BAB KETIGA BELAS: ISTI’ADZAH KEPADA SELAIN ALLAH ADALAH KESYIRIKAN.
Pendahuluan.
✏️
Makna al-Isti’adzah adalah meminta perlindungan secara pasrah
sepenuhnya dalam hati kepada Allah dari suatu hal yang ditakutkan atau
dibenci.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk beristi’adzah hanya kepada Allah:
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk beristi’adzah hanya kepada Allah:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
dan jika Syaithan menimpakan kepadamu godaan (perasaan marah, was-was),
maka berlindunglah kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui (Q.S al-A’raaf:200).
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3)
Katakan: aku berlindung kepada Tuhan manusia, Penguasa manusia, Sesembahan manusia (Q.S anNaas ayat 1-3).
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa istiadzah adalah ibadah yang hanya boleh dipersembahkan kepada Allah semata.
Meminta perlindungan kepada makhluk –secara fisik/ dhahir- yang diberi kemampuan oleh Allah untuk memberi perlindungan dan juga diijinkan secara syar’i oleh Allah adalah diperbolehkan.
Meminta perlindungan kepada makhluk –secara fisik/ dhahir- yang diberi kemampuan oleh Allah untuk memberi perlindungan dan juga diijinkan secara syar’i oleh Allah adalah diperbolehkan.
⏳
Sebagai contoh, Nabi shollallahu alaihi wasallam meminta perlindungan
kepada Muth’im bin Adi, seorang kafir ketika pulang dari Thaif menuju
Makkah. Muth’im bin Adi bersama anak-anaknya menjaga Nabi dengan pedang
mereka saat thowaf di Ka’bah (as-Siiroh anNabawiyyah karya Ibn Katsir
(2/154)). Atas perlindungan dari Muth’im bin Adi itulah, maka Nabi tetap
mengingat jasanya. Seandainya Muth’im bin Adi masih hidup setelah
terjadinya perang Badr dan meminta kepada Nabi untuk membebaskan tawanan
Badr, niscaya Nabi akan mengabulkannya.
عَنْ جُبَيْرِ
بْنِ مُطْعِم رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي أُسَارَى بَدْرٍ لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ
عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ
لَهُ
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu anhu bahwa
Nabi shollallahu alaihi wasallam berkata tentang tawanan-tawanan Badr:
Kalau seandainya al-Muth’im bin Adi masih hidup kemudian berbicara
kepadaku tentang orang-orang busuk ini, niscaya aku tinggalkan
(serahkan) kepadanya (H.R al-Bukhari).
Berlindung kepada makhluk secara fisik diperbolehkan dengan 3 syarat:
1️.
Hati tetap pasrah sepenuhnya kepada Allah bahwa hanya Dia satu-satunya
yang bisa menolak kemudharatan. Makhluk yang menjadi tempat perlindungan
diyakini hanyalah sebagai sebab.
2️. Makhluk itu
memang hadir langsung dan diberi kemampuan oleh Allah untuk memberikan
bantuan kepadanya. Seperti orang kuat atau pihak berwenang (kepolisian)
yang akan menangani pihak yang akan mengancam keselamatannya, atau
seperti pawang ular ketika kita akan diserang oleh ular, dan semisalnya.
Adapun untuk hal-hal yang hanya Allah saja yang mampu untuk mengatasinya seperti ancaman marabahaya bencana alam (gunung meletus), maka tidak boleh meminta perlindungan kepada selain Allah. Seperti yang dilakukan sebagian orang yang ketika ada ancaman gunung meletus kemudian dia meminta perlindungan kepada Jin penjaga gunung, maka itu adalah kesyirikan.
Adapun untuk hal-hal yang hanya Allah saja yang mampu untuk mengatasinya seperti ancaman marabahaya bencana alam (gunung meletus), maka tidak boleh meminta perlindungan kepada selain Allah. Seperti yang dilakukan sebagian orang yang ketika ada ancaman gunung meletus kemudian dia meminta perlindungan kepada Jin penjaga gunung, maka itu adalah kesyirikan.
3️. Meski makhluk itu mampu untuk
melakukannya, namun harus diijinkan Allah secara syar’i. Contoh: Bisa
saja suatu Jin mampu untuk menolong seseorang dengan memindahkan suatu
benda atau semisalnya, namun dalam syariat Nabi Muhammad shollallahu
alaihi wasallam diharamkan (tidak diijinkan secara syar’i) bagi seorang
muslim untuk meminta bantuan kepada Jin. Untuk syariat pada Nabi
Sulaiman diperbolehkan, namun pada syariat Nabi Muhammad shollallahu
alaihi wasallam tidak diperbolehkan. Saat menangkap Ifrit dari kalangan
Jin yang mengganggu sholat beliau, Nabi tidak menahan, mengikat, untuk
dikuasainya. Karena beliau mengingat doa Nabi Sulaiman yang meminta agar
diberi kekuasaan yang khusus untuk beliau (dalam menundukkan Jin dan
menjadikannya sebagai pelayan) dan tidak diberikan kepada siapapun
sepeninggal Nabi Sulaiman.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّتَ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ صَلَاتِي فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ فَأَخَذْتُهُ فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبُطَهُ عَلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ دَعْوَةَ أَخِي سُلَيْمَانَ رَبِّ { هَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي } فَرَدَدْتُهُ خَاسِئًا
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الْجِنِّ تَفَلَّتَ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ صَلَاتِي فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ فَأَخَذْتُهُ فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبُطَهُ عَلَى سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تَنْظُرُوا إِلَيْهِ كُلُّكُمْ فَذَكَرْتُ دَعْوَةَ أَخِي سُلَيْمَانَ رَبِّ { هَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي } فَرَدَدْتُهُ خَاسِئًا
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- dari Nabi shollallahu alaihi
wasallam sesungguhnya Ifrit dari kalangan Jin datang tiba-tiba tadi
malam untuk memutus sholatku. Kemudian Allah memberikan kemampuan
kepadaku untuk menguasainya. Akupun memegangnya. Aku berkeinginan untuk
mengikatnya di tiang masjid sehingga kalian bisa melihatnya. Kemudian
aku teringat doa saudaraku Sulaiman : « Wahai Tuhanku, anugerahkan
kepadaku kekuasaan yang tidak boleh ada bagi siapapun setelahku (Q.S
Shaad: 35) » kemudian aku lepaskan ia dalam keadaan hina (H.R
al-Bukhari).
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dikutip dari Draf Buku " Tauhid, Anugerah yang Tak Tergantikan "
▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.
=====================
✍️ http://telegram.me/alistiqomah
24/03/2017
PERINGATAN! Berikut himbauan al Ustadz Abu Utsman Kharisman terkait Channel Telegram Al-Istiqomah silakan baca di link ini
✍️ http://telegram.me/alistiqomah
24/03/2017
PERINGATAN! Berikut himbauan al Ustadz Abu Utsman Kharisman terkait Channel Telegram Al-Istiqomah silakan baca di link ini
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi