Kisah Dakwah di Boven Digoel

RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
( Edisi 08 )

Bayangkan lalu bandingkan! Kepadatan penduduk (jika layak disebut padat) antara Boven Digoel dengan Kulonprogo. Dengan jumlah penduduk kurang lebih tujuh puluh ribu jiwa, yang tersebar di luas wilayah lebih kurang 27.108 km². Berapa jiwa yang menetap di tiap kilometernya? Sangat jarang dan berjarak, bukan?

Kalau panjenengan hanya membayangkan, saya disini langsung menyaksikan. Boven Digoel adalah sebuah Kabupaten hasil pemekaran dari Merauke pada sepuluh tahun yang lalu. Terletak di bagian timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea, Boven Digoel terletak di sebelah selatan pegunungan Jayawijaya.

Boven Digoel terhitung sebagai salah satu daerah pedalaman Papua. Beberapa ikhwan Salafy yang sekian lama bertugas dinas dan pernah masuk ke bagian terdalam, memberi kesaksian yang menunjukkan bahwa cerita tentang anak suku pedalaman yang masih memakan manusia benar-benar ada. Rupanya itu bukan cerita fiktif belaka.

Ada dua puluh distrik (sebutan untuk kecamatan) di Boven Digoel. Jarak tempuh terjauh dari ibukota Boven Digoel adalah ke distrik Waropko. Dengan menggunakan transportasi sungai, jarak Boven Digoel-Waropko mencapai 200 mil. Nama-nama distrik sendiri terdengar aneh, seperti ; Ambatwaki, Firiwage, Manggelum, Mindiptana, Yaniruma, Kawagit, Iniyandit dan lain-lain. Meskipun ada nama yang agak akrab dengan ikhwan Lendah, yaitu distrik Subur.

Menurut cerita, Boven Digoel sebagai kawasan hidup dibuka pertama kali oleh Kapten LTh Becking, seorang perwira Belanda pada tahun 1927. Kawasan ini dulunya adalah hutan rimba dan rawa-rawa tempat hidup ular dan buaya. Masjid Raya Baiturrahmah yang kami tempati selama daurah, halaman depannya saat pembangunan harus ditimbun sebanyak seribuan rit. Sebab, lokasinya berbentuk rawa-rawa yang dalam.

Namun, semenjak pemekaran, Boven Digoel kini sudah sangat banyak berubah. Keganasan dan kesan primitif walaupun masih ada, akan tetapi tidak lagi seperti dulu. Kaum pendatang yang berasal dari Jawa dan Sulawesi mempunyai peran yang tidak sedikit dalam proses pengembangan wilayah. Tata lingkungan pun sudah terlihat rapi dan teratur. Satu hal yang masih agak susah sampai sekarang adalah keberadaan sinyal telekomunikasi. Saat ini hanya pada titik tertentu dan waktu tertentu saja,  bahkan hanya oleh satu provider saja sinyal dapat diterima.

Umat Islam di Boven Digoel mengambil kurang lebih 30% dari jumlah penduduk. Hanya sedikit sekali penduduk lokal yang memeluk agama Islam. Selainnya ada agama Katolik dan Protestan yang lebih dominan.

Ada satu hal yang bisa saya simpulkan sementara, yaitu penduduk lokal yang beragama non muslim, pada dasarnya bisa menerima kehadiran umat Islam. Barangkali menyusupnya provokator lah yang harus diantisipasi.

Ke depan, penerimaan dakwah Islam yang lebih luas oleh penduduk lokal bukanlah sebuah kemustahilan. Salah satu contoh, ketika ada salah seorang mekanik dari RRI (bukan RII) yang sedang bertugas untuk menyiarkan live khutbah Jum’at oleh Ustadz Ayip Hafidzahulloh, saya sapa sambil saya berikan minuman botol dan sebuah minuman kotak, hingga saya terlibat perbincangan yang cukup hangat. Padahal mekanik tersebut beragama nasrani.

Ada sebuah harapan, dengan sikap baik dan akhlak mulia dalam berdakwah, mereka para penduduk lokal akan tertarik untuk masuk Islam. Semoga.

00000____00000

Boven Digoel barangkali bisa dimasukkan dalam prioritas dakwah Salafiyyah. Kenapa demikian? Karena corak dan warna aliran Islam di Boven Digoel tidak begitu terlihat “ramai”. Berdasarkan kesaksian dari ikhwan-ikhwan disini, umat Islam di Boven Digoel mayoritasnya adalah awam. Organisasi dan kelompok Islam tidak begitu kentara. Sekalipun ada, satu atau dua, hampir tidak ada kegiatan mereka yang aktif.

Berbeda dengan Salafiyyin. Sebagai salah satu indikatornya adalah Masjid Raya Boven Digoel yang dapat dikondisikan diatas Sunnah. "Sesuai Sunnah Nabi" adalah ungkapan yang biasa digunakan oleh ikhwan-ikhwan kita untuk beralasan ketika ingin menyampaikan atau menerapkan Sunnah Nabi. Hampir seluruh jajaran PKM (Panitia Kesejahteraan Masjid) Masjid Raya berasal dari ikhwan-ikhwan kita.

Untuk pusat Kabupaten Boven Digoel, yaitu Tanah Merah atau Mandobo, sekaligus lokasi kajian, ada lima masjid yang berdiri. Empat masjid diantaranya, termasuk Masjid Raya dapat digunakan untuk dakwah Salafiyyah. Bahkan masjid At-Taqwa di KM  3, ketua PKM nya telah berlangganan majalah Asy Syari’ah. Masyarakat dan PKM telah membeli tanah dengan status wakaf untuk digunakan sebagai lokasi pondok pesantren Salafiyyin. Sebuah asa untuk generasi muda Islam di Boven Digoel.

Seberapa besar sih antusias umat Islam di Boven Digoel terhadap dakwah Sunnah? Sangat antusias! Hari pertama tiba disini, kami disambut oleh ikhwan-ikhwan yang selama ini mempunyai semangat untuk mempelajari Sunnah. Hampir di setiap lini kerja ada Sunnah disana. Ikhwan-ikhwan ada yang berasal dari TNI/Polri, Dokter dan Perawat, Kepala Dolog, Sekretaris Dukcapil, Guru-guru Sekolah, Pegawai Bappeda, Pengusaha, sampai para pedagang.

Untuk ukuran waktu, jika dibandingkan dengan seberapa luas penerimaan masyarakat, dakwah Sunnah terbilang cukup pesat. Apalagi warna dakwah Sunnah saat ini bisa menjadi warna yang utama dan mencolok. Pakaian syar’i bukanlah satu hal yang aneh disini.

Al-Ustadz Shadiqun Hafidzahulloh yang berasal dari Ambon, boleh disebut sebagai perintis dakwah di Boven Digoel. Beliau datang pada tahun 2014. Kali ini, Ustadz Shadiqun sudah sampai ke distrik Mindiptana, yang jaraknya kurang lebih 80 km dari pusat Boven Digoel.

Khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Ayip Hafidzahulloh di Masjid Raya Baiturrahmah turut disiarkan oleh RRI setempat. Bahkan saat pagi hari, saya sempat mengikuti siaran pengumuman di RRI yang menyampaikan tentang kegiatan Kajian kita selama dua hari di Boven Digoel. Padahal, RRI mayoritasnya adalah kaum nasrani. Beberapa Kajian Ustadz Shadiqun pun pernah disiarkan ulang oleh RRI setempat.

Inilah salah satu ladang dakwah Sunnah. Dakwah Salafiyyah. Masyarakat Muslim Boven Digoel yang belum begitu diwarnai oleh kelompok-kelompok atau sekte Islam menjadi pekerjaan rumah bagi kita untuk digarap. Mari mengupayakan agar dakwah pertama yang mereka kenal adalah dakwah Sunnah.

Masjid Raya, juga masjid At-Taqwa, melalui PKM-nya, sudah meminta bahkan memohon untuk diupayakan seorang ustadz yang dapat menetap di Boven Digoel. Minimalnya sebulan penuh di bulan Ramadhan. Bila mungkin, setiap tiga bulan sekali ada Ustadz yang datang mengisi kajian. Sebuah permintaan yang -sekali lagi- mengingatkan kita untuk lebih rajin dan semangat Ngaji. Semangat thalabul ilmi.

Panjenengan yang dekat dan mudah menuju tempat Ngaji atau bahkan tinggal di sekitar Pondok Salafy, bersyukurlah! Rajin-rajinlah menghadiri majlis ilmu. Tidak menutup kemungkinan, jika kita tidak pandai bersyukur, Allah akan mencabut nikmat ilmu, majlis ilmu atau keberadaan Ustadz.

Sudah seharusnya Anda semangat Ngaji, agar kelak Anda bisa bergantian untuk bertugas dakwah di Boven Digoel dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Karena jika anda tidak bersemangat, khawatirnya nikmat ilmu yang selama ini anda rasakan akan hilang. Anda yang akan kehilangan kesempatan untuk bisa lagi duduk dimajlis ilmu. Sebab -bisa saja-, mereka para Ustadz lebih tertarik untuk berdakwah di Boven Digoel. Karena, masyarakat disana sangat antusias dalam menerima dakwah Salafiyyah. Wallahu a’lam

Saudaramu di jalan Allah

Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

Boven Digoel,
Sabtu 26 Maret 2016
(Mulai Rindu Lendah)

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
https://telegram.me/kajianislamlendah
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Pada 27.03.2016

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi