Tata Cara Shalat Gerhana

Tata Cara Shalat Gerhana

Berikut ini beberapa hal terkait dengan tata cara shalat gerhana.

Panggilan untuk shalat gerhana

Tidak ada azan dan iqamah untuk shalat gerhana. Yang ada ialah panggilan, “Ash-shalatu jami’ah.”

Hal ini sebagaimana riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhuma yang mengatakan, “Ketika terjadi gerhana matahari (pada zaman Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam), diserukan, ‘Ash-shalatu jami’ah’.”

Pelaksanaan shalat gerhana

Shalat gerhana dilaksanakan dua rakaat. Perbedaannya dengan shalat yang lain, setiap rakaat shalat gerhana terdapat dua rukuk. Jadi, dua rakaat shalat gerhana memiliki empat rukuk.

Rincian cara shalatnya adalah seperti tata cara shalat biasa. Hanya saja, setelah membaca surat kemudian rukuk dan bangkit dari rukuk, membaca sami’allahu liman hamidah, rabbana walakal hamdu (sebagaimana hadits Aisyah radhiallahu ‘anha yang muttafaqun alaih), dilanjutkan membaca al-Fatihah dan surat lagi.

Disyariatkan berdiri dan rukuk pertama lebih lama daripada yang kedua. Setelah selesai bacaan kedua, dia rukuk kembali, bangkit, membaca sami’allahu liman hamidah rabbanawalakal hamdu, dan i’tidal. Setelah itu dilanjutkan sebagaimana biasa. Demikian pula pada rakaat kedua.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pelaksanaan shalat gerhana.

Apabila Tertinggal Satu Rukuk

Satu rakaat dalam shalat gerhana ada dua kali rukuk. Apabila tertinggal satu rukuk, dia harus menambah satu rakaat lagi. Demikian yang dijelaskan oleh asy-Syaikh Muhammad Bazmul hafizhahullah dalam kitab BughyatulMutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat gerhana dengan bacaan yang panjang.

Nabi memperpanjang bacaan tersebut sampai hilang gerhana itu. Meski demikian, untuk bacaan yang panjang seperti itu, perlu memerhatikan keadaan makmum. Wallahu a’lam.

Seandainya shalat telah selesai sementara gerhana belum hilang, perbanyaklah membaca zikir, tahlil, dan zikir sejenisnya. Bisa pula diulangi kembali shalatnya, sebagaimana penjelasan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan dalam kitabnya, al-Mulakhkhash al-Fiqhi.

Bacaan pada shalat gerhana dilakukan dengan suara keras (jahr) meski pada siang hari.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang melakukan shalat karena gerhana matahari. Begitu pula pada malam hari ketika terjadi gerhana bulan, bacaan shalat gerhana dilakukan dengan jahr (keras).

Shalat gerhana dilakukan secara berjamaah di masjid.

Tentu saja hal ini juga boleh dilakukan oleh jamaah wanita. Di masa para sahabat, kaum wanita mengikuti shalat gerhana.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari mengatakan, “Jika imam rawatib tidak datang, salah seorang yang hadir menjadi imam.”

Apabila tidak ada seorang pun yang bisa diajak berjamaah, dia diperbolehkan melakukan shalat gerhana sendirian. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh asy-Syaikh Shalih al-Fauzan dalam kitabnya, al-Mulakhkhash al-Fiqhi.

Shalat gerhana dilakukan kapan saja saat terjadi gerhana.

Shalat gerhana boleh dilakukan meski di akhir siang atau di akhir malam, asalkan saat itu terjadi gerhana.

oleh al-Ustadz Qomar ZA, Lc.

Dinukil dari http://asysyariah.com/tata-cara-shalat-gerhana/
Pada 24.01.2016


Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi