Mengagungkan Allah dalam Ruku' (Memahami Bacaan Shalat-18)

Upaya untuk Memahami Makna Bacaan dalam Sholat

MENGAGUNGKAN ALLAH DALAM RUKU

Rasulullah Shollallaahu alaihi wasallam bersabda :

وَإِنّي نُهِيْتُ أَنْ أَقْرَأَ اْلقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ (رواه مسلم)

Sesungguhnya aku dilarang untuk membaca (ayat) AlQuran pada waktu ruku dan sujud. Adapun pada waktu ruku agungkanlah Tuhan. (H.R Muslim).

Dalam ruku kita mengagungkan Allah dalam bentuk perbuatan (menundukkan tubuh) dan ucapan (lafadz bacaan ruku)

Bacaan – bacaan dalam ruku yang disyariatkan :

1. Bacaan dalam hadits Hudzaifah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya :

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْمِ
“ Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung “

Jumlah bacaan minimal adalah satu kali sesuai dengan hadits Hudzaifah tersebut.

Adapun hadits yang menyebutkan batasan minimal 3 kali, yaitu :

عَنْ عَوْن بن عَبْدِ الله بن عُتْبَة عَنِ ابْنِ مَسْعُوْد أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ   قاَلَ إِذَا رَكَعَ أَحَدُكُمْ فَقَالَ فِي رُكُوْعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلعَظِيْم ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَقَدْ تَمَّ رُكُوْعُهُ وَذَلِكَ أَدْنَاهُ وَإِذَا سَجَدَ فَقَالَ فِي سُجُوْدِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى ثَلاَثَ مَرَّاٍت فَقَدْ تَمَّ سُجُوْدُهُ وَذَلِكَ أَدْنَاهُ (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه)
“ Dari Aun bin Abdillah bin Utbah dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi Shollallaahu alaihi wasallam bersabda : “ Jika ruku salah seorang dari kalian kemudian mengucapkan dalam ruku’nya : Subhaana robbiyal ‘adzhiim tiga kali maka telah sempurnalah ruku’nya dan itulah (bacaan) terpendek. Dan jika sujud salah seorang di antara kalian kemudian mengucapkan dalam sujudnya : Subhaana robbiyal a’la tiga kali maka telah sempurnalah sujudnya dan itu adalah (bacaan) terpendek “ (H.R Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Dijelaskan oleh para ulama bahwa hadits ini adalah hadits dhoif (mursal) karena sanadnya terputus. Di antaranya Abu Dawud yang mentakhrij hadits tersebut menyatakan bahwa ‘Aun (bin Abdillah bin ‘Utbah) tidak pernah bertemu dengan Ibnu Mas’ud,

AlBukhary menyatakan bahwa hadits ini mursal dan sanadnya tidak bersambung.

Imam AsySyaukani menyatakan : “Tidak ada dalil yang membatasi kesempurnaan tasbih itu dengan batasan tertentu. Tetapi yang mesti dilakukan adalah memperbanyak tasbih, disesuaikan dengan panjangnya sholat tanpa membatasi pada jumlah tertentu” (Lihat Nailul Authar juz 2 hal 275 cetakan Daarul Jayl Beirut tahun 1973 M).

2. Bacaan yang disebutkan dalam hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan AnNasaa’i :

سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ اْلمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ
“ Maha Suci dan Maha Bersih Tuhannya Malaikat dan Ruh (Jibril) “

☀️ Rincian Makna :

 سبُّوْحٌ = Maha Suci
 قدُّوْسٌ   = Maha Bersih
 ربُّ اْلمَلاَئِكَةِ =   Tuhannya Malaikat
  والرُّوْحِ =dan (Tuhannya) Ruh (Jibril) Penjelasan :
▶️ Makna : سُبُّوْحٌ adalah yang terlepas dari segala kekurangan dan sekutu (serikat)serta segala hal yang tidak layak terdapat  dalam Sifat Ilahiyyah.

◀️  قدُّوْسٌadalah yang = terbersihkan dari segala hal yang tidak layak (dinisbatkan) kepada Sang Pencipta (Lihat Aunul Ma’bud karya Abut Thoyyib Muhammad Syamsul haq al-‘Adzhiim  juz 3 hal 88 cetakan Daarul Kutub al-Ilmiyyah Beirut).

▶️ Ibnu Katsir menukil perkataan Ibnu Jarir dalam tafsirnya :      “ Ibnu Jarir berkata : ‘ AtTaqdiis (bacaan : قُدُّوْسٌ ) adalah pengagungan dan pembersihan.

⏺ Sebagaimana ucapan :

  سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ mempunyai makna:
⬅️ سبُّوْحٌ = pensucian bagiNya
⬅️ قدُّوْسٌ = pengagungan dan pembersihan 
▶️ Makna الرُّوْحِ adalah Jibril sebagai Malaikat yang termulya dan tertinggi kedudukannya dibandingkan seluruh Malaikat yang lain seluruhnya.

Sebagaimana sebagian para mufassirin menjelaskan bahwa yang turun pada Lailatul Qodar adalah Malaikat dan Ar-Ruuh, yaitu Jibril  :

تَنَزَّلُ اْلمَلاَئِكَةُ وَ الرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ …(القدر : 4) “ Para Malaikat dan arRuuh (Jibril)  turun pada waktu itu atas idzin Tuhan mereka …”(Q.S AlQodar : 4)

Dalam lafadz doa yang lain Rasulullah juga memohon kepada Allah dengan menyebutkan Allah sebagai Tuhan Jibril, Mikail, dan Isrofil. Sebagaimana lafadz doa iftitah pada sholat malam (qiyaamul lail) yang disebutkan dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Muslim :

كَانَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْل وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْض عَالِمَ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ اْلحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ  (رواه مسلم ) “ Adalah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam jika melakukan qiyaamul lail (sholat malam) beriftitah dalam sholatnya (dengan bacaan) : Allaahumma Robba Jibrooil wa Miikaail wa Isroofiil Faathiros samaawaati wal ardl ‘aalimal ghoibi wasysyahaadah anta tahkumu bayna ‘ibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuuna. Ihdinii limaakhtulifa fiihi minal haqqi bi-idznika innaka tahdii man tasyaa-u ila shiroothim mustaqiim (Wahai Allah Tuhannya Jibril, Mikail dan Isrofil, Sang Pencipta Langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghoib dan nyata, Engkaulah Yang Menentukan hukum di antara hambaMu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Tunjukilah aku kebenaran atas idzinMu dari hal-hal yang diperselisihkan. Sesungguhnya Engkau Pemberi petunjuk kepada orang-orang yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus." (H.R Muslim) 

Maka dalam salah satu bacaan ruku’ ini kita mensucikan Allah, membersihkan dari segala hal yang tidak pantas untuknya, sekaligus kita agungkan Ia, dan kita sebut Ia sebagai Tuhan (Yang Menciptakan dan Memiliki Kekuasaan secara penuh) atas seluruh para Malaikat, yang salah satu di antara Malaikat yang paling mulya dan paling utama adalah Jibril.

Bacaan ini selain disyariatkan dalam ruku’ juga dalam sujud.

3. Bacaan ruku’ yang disebutkan dalam hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh alBukhari dan Muslim :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي “Maha Suci Engkau Yaa Allah Tuhan kami dan kami memujiMu, Yaa Allah ampunilah aku “

☀️ Rincian Makna :

 سُبْحَانَكَ =  Maha Suci Engkau
 اللَّهُمَّ = Yaa Allah
  رَبَّنَا = Wahai Tuhan kami
  وَبِحَمْدِكَ = dan kami memujiMu
  اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي = Yaa Allah ampunilah aku

Penjelasan :
Lafadz hadits secara lengkap tentang bacaan ini:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ فِي رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي يَتَأَوَّلُ اْلقُرْآنَ “ Dari ‘Aisyah beliau berkata : ‘Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam memperbanyak membaca dalam ruku’ dan sujudnya :’ Subhaanakallaahumma robbanaa wabihamdika Allaahummaghfirlii ‘ sebagai implementasi penafsiran AlQuran “ (H.R AlBukhari-Muslim).

Dijelaskan oleh para Ulama’ bahwa ayat AlQuran yang ditafsirkan dengan bacaan ini oleh Nabi adalah ayat-ayat dalam surat AnNashr.
Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain :

مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ صَلاَةً بَعْدَ أَنْ نُزِلَتْ عَلَيْهِ :إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَاْلفَتْحُ ...(النصر 1- 3) إِلاَّ يَقُوْلُ فِيْهَا سُبْحَانَكَ... “ Tidaklah Nabi shollallaahu ‘alaihi wa aalihi wasallam sholat setelah turunnya (Surat AnNashr: 1-3) kecuali membaca (di dalam ruku’ dan sujudnya ) : Subhaanakallaahumma Robbanaa wabihamdika Allaahummaghfirlii “ (Lihat Nailul Authar karya Imam AsySyaukani juz 2 hal 274 cetakan Daarul Jayl Beirut tahun 1973 M).

Dalam hal ini Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam melaksanakan perintah Allah dalam ayat AnNashr yaitu :

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ...(النصر : 3) “ Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepadaNya …”(Q.S AnNashr :3)
  
Sahabat Ibnu Abbas menyatakan bahwa turunnya surat AnNashr tersebut sebagai pertanda bahwa ajal Rasulullah sudah dekat dan memang beliau kemudian meninggal pada tahun yang sama dengan diturunkannya surat AnNashr tersebut.

Dengan terjadinya Fathu Makkah (penaklukan kota Mekkah secara damai oleh kaum muslimin yang dipimpin Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam), maka tugas beliau sebagai penyampai risalah sudah hampir berakhir demikian juga dengan masa hidup beliau di dunia, sehingga kemudian beliau diperintahkan untuk selalu memperbanyak membaca tasbih dengan memuji Allah serta ber-istighfar kepadaNya.

Sejak turunnya ayat tersebut beliau selalu membaca bacaan ini dalam ruku’ dan sujud beliau, dan bacaan ini dituntunkan untuk dibaca ummatnya dalam ruku’ dan sujud sebagaimana bacaan-bacaan lain yang diajarkan oleh beliau –semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah pada beliau, keluarga dan segenap keturunan beliau yang sholih, para Sahabat, serta seluruh kaum muslimin yang terus konsisten menjalankan Sunnah-Sunnah beliau sampai hari kiamat -.

4. Bacaan dalam ruku’ dan sujud yang disebutkan dalam hadits ‘Auf bin Malik alAsyja’i yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, AnNasaa’i, dan Ahmad :

سُبْحَانَ ذِي اْلجَبَرُوْتِ وَاْلمَلَكُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَاْلعَظَمَةِ “ Maha Suci (Allah) Yang memiliki kemampuan untuk menundukkan, kepemilikan dan kekuasaan yang mutlak, kekuasaan, dan keagungan “

☀️ Rincian Makna :

 سُبْحَانَ = Maha Suci
  ذِي =  Yang memiliki
 اْلجَبَرُوْتِ = Kemampuan untuk menundukkan
  وَاْلمَلَكُوْتِ  = dan kepemilikan dan kepenguasaan mutlak
  وَالْكِبْرِيَاءِ = dan Kekuasaan 
 وَاْلعَظَمَةِ = dan Keagungan Penjelasan :

Makna : اْلجَبَرُوْت adalah kekuasaan dan kemampuan penuh untuk memaksa dan mengalahkan, sebagaimana dijelaskan makna ini dalam kitab Aunul Ma’bud karya Abut Thoyyib Syamsul haq al-‘Adzhiim Aabadii. Allah Subhaanahu wa Ta’ala memiliki kekuasaan dan kemampuan secara mutlak untuk memaksa seluruh hambaNya untuk tunduk pada kekuasaanNya, sebagaimana dalam firmanNya :

وَهُوَ اْلقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ...(الأنعام : 18) “ Dan Dialah Allah Yang memiliki kekuasaan untuk memaksa/ menundukkan hamba-hambaNya “(Q.S AlAn’aam :18).

Makna :  الْمَلَكُوت adalah kepemilikan dan kepenguasaan secara mutlak lahir dan batin. Segala sesuatu dimiliki dan dikuasai oleh Allah secara mutlak. Sebagaimana dalam firmanNya :

لِلهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ  ...(البقرة :284) “Hanya milik Allah sajalah segala yang ada di langit dan di bumi “(Q.S AlBaqoroh :284).

Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا “ Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah kemudian dia berkata : Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun, Allaahumma’jurnii fii mushiibatii wa akhliflii khoyron minhaa “( Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami akan dikembalikan. Yaa Allah berikanlah aku pahala atas musibahku ini dan beri ganti aku dengan yang lebih baik ), kecuali Allah akan memberi pahala atas musibahnya itu dan akan menggantikan yang lebih baik baginya “ (H.R Muslim dari Ummu Salamah, salah seorang istri Nabi).

Makna :  الْكِبْرِيَاءِadalah kekuasaan, sebagaimana Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :

وَلَهُ اْلكِبْرِيآءُ فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَهُوَ اْلعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ (الجاثية : 37) “ Dan bagi Allahlah al-kibriyaa’ (kekuasaan) di langit dan bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “(Q.S AlJaatsiyah :37).

Makna lain dari الْكِبْرِيَاءِ adalah keangkuhan atau kesombongan.

Al Imam AlQurthuby menyatakan : الْكِبْرِيَاء adalah sifat yang jika (dinisbatkan) pada Allah adalah suatu hal yang terpuji, jika (dinisbatkan) pada makhluk adalah sifat yang tercela. (Lihat Tafsir AlQurthuby juz 18 (dari 20 juz) hal 47 cetakan Daaru asySya’b Kairo tahun 1372 H).

5. Bacaan ruku’ yang disebutkan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib yang diriwayatkan oleh Muslim , Abu Dawud, AtTirmidzi, dan Ahmad:

  اللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَبَصَرِيْ وَمُخِّي   وَعَظْمِيْ وَعَصَبِيْ  “Yaa Allah, untukMu aku ruku’ dan kepadaMu aku beriman dan kepadaMu aku menyerahkan diriku. Tunduk kepadaMu pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku, dan urat syarafku”

☀️Rincian Makna :

 اللَّهُمَّ =  Yaa Allah
 لَكَ رَكَعْتُ = untukMu aku ruku
 وَبِكَ آمَنْتُ = dan kepadaMu aku beriman
 وَلَكَ أَسْلَمْتُ = dan kepadaMu aku menyerahkan diriku
 خَشَعَ لَكَ = tunduk kepadaMu
 سَمْعِيْ  =  pendengaranku
 وَبَصَرِيْ  = dan penglihatanku
 وَمُخِّي  = dan otakku
 وَعَظْمِيْ =  dan tulangku
 وَعَصَبِيْ = dan uratku

Penjelasan :

Dalam bacaan ini kita agungkan Allah dan kita nyatakan bahwa kita ruku’ untukNya semata. Kita beriman kepadaNya dan kita pasrahkan diri kita padaNya.

Ibnul Malik menjelaskan bahwa  kita tundukkan pendengaran dan penglihatan kepada Allah artinya kita jadikan 2 indera itu tenang di hadapanNya, sehingga tidaklah mendengar kecuali dariNya, dan tidaklah melihat kecuali karena Allah dan kepadaNya (kepada yang disyariatkan Allah,pen).

Pengkhususan penyebutan 2 indera ini adalah karena mayoritas penyakit-penyakit (hati) bersumber darinya, sehingga jika keduanya tunduk (kepada Allah), maka akan meminimalkan (atau bahkan meniadakan) perasaan was-was.

Dijelaskan oleh Ibnu Ruslan bahwa disebutkan pula (ketundukan) otak, karena inti segala sesuatu adalah ‘otak’. Sedangkan penyebutan tulang dan urat, adalah untuk pernyataan bahwa tidaklah tulang-tulang dan urat-urat kita tegak dan bergerak kecuali karena Allah dan untuk menjalankan ketaatan kepadaNya. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi karya AlMubarakfury juz 9 hal 265).

~~~~~~~~~~~~~~~~

Dikutip dari Buku "Memahami Makna Bacaan Sholat"
(Sebuah Upaya Menikmati Indahnya Dialog Suci dengan Ilahi).

▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.

=====================
http://telegram.me/alistiqomah
Pada 13.12.2015,
14.12.2015, dan
15.12.2015

Postingan terkait: