Upaya untuk Memahami Makna Bacaan dalam Sholat.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
◀️ صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِم
👈 صِرَاطَ الَّذِيْنَ = yaitu jalannya orang-orang yang
👈 أَنْعَمْتَ عَلَيْهِم = Engkau beri nikmat kepada mereka
Dalam bacaan ini kita memohon ditunjukkan ke jalan orang-orang yang Allah beri nikmat.
Siapakah orang-orang yang Allah beri nikmat tersebut ? Imam AlQurthuby rahimahullah menjelaskan bahwa jumhur mufassirin berpendapat bahwa ayat ini ditafsirkan dengan ayat yang lain :
وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا (النساء :69)
📖 Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, maka mereka ini akan (dikumpulkan) bersama orang-orang yang Allah beri nikmat dari kalangan para Nabi, AsShiddiiqiin, Asysyuhada, dan Asshoolihiin. Mereka ini adalah sebaik-baiknya teman kembali. (Q.S AnNisaa : 69).
Sehingga, orang-orang yang Allah beri nikmat yang kita seharusnya menginginkan mengikuti jalan mereka adalah :
1. Para Nabi, yang Allah mulyakan mereka dengan wahyu.
2. Para Shiddiiqiin (orang-orang yang jujur dan membenarkan risalah Nabi).
Imam AsSuyuuthi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud AsShiddiiqiin adalah para Sahabat Nabi yang mereka menunjukkan ketinggian sifat shidq (kejujuran) dan tashdiiq (membenarkan ajaran Nabi berdasarkan wahyu dari Allah).
Penjelasan ini terdapat dalam tafsir Jalalain. Mereka jujur dalam keimanan, tidaklah lisan dan amalan mereka menyelisihi apa yang ada dalam hati, tidak sama dengan keadaan orang-orang munafiq.
Mereka terdepan dalam membenarkan khabar dari Rasulullah Shollallaahu alahi wasallam. Mereka adalah murid langsung Rasul yang senantiasa dalam bimbingan beliau. Jika mereka menghadapi suatu permasalahan dalam Dien, mereka bertanya pada Rasul dan Rasul senantiasa membimbing mereka, meluruskan aqidah, amalan, ataupun ucapan yang salah.
Merekalah yang Allah pilih untuk mendampingi RasulNya, membela dan berjuang bersama beliau.
Para Sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka , adalah orang-orang yang ridla kepada Allah, dan Allahpun ridla kepada mereka sebagaimana dalam firmanNya :
وَالسَّابِقُوْنَ اْلأَوَّلُوْنَ مِنَ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَااْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا ذلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْم (التوبة : 100)
📖 Dan orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan merekapun ridla kepada Allah.Dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar. (Q.S At Taubah : 100)
Rasulullah Shollallaahu alaihi wasallam bersabda :
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ (رواه البخاري و مسلم )
📖 Janganlah kalian mencela Sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar bukit Uhud emas tidak akan bisa menyamai (pahala) satu mud ( 2 genggam tangan) infaq mereka, (bahkan) tidak pula setengahnya. (H.R AlBukhari-Muslim)
Di antara para Sahabat Nabi tersebut banyak yang mengikuti peristiwa Bai’atur Ridlwaan, padahal Allah telah menyatakan keridlaanNya atas orang-orang yang mengikuti Baiat tersebut. Allah Subhaanahu WaTa'ala berfirman :
لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ اْلمُؤْمِنِيْنَ إِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ ...(الفتح : 18)
📖 Sungguh Allah telah ridla kepada kaum mukmin yang membaiat engkau di bawah sebuah pohon. (Q.S AlFath : 18).
Para Sahabat Nabi banyak pula yang mengikuti perang Badr, jumlahnya sekitar 300-an orang. Orang-orang yang mengikuti perang Badr ini mendapatkan keutamaan diampuni dosa-dosanya oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Umar bin Khottob :
وَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ الله أَنْ يَكُوْنَ قَدْ يَتَحَقَّق عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ (رواه البخاري و مسلم)
Tidakkah engkau tahu bahwa Allah telah menegaskan pada Ahlu Badr (kaum mukminin yang ikut perang Badr) dan berfirman : “ Berbuatlah sekehendak kalian karena sungguh kalian telah diampuni.“ (H.R AlBukhari-Muslim).
Perintah mengikuti jalan yang dilalui Rasul dan para Sahabatnya sebagai satu-satunya jalan keselamatan dalam Dien dipertegas dengan hadits :
إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ افْتَرَقُوْا عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً فَقِيْلَ لَهُ مَا اْلوَاحِدَة قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ اْليَوْمَ وَأَصْحَابِي
Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 golongan dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan seluruhnya di neraka kecuali satu. Ketika ditanyakan : Siapakah satu golongan yang selamat itu ?Rasulullah Shollallaahu ‘alahi wasallam bersabda : (golongan yang berjalan di atas jalan) aku dan para Sahabatku saat ini (H.R AtTirmidzi dan AlHakim, Imam AlLaalikaai menyatakan bahwa hadits ini tsabit (bisa digunakan sebagai hujjah), Imam AlMubarakfury menyatakan bahwa AtTirmidzi menghasankannya karena memiliki beberapa penguat)
Dalam hadits yang lain disebutkan :
خَيْرُالنَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه البخاري و مسلم)
Sebaik-baik manusia adalah pada masa kurunku (generasiku), kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya “(H.R AlBukhari-Muslim)
~~~~~~~~~~~~~~~
Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Karena itulah merujuk pada pemahaman 3 generasi terbaik / Salafus Sholih itu adalah suatu keharusan. Mungkin seluruh kaum muslimin sepakat bahwa kita harus kembali pada AlQuran dan AsSunnah, namun tidak semuanya yang mengajak pada memahami AlQuran dan AsSunnah itu dengan pemahaman Salafus Sholih, khususnya para Sahabat Nabi –ridlwaanullaahi ‘alahim ‘ajma’iin-.
Ketika landasan hukumnya sudah benar, yaitu AlQuran dan AsSunnah tapi dalam hal memahami kedua sumber hukum tersebut tidak dengan kaidah yang seharusnya, tetapi malah dikembalikan kepada kebebasan berfikir (liberal) dan independensi penafsiran masing-masing individu, maka yang terjadi adalah penyimpangan-penyimpangan dalam hal aqidah, ibadah, dan segala hal yang berkaitan dengan Dienul Islam.
Banyak orang yang merasa mampu untuk menafsirkan AlQuran dengan logika dan akal pikirnya semata, kemudian mereka menyatakan : Kalau para Sahabat Nabi bisa menafsirkan AlQur'an, mengapa kita tidak?’. Subhaanallaah. Jelas berbeda para Sahabat Nabi dengan orang-orang setelahnya.
Berikut ini kami paparkan beberapa argumen yang menunjukkan bahwa para Sahabat Nabi tidak bisa disamakan dengan keadaan orang-orang yang setelahnya terutama dalam hal memahami dan menafsirkan Kalam Ilahi (AlQur'an) :
1. Para Sahabat Nabi, dengan kebaikan akhlaq dan adab mereka, tidak berani menafsirkan AlQuran dengan akal pikiran / logika semata.
Rasul shollallaahu alaihi wasallam memberikan bimbingan dalam memahami alQur’an:
مَا عَلِمْتُمْ مِنْهُ فَقُولُوا ، وَمَا جَهِلْتُمْ فَكِلُوهُ إلَى عَالِمِهِ
Apa yang kalian ketahui dari (alQur’an), maka ucapkanlah (berbicaralah dengan pemahaman itu), sedangkan yang tidak kalian ketahui maka serahkan kepada yang mengetahui (H.R Ahmad dan dinyatakan oleh Ibnu Muflih dalam kitab alFuru’ bahwa isnadnya jayyid (baik)).
Sehingga penafsiran dari para Sahabat itu adalah penjelasan yang mereka dapatkan langsung dari Rasul atau dari penjelasan Sahabat yang lain, atau karena pemahaman mereka yang mendalam tentang lafadz-lafadz bahasa Arab dalam alQur’an, bukan karena akal pikiran mereka semata.
2. Di antara para Sahabat Nabi tersebut ada yang memang didoakan oleh Rasulullah Shollallaahu alaihi wasallam secara khusus agar Allah menganugerahkan ilmu tafsir kepadanya, seperti Ibnu Abbas yang didoakan Rasulullah :
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
Yaa Allah, jadikanlah ia faqih (paham) dalam ilmu Dien, dan ajarkan kepadanya tafsir (AlQuran) “(H.R AlHaakim dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya).
3. Ayat-ayat AlQuran banyak yang turun berkaitan dengan keadaan seorang Sahabat.
*Seperti ayat ifk , tentang tuduhan bahwa ‘Aisyah –radliyallaahu ‘anha- telah melakukan perbuatan keji, maka Allah turunkan ayat surat : AnNuur ayat 11-26 yang menjelaskan bahwa beliau suci dari segala tuduhan orang-orang munafiq tersebut.
*Demikian juga dengan surat Ataubah ayat 118 yang diturunkan Allah berkaitan dengan ampunan dosa bagi 3 orang Sahabat Nabi yang tidak ikut berperang dalam perang Tabuk tanpa udzur, kemudian mereka bertaubat.
*Surat Luqmaan ayat 15 turun berkaitan dengan Sa’ad bin Maalik yang sangat berbakti kepada ibunya. Ketika ia masuk Islam, ibunya selalu berusaha mengajaknya keluar dari Islam, dan kemudian menyuruhnya memilih, apakah ia keluar dari Islam, ataukah Ibunya tidak akan makan dan minum. Saat ibunya sudah sangat lemah karena tidak makan dan minum, ia berkata : “ Wahai ibuku, kalau seandainya ibu memiliki 100 nyawa dan lepas satu persatu, aku tidak akan mau meninggalkan Islam, jika ibu mau makanlah, jika tidak silakan. Kemudian ibunya kembali makan karena dia merasa tidak bisa menggoyahkan keteguhan aqidah anaknya.
Masih sangat banyak lagi ayat-ayat yang turun berkaitan dengan keadaan Sahabat Nabi. Ayat-ayat yang turun sebagai jawaban atas pertanyaan salah seorang Sahabat juga sangat banyak, di antaranya :
*Ketika para Sahabat yang bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita sangat dekat sehingga kita berbisik padaNya (dalam berdoa,pen) ataukah Ia jauh, sehingga kita harus berteriak ?”.
Maka Allah turunkan ayat ke 186 dari surat AlBaqoroh :
“ Jika hambaKu bertanya tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat …”(Q.S AlBaqoroh : 186).
4. Banyak di antara Sahabat yang mengetahui secara langsung sebab turunnya ayat, penjelasan tentang ayat itu, dsb, seperti Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu beliau berkata :
وَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ مَا نُزِلَتْ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللهِ إِلاَّ وَأَنَا أَعْلَمُ فِيْمَنْ نُزِلَتْ وَأَيْنَ نُزِلَتْ وَلَوْ أَعْلَمُ مَكَانَ أَحَدٍ أَعْلَم بِكِتَابِ اللهِ مِنِّي تَنَالُهُ الْمَطَايَا َلأَتَيْتُهُ
Demi Yang tidak ada sesembahan yang haq kecuali Dia, tidaklah turun suatu ayat dari Kitabullah kecuali aku yang paling tahu kepada siapa diturunkan dan di mana diturunkan, kalau aku mendapati ada seseorang yang lebih tahu tantang aku (dalam hal itu) aku mendatanginya (untuk mengambil ilmu darinya) “(disebutkan dalam Muqoddimah Tafsir Ibnu Katsir).
5. Para Sahabat Nabi telah mendapat jaminan keridlaan dari Allah sebagaimana dalam surat AtTaubah ayat 100 dan ayat-ayat yang lain, berbeda dengan orang-orang setelahnya yang tidak ada jaminan keridlaan Allah kepadanya, kecuali jika mereka mengikuti jalan para Sahabat Nabi dalam berIslam. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala menjamin, jika kita beriman sebagaimana berimannya para Sahabat Nabi, maka pasti kita akan mendapatkan petunjuk. Sebagaimana dalam firmanNya :
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
📖 Jika mereka beriman seperti imannya kalian, pastilah mereka akan mendapatkan petunjuk … “(Q.S AlBaqoroh : 137)
6. Rasulullah telah menjamin bahwa jalannya golongan yang selamat adalah karena mengikuti jalan Rasul dan para Sahabatnya, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan AtTirmidzi tentang terpecahnya umat Nabi Muhammad menjadi 73 golongan seperti yang telah dikemukakan di atas.
7. Kekeliruan para Sahabat dalam memahami suatu ayat Al-Quran tidak dibiarkan begitu saja oleh Rasulullah Shollallaahu alaihi wasallam.
Ketika mereka keliru dalam memahami suatu ayat, Rasulullah akan meluruskan pemahamannya.
Sebagai contoh, disebutkan dalam sebuah hadits dari Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu:
لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالُوا أَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ { يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }
Ketika turun ayat al-Quran : ‘ Orang-orang yang beriman yang tidak mencampuri imannya dengan kedzaliman (mereka itu adalah yang mendapatkan keamanan dan mendapatkan hidayah)’[Q.S Al-An-‘aam : 82).
Para Sahabat Nabi resah dan berkata : ‘Siapa diantara kita yang tidak pernah mendzalimi dirinya sendiri’.
Maka kemudian Rasulullah Shollallaahu alaihi wasallam bersabda :
” (Makna ayat tersebut) tidaklah seperti yang kalian persangkakan itu, sesungguhnya maknanya adalah sebagaimana yang dikatakan Luqman kepada anaknya :” Wahai anakku, janganlah engkau mensekutukan Allah, karena sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang terbesar”[Q.S Luqman :13] (H.R Muslim).
Para Ulama menjelaskan makna hadits tersebut. Ketika turun al-Quran surat al-An-aam : 82, para Sahabat Nabi resah.
Ayat tersebut menyatakan bahwa orang beriman yang tidak mencampuri keimanannya dengan kedzaliman akan mendapatkan keamanan dan hidayah.
Para Sahabat menyangka kedzaliman yang dimaksud ayat ini adalah perbuatan dosa apapun, baik kecil maupun besar.
Mereka mengira akan sulit mencapai keadaan yang disebutkan dalam ayat itu karena tidak ada yang bisa selamat dari kedzaliman, yaitu dosa.
Namun kemudian Rasulullah shollallaahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘kedzaliman’ pada ayat tersebut adalah kesyirikan.
~~~~~~~~~~~~~~~~
وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا (النساء :69)
📖 Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, maka mereka ini akan (dikumpulkan) bersama orang-orang yang Allah beri nikmat dari kalangan para Nabi, AsShiddiiqiin, Asysyuhada’, dan Asshoolihiin. Mereka ini adalah sebaik-baiknya teman kembali “ (Q.S AnNisaa’:69).
Sehingga, orang-orang yang Allah beri nikmat yang kita seharusnya menginginkan mengikuti jalan mereka adalah :
3. AsySyuhadaa’.
Ibnu Jarir AtThobari menjelaskan dalam tafsirnya : “ AsySyuhadaa’ adalah bentuk jama dari syahiid yaitu orang-orang yang terbunuh di jalan Allah.
▶️ Dinamakan demikian karena mereka mempersaksikan al-haq (kebenaran) di sisi Allah sampai mereka terbunuh.
4. Shoolihiin (orang-orang Sholih).
Ibnu Jarir AtThobari menjelaskan dalam tafsirnya : “ Asshoolihiin adalah bentuk jama dari Shoolih (baik) yaitu semua orang yang baik keadaan lahir dan batinnya.“
AsySyaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menjelaskan bahwa AshShoolihiin adalah setiap orang yang benar-benar memenuhi hak Allah dan hak hamba Allah (memperbaiki hubungan dengan Allah dan dengan hamba Allah yang lain).
☀️ Para Nabi, Shiddiiqiin, dan Syuhaadaa adalah termasuk AsShoolihin (bahkan pada tingkatan yang tinggi), namun disebutkan secara khusus kelompok AsSholihiin setelah ketiga kelompok tersebut, untuk memasukkan orang-orang yang tidak masuk dalam ketiga kategori tersebut dan tingkatannya di bawah mereka. (Syarh al Aqiidah al Waasithiyyah karya Muhammad Ibn Sholih alUtsaimin jilid 1 hal 155-156 cetakan Daaru Ibnil Jauzi tahun 1415 H).
Maka keempat jenis inilah (para Nabi, Shiddiiqiin, Syuhaadaa, dan Shoolihiin) yang kita senantiasa berdoa supaya Allah tunjukkan ke jalan yang telah mereka lalui sehingga Allah beri nikmat kepada mereka.
~~~~~~~~~~~~~~~~
📙 Dikutip dari Buku "Memahami Makna Bacaan Sholat"
(Sebuah Upaya Menikmati Indahnya Dialog Suci dengan Ilahi).
▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.
=====================
✍ http://telegram.me/alistiqomah
Pada 07.12.2015 - 08.12.2015 - 09.12.2015
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi