Al-Mujib

Al-Mujib adalah salah satu nama Allah al-Husna yang Mahaindah. Nama ini terdapat dalam firman Allahsubhanahu wa ta’ala,

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ ٦١

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Rabb selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).” (Hud: 61)
Al-Mujib bermakna yang menjawab, yang mengabulkan, atau yang mengijabahi doa hamba yang berdoa kepada-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dialahal-Mujib. Dia mengatakan,‘Siapa yang berdoa,’ ‘Akulah yang menjawab setiap orang yang memanggil-Ku.’ Dialah yang mengabulkan doa orang yang terhimpit ketika memohon kepada-Nya, dalam keadaan tersembunyi atau terang terangan.”
As-Sa’di rahimahullah berkata, “Dialah yang mengabulkan secara umum terhadap doa orang yang berdoa, bagaimanapun keadaan mereka dan dalam kondisi apapun, sebagaimana janji-Nya secara mutlak. Dialah pula yang mengabulkan secara khusus bagi orang-orang yang menyambut seruan Allah subhanahu wa ta’ala dan tunduk kepada syariat-Nya. Dia jugalah yang mengijabahi doa orang yang terhimpit dan telah putus harapan mereka dari makhluk, lantas menguatlah ketergantungan mereka kepada Allah dengan penuh harapan dan rasa takut kepada-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras berkata, “Di antara nama Allah adalah al-Mujib. Kata ini adalah bentuk isim fail dari kata masdar ‘ijabah’ (bermakna mengabulkan atau menjawab). Pengabulan Allah subhanahu wa ta’ala ada dua macam.

  1. Pengabulan secara umum bagi tiap yang berdoa kepada-Nya dengan doa ibadah atau doa mas’alah.
Doa ibadah adalah suatu ucapan yang bertujuan memuji Allah subhanahu wa ta’ala dengan menyebut nama-nama-Nya yang Mahaindah dan sifat-sifat-Nya yang Mahatinggi tanpa diiringi oleh permintaan keperluan tertentu.
Adapun doa mas’alah adalah seorang hamba berkata, ‘Ya Allah, berikan kepadaku sesuatu, atau hindarkan dariku sesuatu.’ Hal ini dilakukan oleh manusia yang baik maupun yang jahat.
Allah subhanahu wa ta’ala akan mengabulkan bagi siapa yang Allahsubhanahu wa ta’ala kehendaki dari hamba yang berdoa kepada-Nya sesuai dengan hikmah-Nya. Pengabulan doa tidak khusus bagi orang yang ikhlas dan bertakwa, karena kebaikan Allah subhanahu wa ta’alamencakup orang yang baik dan orang yang jahat sekalipun, sedangkan rahmat-Nya meliputi segala sesuatu.
Oleh karena itu, pengabulan doa semacam ini tidak menunjukkan baiknya keadaan orang yang berdoa dan terkabul doanya selama tidak ada padanya tanda kejujuran dan kebenaran, seperti doa para Nabi, doa mereka untuk kebaikan kaumnya, atau doa untuk kecelakaan kaum yang membangkang terhadap mereka, lantas Allah mengabulkan doanya. Ketika itu, pengabulan doa Allah subhanahu wa ta’ala terhadap mereka menunjukkan kejujuran mereka dalam hal berita yang sampaikan dan kemuliaan mereka di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.

  1. Pengabulan doa secara khusus
Jenis pengabulan doa yang ini memiliki sebab yang banyak. Di antaranya, seseorang telah berada pada keadaan yang sangat sempit dan terjatuh pada kesulitan yang sangat dahsyat, lalu dia berdoa kepada Allahsubhanahu wa ta’ala. Allah mengabulkan doanya dan menghilangkan kesulitannya sebagaimana firman-Nya,

وَإِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فِي ٱلۡبَحۡرِ ضَلَّ مَن تَدۡعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُۖ فَلَمَّا نَجَّىٰكُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ أَعۡرَضۡتُمۡۚ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ كَفُورًا ٦٧

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan Kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (al-Isra’: 67)

أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٦٢

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (an-Naml: 62)
Hal itu karena dia merasa sangat membutuhkan pertolongan Allahsubhanahu wa ta’ala dan merasa sangat hancur kalbunya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala serta terlepas ketergantungannya dari makhluk.
Di antara sebab terkabulnya doa pula adalah panjangnya perjalanan safar, mencari perantara dengan perantara yang paling Allah subhanahu wa ta’ala cintai dengan menyebut asma Allah saat berdoa, doa orang sakit, terzalimi, dan yang berpuasa.
Demikian pula pada waktu dan keadaan yang mulia, seperti pada akhir tiap shalat, waktu akhir malam, saat azan, saat turun hujan, saat gentingnya peperangan, dan kesempatan lain sebagaimana yang terdapat dalam hadits.” (Syarah Nuniyyah, 2/94—95 dengan sedikit diringkas)

Buah Mengimani Nama Allah Al-Mujib
Tentu saja, hamba yang beriman dengan nama Allah al-Mujib tidak akan merasa rugi, apalagi resah. Mengapa? Karena dia punya harapan besar dari Rabbnya yang Maha mengabulkan permintaan.
Apa saja yang dia minta dari kebaikan dunia dan akhirat akan Allahsubhanahu wa ta’ala kabulkan. Betul-betul kalbu ini merasa lega, tenang, dan senantiasa optimis menghadapi kehidupan ini; apapun keadaannya. Saya yakin, setiap kita telah benar-benar merasakan berbagai doa yang diijabahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan berbagai permintaan yang dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala pasti mengabulkan doa kita selama tidak ada penghalang terkabulnya doa. Hanya saja yang perlu kita pahami, terkadang terkabulnya doa itu dalam bentuk langsung terkait dengan apa yang kita minta, atau dalam bentuk tabungan bagi kita di akhirat, atau dalam bentuk diselamatkan dari kejelekan yang senilai dengan doa yang diminta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يَدْعُو بِدُعَاءٍ إِلاَّ آتَاهُ اللهُ مَا سَأَلَ أَوْ كَفَّ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهُ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ.
“Tidaklah seseorang yang berdoa dengan sebuah doa kecuali Allah akan berikan apa yang dia minta, atau Allah hindarkan dia dari keburukan yang senilai dengannya, selama dia tidak meminta sesuatu yang mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi.” (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani)
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ لَهُ فِيهَا إِثْمٌ أَوْ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍإِمَّا أنْ يُعجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّاأَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَكْشِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَاقَالُواإِذاً نُكْثِرُ؟ قَالَاللهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim berdoa dengan sebuah doa yang tidak mengandung dosa atau pemutusan silaturahmi kecuali Allah akan kabulkan dengan salah satu dari tiga hal: Allah akan segerakan pengabulan doanya, Allah akan tabung untuknya di akhirat, atau Allah akan hindarkan dia dari kejelekan yang senilai dengannya.”
Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, kalau begitu kita memperbanyak doa?!”
Beliau menjawab, “Allah akan lebih banyak.” (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٦٢

        “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).” (an-Naml: 62)

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ٦٠

Dan Rabbmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Ghafir: 60)
Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan bahwa Ibnu Asakir menyebutkan dalam kitab beliau tentang biografi seseorang yang menceritakan kisahnya tentang pengabulan doanya.
“Aku menyewakan seekor baghal (hewan hasil persilangan antara kuda dan keledai) untuk perjalanan dari Damaskus ke negeri Zabadani. Suatu saat seseorang menaikinya bersamaku sehingga kami melewati jalan yang tidak pernah dilalui.
Dia berkata, ‘Lewatlah jalan ini, karena jalan ini lebih dekat.’
Aku menjawab, ‘Aku tidak punya pengalaman melalui jalan itu.’
‘Itu lebih dekat,’ jawabnya.
Kami kemudian melaluinya. Sampailah kami pada suatu tempat berlumpur dan lembah dalam yang terdapat banyak mayat. Dia berkata, ‘Tahanlah baghal ini, biarkan aku turun.’
Dia turun dan menyingsingkan bajunya lalu mencabut pisau dan pergi menuju diriku. Aku lari dari hadapannya, namun dia mengejarku. Aku ingatkan dia terhadap Allah dan kukatakan, ‘Ambillah baghal itu dengan semua yang ada padanya.’
Dia menjawab, ‘Ya, itu untukku, tetapi aku juga ingin membunuhmu.’
Akupun mengingatkan dia agar takut kepada Allah subhanahu wa ta’aladan mengingatkan hukuman dari-Nya. Namun, dia tidak menerimanya. Akhirnya, aku pasrah di hadapannya dan aku katakan, ‘Kalau boleh, biarkan aku shalat dua rakaat terlebih dahulu.’
Dia berkata, ‘Shalatlah, dan cepat!’
Aku pun shalat dengan sangat gemetar ketika hendak membaca al-Qur’an sehingga tidak ingat satu huruf pun. Aku hanya berdiri bingung.
Dia berkata, ‘Ayo cepat selesaikan!’
Lalu Allah subhanahu wa ta’ala mengalirkan pada lisanku bacaan ayat,

أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan….” (an-Naml: 62)
Tiba-tiba, aku melihat seorang penunggang kuda datang dari ujung lembah, membawa sebuah tombak. Lantas dia lemparkan tombak itu ke tubuh si perampok dan tidak meleset sedikit pun dari jantungnya. Tumbanglah ia, tersungkur.
Segeralah aku memegangi penunggang kuda itu dan kukatakan, ‘Demi Allah, siapa engkau?’
Ia menjawab, ‘Aku adalah utusan Allah yang mengabulkan permintaan hamba-Nya yang sedang terjepit apabila dia berdoa. Dialah yang menghilangkan keburukan.’
Aku kemudian mengambil kembali baghal itu dan bawaannya. Akhirnya, aku kembali dengan selamat.”
Ditulis oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi

Sep 24, 2015 | Asy Syariah Edisi 104Khazanah |
sumber  http://asysyariah.com/al-mujib/

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi