Memberi Bantuan Makanan untuk Keluarga Yang Bersedih

MEMBERI BANTUAN MAKANAN UNTUK KELUARGA YANG BERSEDIH

480- وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: - لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرٍ –حِينَ قُتِلَ- قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – "اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا, فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ" – أَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ, إِلَّا النَّسَائِيّ

Dari Abdullah bin Ja’far radhiyallahu anhu beliau berkata: Ketika datang khabar kematian Ja’far saat terbunuh (dalam pertempuran), Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam bersabda: Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far karena mereka tengah mengalami (kesedihan) yang menyibukkan mereka (riwayat Imam yang Lima kecuali anNasaai)

📌 PENJELASAN:

Ja’far bin Abi Tholib adalah sepupu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Beliau meninggal pada waktu perang Mu’tah. Ketika sampai kabar kematiannya tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada para tetangganya untuk membuatkan makanan bagi keluarga Ja’far, karena keluarga Ja’far sedang dirundung kesedihan yang sangat. Inilah yang dituntunkan oleh Nabi.

Pemberian makanan itu sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan. Bukan dalam jumlah besar sehingga menyerupai walimah (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/70).

Sebaliknya, keluarga yang ditinggalkan yang sedang dalam kesedihan, jangan sampai terbebani untuk menghidangkan makanan bagi orang lain. Bahkan, Sahabat Nabi menganggap hidangan yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan untuk perkumpulan orang pada masa-masa berkabung setelah jenazah dimakamkan tersebut termasuk niyahah (meratap).

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنْ النِّيَاحَةِ

Dari Jarir bin Abdillah al-Bajaliy –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Kami (para Sahabat Nabi) memandang berkumpulnya orang-orang pada keluarga mayit dan keluarga mayit membuatkan makanan untuk mereka setelah dikuburkan, adalah termasuk niyahah (meratap)(H.R Ahmad no 6611 dan Ibnu Majah no 1601)

Pada sebagian tempat, kaum muslimin yang sudah dirundung kesedihan yang sangat tidak jarang harus berhutang ke sana ke mari untuk biaya yang banyak. Biaya yang banyak itu adalah untuk menghidangkan makanan bagi para hadirin. Kemudian mereka menghibur diri sambil mengatakan bahwa itu adalah shodaqoh dari mayit. Jika memang shodaqoh, mengapa harus sampai berhutang? Padahal, hutang bisa menyebabkan ruh mayit tertahan, hingga ditunaikan hutangnya.

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa (ruh) seorang mukmin tergantung (tertahan) dengan hutangnya hingga ditunaikan (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah).

Padahal, mereka berhutang bukan untuk sesuatu yang sebenarnya sunnah, tapi justru dianggap oleh Sahabat Nabi sebagai meratap (telah lewat pembahasan tentang ancaman Nabi terhadap orang-orang yang meratap).

Nasehat juga untuk yang datang bertakziyah. Janganlah mengharapkan mendapatkan hidangan makanan di rumah duka. Sebagian orang, ketika belum makan dan ketepatan akan berangkat takziyah ia berpikir: sudahlah, toh nanti di sana akan disajikan hidangan. Pola pikir semacam itu sudah seharusnya dihilangkan. Tuan rumah tidak perlu mengeluarkan hidangan makanan untuk orang yang bertakziyah, cukup sekedar air minum ala kadarnya jika diperlukan, kecuali jika ada tamu jauh yang kebetulan datang berkunjung. Itupun seharusnya sang tamu juga memaklumi bahwa tuan rumah sedang dalam suasana duka.

Tujuan utama bertakziyah adalah untuk turut berbelasungkawa dan menguatkan keluarga yang ditinggalkan serta menganjurkan untuk bersabar atas taqdir Allah. Takziyah yang diniatkan ikhlas karena Allah dan sesuai bimbingan Rasul-Nya akan mendapatkan pahala yang agung

مَنْ عَزَّى أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي مُصِيبَةٍ، كَسَاهُ اللهُ حُلَّةً خَضْرَاءَ يُحْبَرُ بِهَا

Barangsiapa yang bertakziyah (menghibur) saudaranya muslim dalam musibah, Allah akan memakaikan pakaian hijau yang diinginkan oleh orang-orang yang melihatnya (H.R al-Baihaqy dalam Syuabul Iman)

Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan petunjuk kepada kaum muslimin untuk menjalankan amalan-amalan yang sesuai dengan Sunnah Nabi-Nya.
 
〰〰〰

📝 Disalin dari buku "Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shollallaahu Alaihi Wasallam (Syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram)".  Penerbit Pustaka Hudaya, halaman 149-152.

💺 Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله.

〰〰〰〰〰〰〰
📚🔰Salafy Kendari || http://bit.ly/salafy-kendari
Pada 27.03.2016

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi