang hamba, manusia terbagi menjadi beberapa kelompok. Al-Imam
Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan pandangan tersebut dalam kitab Madarij as-Salikin dan menguatkan salah satunya. Pendapat yang dipilih oleh al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah ini juga disebutkan oleh al- Imam al-Miqrizi dalam kitab beliau, Tajrid at-Tauhid al-Mufid. Berikut ringkasan yang mereka berdua sampaikan dengan sedikit perubahan dari kami sebagai penjelasan makna. Wallahu a’lam bish-shawab.
Ibadah yang paling afdal ialah beramal sesuai dengan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala di setiap waktu, dengan amalan yang paling dituntut dan paling sesuai dengan kondisi saat itu.
Ibadah yang paling afdal saat
dikumandangkan seruan jihad ialah memenuhinya dan berjihad di jalan
Allah dengan jiwa dan harta, walaupun membuatnya terhalangi mengerjakan
shalat malam dan puasa yang biasa dia lakukan. Bahkan, walaupun hal ini
membuatnya terhalang dari menyempurnakan rukun-rukun shalat wajib.
Contoh lain, saat seorang tamu datang,
maka ibadah yang paling afdal adalah menyambut dan melayaninya, walaupun
hal ini menyibukkannya dari mengerjakan ibadah-ibadah sunnah yang lain.
Ibadah yang paling afdal di sepertiga
malam terakhir adalah menyibukkan diri dengan shalat, membaca al-Qur’an,
berzikir, beristighfar, dan memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibadah yang paling afdal saat ada orang
yang membutuhkan pengarahan tentang masalah agama dari Anda adalah
memfokuskan diri untuk membimbing dan mengajarkan ilmu kepadanya.
Ibadah yang paling afdal saat datangnya
waktu shalat fardhu lima waktu adalah bersemangat dan bersungguh sungguh
mengerjakannya sesempurna mungkin, bersegera mengerjakannya di awal
waktu, keluar menuju masjid untuk mengerjakannya secara berjamaah.
Semakin jauh masjid yang dituju, maka semakin afdal.
Ibadah yang paling afdal saat ada orang
yang membutuhkan bantuan adalah membantunya semaksimal mungkin dengan
tenaga, harta, atau kedudukan. Anda memfokuskan kegiatan untuk
mencurahkan bantuan dan lebih memprioritaskan hal itu daripada amalan
sunnah yang lain.
Ketika sedang membaca al-Qur’an, yang
paling afdal adalah memusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan
memahami kandungan maknanya hingga seakan-akan Allah subhanahu wa ta’ala
sendiri yang langsung berfirman kepada Anda dengan al-Qur’an tersebut.
Anda pusatkan hati dan pikiran untuk mentadabburi dan memahami maknanya
serta membulatkan tekad untuk melaksanakan perintah yang ada di
dalamnya. Anda lakukan semua itu melebihi seorang yang sedang memusatkan
hati dan pikirannya ketika sedang membaca surat perintah dari seorang
kepala negara.
Saat wukuf di padang Arafah, ibadah yang paling afdal adalah bersungguh-sungguh merendah, berdoa, dan berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini lebih utama daripada berpuasa yang menyebabkan diri lemah untuk berdoa dan berzikir pada hari itu.
Pada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah, yang paling afdal adalah memperbanyak ibadah, terkhusus
bertakbir, bertahlil, dan bertahmid. Ini semua lebih afdal pada hari itu
daripada berjihad yang bukan wajib ‘ain.
Pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan, yang paling afdal adalah menetap di masjid, menyendiri
beribadah, dan beriktikaf. Ini semua lebih baik daripada berbaur dan
bercengkerama bersama manusia pada saat itu. Bahkan, hal ini lebih afdal
daripada menyampaikan ilmu agama dan mengajarkan al-Qur’an pada sepuluh
hari tersebut, menurut pendapat jumhur ulama.
Ibadah yang paling afdal saat ada
saudara muslim tertimpa sakit atau meninggal adalah menjenguk atau
melayat dan mengantarkan jenazahnya. Ini hendaknya lebih diprioritaskan
daripada Anda berkonsentrasi beribadah seorang diri.
Ibadah yang paling afdal saat Anda
ditimpa ujian dan gangguan dari manusia adalah melaksanakan kewajiban
bersabar atas gangguan mereka. Anda tetap berbaur dan tidak lari
meninggalkan mereka. Sebab, seorang mukmin yang berbaur dengan manusia
dan bersabar atas gangguan mereka lebih afdal daripada seorang mukmin
yang tidak mengalami ujian berupa gangguan dari manusia.
Berbaur dengan manusia dalam urusan
kebaikan lebih afdal daripada mengasingkan diri dari mereka.
Mengasingkan diri dari manusia dalam urusan kejelekan lebih afdal
daripada berbaur dengan mereka saat itu. Akan tetapi, apabila dia tahu
bahwa jika berbaur dengan mereka dirinya mampu menghilangkan kejelekan
tersebut atau meminimalkannya, berbaur dengan mereka lebih afdal.
Ibadah yang paling afdal di setiap waktu dan kondisi adalah memprioritaskan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala
pada setiap waktu dan kondisi tersebut. Anda menyibukkan diri dengan
kewajiban yang dituntut untuk dilaksanakan pada waktu tersebut,
melaksanakan tugas dan keharusan yang sesuai dengan waktu serta kondisi.
Mereka inilah hamba-hamba yang bebas dan
fleksibel, sedangkan selain mereka adalah hamba yang kaku dan terikat;
hamba yang fleksibel dan tidak terikat dengan suatu ibadah tertentu.
Kesibukan utamanya hanyalah mencari keridhaan Rabbnya, di manapun
keridhaan-Nya berada. Di situlah poros peredaran ibadah mereka, mencari
ridha Rabb semata.
Dia terus-menerus berpindah dari satu
amalan ibadah ke amalan ibadah lainnya. Setiap tampak baginya tingkatan
ibadah yang paling afdal, dia segera menyibukkan diri untuk
mengamalkannya hingga tampak baginya tingkatan lain yang lebih afdal
untuk dikerjakan saat itu. Demikianlah kegiatan kesehariannya hingga
akhir perjalanan hidupnya.
Jika memerhatikan orang-orang yang ilmu keagamaannya mendalam, Anda akan melihat dirinya bersama mereka.
Ketika memerhatikan orang-orang yang gemar beribadah, Anda akan melihat dirinya bersama mereka pula.
Ketika memerhatikan pasukan mujahidin, Anda pun akan melihatnya di antara mereka.
Saat memerhatikan orang-orang yang gemar berzikir, Anda juga akan melihatnya bersama mereka.
Jika memerhatikan orang-orang yang gemar bersedekah dan berbuat baik, Anda melihatnya lagi di tengah-tengah mereka.
Jika memerhatikan orang-orang yang selalu memusatkan hatinya untuk Allah subhanahu wa ta’ala, Anda pun akan melihatnya bersama mereka.
Setiap orang yang baik akan merasa nyaman jika dia ada. Sebaliknya, orang yang jelek akan merasa sesak dengan keberadaannya.
Dia bagaikan hujan, di manapun singgah akan memberikan manfaat.
Bagaikan pohon kurma, seluruh bagian dirinya bermanfaat hingga durinya.
Dia begitu keras terhadap setiap orang yang menyelisihi perintah Allah subhanahu wa ta’ala, begitu marah ketika larangan Allah subhanahu wa ta’ala dilanggar.
Dia mempersembahkan amalannya hanya untuk Allah, dengan selalu meminta pertolongan kepada-Nya dan senantiasa membela agama-Nya.
Dia bermuamalah dengan Allah subhanahu wa ta’ala tanpa memedulikan pujian dan cercaan manusia.
Dia bermuamalah dengan manusia tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya. (Madarij as-Salikin, hlm. 58, dan Tajrid at-Tauhid al-Mufid, hlm. 84)
Subhanallah, betapa menakjubkan keadaan hamba yang seperti ini. Sampai-sampai, al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah melabeli hamba yang seperti ini sebagai hamba yang telah menegakkan kalimat,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (al-Fatihah: 5)
dengan sebenar-benarnya.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu membimbing kita semua untuk meraih keridhaan-Nya di setiap waktu yang kita lalui.
Wallahu a’lam bish-shawab.
[ 29/05/2015 ]
Jazakallahukhairan, dengan adanya artikel-artikel yang dimuat dalam website-website dari salafiyyun Alhamdulillah ana yang mendapat hidayah untuk beragama sebagaimana yang dikendaki oleh Allah dan RasulNya dengan pemahaman salafussaleh Insya Allah akan semakin memperkokoh keimanan ana pribadi dari ilmu yang disampaikan pada artikel-artikel dimaksud dan mudah-mudahan tetap diberi keistiqamahan pada manhaj ini, Amin.
BalasHapusWassalam
Taufik Abubakaruddin
alhamdulillah
Hapuswa antum jazaakallahu khairan
baarokallahu fiik