Kisah Berakhirnya Fitnah Al Quran adalah Makhluk (TAHAN AIR MATAMU-3)
Tahun 229 H, khalifah berganti al-Watsiq, walaupun keyakinan resmi negara tidak juga berganti. Bahkan zaman al-Watsiq semakin menjadi-jadi. Dia berani memanggil seluruh kaum muslimin, bertanya satu per satu tentang keyakinan mereka terhadap al-Qur'an. jika menjawab makhluk, dibebaskan. Jika tidak, berbagai bentuk hukuman menanti.
Hanya satu tak dipanggil olehnya. Imam Ahmad bin Hanbal. Al-Watsiq khawatir kesabaran dan keteguhannya mempengaruhi kaum muslimin. Maka Imam Ahmad diasingkan dari satu tempat ke tempat lainnya selama beberapa bulan. Hingga akhirnya beliau ditetapkan sebagai tahanan rumah. Tidak boleh keluar, dan tidak boleh menerima tamu.
Sampai akhirnya, Iblis berusaha menggelincirkan Ahmad dari pintu penyimpangan lain. Jika sebelumnya dari pintu pemahaman Jahmiyah, kali ini dari pemahaman Khawarij. Alkisah, sekelompok ahli fikih Baghdad berusaha menemui Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka ingin mengajak Imam Ahmad menggulingkan kekuasaan al-Watsiq. Mereka yakin apabila Imam Ahmad ikut dalam pasukan mereka, pasti banyak massa kaum muslimin yang ikut bergabung.
"Perkaranya sudah kelewat batas, Imam," bujuk mereka.
"Sudah cukup sampai di sini kedzalimannya. Kami tidak ridha dengan kepemimpinannya. Kami tidak ridha dengan pemerintahannya."
Imam Ahmad jeli. Iblis berusaha merusak akidah kaum muslimin dari pintu lainnya. Ini bukan cara mengingkari kemungkaran yang tepat. Ini bentuk penyimpangan lainnya.
"Ingkari perbuatannya dalam kalbu-kalbu kalian. Jangan sekali-kali kalian melawan penguasa. Jangan kalian patahkan tongkat kaum muslimin. Jangan kalian tumpahkan darah kalian dan darah kaum muslimin yang ikut bersama kalian. Pertimbangkan lagi akibatnya. Sabarlah sampai tiba waktunya untuk istirahat, mungkin dengan meninggalnya kalian atau meninggalnya dia terlebih dahulu. Memberontak bukanlah ajaran yang benar. Ini menyelisihi bimbingan Rasul," nasihat Imam Ahmad.
Waktu terus bergulir. Semua cobaan dan fitnah dihadapi Ahmad dengan penuh kesabaran. Hingga pada tahun 232 H, al-Mutawakkil naik menggantikan al-Watsiq. Allah tolong agama-Nya dengan sebab beliau. Allah tegakkan sunah dengan sebab beliau. Dan Allah tampakkan akidah ahlussunnah dengan sebab al-Mutawakkil setelah sebelumnya ahlussunnah mendapatkan ujian, fitnah, dan cobaan yang sangat dahsyat pada tiga khalifah sebelumnya.
Tercatat pada tahun 234 H, al-Mutawakkil mengumpulkan seluruh alim ulama' untuk membuat tabligh akbar dan dauroh di berbagai tempat dengan tema membantah pemahaman Jahmiyah dan Mu'tazilah, akar pemikiran al-Qur'an adalah makhluk. Juga menanggung biaya kehidupan siapa saja di antara para ulama' yang mau mengadakan muhadharah, kajian, dan tabligh akbar bertemakan tadi.
Suatu ketika ada di antara ahli bid'ah yang ingin memprovokasi al-Mutawakkil. Dia melaporkan bahwa ada pertikaian antara para sahabat dan murid Imam Ahmad dengan sekelompok ahli bid'ah. Maka dengan tegas al-Mutawakkil berkata, "Jangan kalian laporkan lagi perihal Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya. Justru seharusnya kalian membantu mereka. Mereka termasuk pemuka umat Muhammad. Sungguh Allah telah mengetahui bagaimana kejujuran Ahmad saat bersabar dan menerima cobaan. Allah telah angkat ilmunya, sepanjang hayatnya dan setelah matinya. Para sahabatnya mereka itulah sahabat sejati yang seharusnya kalian jadikan teman. Aku berhusnudhan kepada Allah bahwa Dia telah memakaikan Ahmad pakaian ash-Shiddiqin."
Meskipun al-Mutawakkil berjasa besar dalam menolong agama Allah, namun Imam Ahmad tidak pernah melihatnya dan tidak pernah mau menerima pemberian darinya. Pernah suatu ketika Imam Ahmad mendapat kiriman
uang dari al-Mutawakkil. Syahdan Imam Ahmad menangis dan berkata, "Aku telah selamat dari fitnah mereka. Sampai di akhir hayatku, aku mendapat fitnah yang baru dari mereka."
Imam Ahmad senantiasa berdoa kepada Allah agar tidak dipertemukan dengan al-Mutawakkil. Maka tatkala beliau diberitahu bahwa al-Mutawakkil sangat mencintai dan merindukannya, beliau menganggapnya sebagai fitnah. Beliau berkata, "Aku sangat mengharapkan syahid pada fitnah yang lampau. Dan aku pun berharap mati pada fitnah ini." Kemudian beliau mengepalkan tangannya lantas membukanya seraya berkata, "Duhai kiranya ruh-ku berada dalam genggamanku, pasti akan aku melepaskannya."
Kawan, apabila engkau benar-benar mengaku mengikuti Rasul, cinta kepada Rasul, seharusnya engkau JANGAN PERNAH MELEMAHKAN DAN MENGGEMBOSI SUNNAH DARI DALAM. Terlebih saat sunnah benar-benar membutuhkan pertolongan. Jangan sekali-kali engkau takut ancaman para mubtadi'. Ingatlah sabda Rasulullah, "Jangan sampai rasa takut dan seganmu kepada seseorang menghalangimu untuk menyuarakan kebenaran saat kamu melihatnya dan mengetahuinya, atau saat kamu mendengarnya dan mengetahuinya."
Oleh karenanya, apabila Imam Ahmad teringat para ulama' yang menjawab ajakan al-Ma'mun —walaupun dengan alasan terpaksa— karena takut ancamannya, beliau berkata, "Mereka!!! Andaikan mau bersabar dan benar-benar berjuang untuk Allah, fitnahnya akan cepat berhenti dan tidak akan berlarut-larut. Sayang mereka lemah untuk memperjuangkannya, padahal mereka adalah pemuka kaum muslimin, sehingga al-Ma'mun lancang kepada yang lainnya."
Terkadang Imam Ahmad marah dan dengan nada tinggi beliau berucap sebagai teguran keras kepada para penggembos dakwah, "Mereka itulah orang yang pertama kali membuat fitnah ini. Mereka itulah orang yang paling bertanggung jawab terhadap fitnah ini."
Lihatlah, kawan, al-Ma'mun sangat bersalah. Ibnu Abi Duad pun sangat bertanggung jawab atas fitnah ini. Namun Imam Ahmad mengatakan yang paling bertanggung jawab atas fitnah ini adalah para ulama yang tidak mau membantu sunnah, padahal sunnah sangat butuh pertolongan.
Pernah Imam Yahya bin Ma'in —dan beliau adalah salah seorang ulama' yang terpaksa menjawab ajakan al-Ma'mun— datang menjenguk Imam Ahmad di saat beliau akan meninggal dunia. Imam Yahya memberi salam kepada beliau. Namun beliau tidak mau menjawab salamnya. Diulangi lagi oleh Imam Yahya, namun tetap Imam Ahmad tidak mau menjawab salam beliau. Kawan, tahukah engkau, Imam Ahmad telah bersumpah tidak mau berbicara kepada para ulama' yang menjawab ajakan al-Ma'mun walaupun dengan alasan terpaksa. Sebagai teguran keras kepada mereka dan pembelajaran bagi mereka. Tentu juga untuk kita semua. Imam Yahya berusaha berkali-kali meminta maaf kepada Imam Ahmad. Tetap saja Imam Ahmad tidak mau berbicara kepadanya.
Begitulah, kawan. Pelajaran sangat berharga dari Imam Ahmad yang mengajarkan kepada kita arti pentingnya memperjuangkan sunnah. Jangan pernah sekali-kali kita merasa lemah menolong sunnah karena takut dengan kekuatan musuh. Atau jangan sekali-kali kita mundur menolong sunnah karena bermuka manis di hadapan musuh. Hadapilah. Dan ketahuilah, semakin engkau berusaha memperjuangkan sunnah, cobaan dan ujian juga akan semakin berat. Dan itu sudah ketetapan dari Allah. Itulah jalan menuju ke Jannah. Penuh tantangan dan rintangan. Akan tetapi Allah akan membantu orang-orang yang mau memperjuangkan sunnah. Dan barangsiapa yang Allah telah bersamanya, kepada siapa dia akan takut!?
Tahan! Tahan air matamu karena jalan masih panjang
Jangan kau biarkan air mata mulia mengalir
Diawal jalan, memang terasa berat
Hatimu bergumam, "apa yang akan terjadi padaku?"
Wahai Sunni, jangan bimbang apabila sedikit penolong dan ujian datang silih berganti
Ketahuilah, Allah kan senantiasa menolong hamba-Nya
Dan kunci segala urusan kepada-Nya kembali
Ya Allah, ampunilah kami. Rahmatilah kami. Matikanlah kami dan engkau ridha kepada kami. Ya Allah, jauhkanlah kami dari fitnah yang nampak maupun yang tidak nampak.
Sumber Refrensi:
- Siyar A'laamin Nubala'
- Al-Bidayah wan N
ihayah
- As-Sunnah lil Khallal
Komplek Ma'had Daarus Salaf Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo
__Syabab MDS
=====*****=====
Publikasi:
WA Salafy Solo
Channel Salafy Solo
Info dan Fawaid
https://bit.ly/salafysolo
Pada 09.12.2015
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi