HUKUM KULTUM SHALAT TARAWIH
🔉 Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan :
Bagaimana hukum ceramah atau nasehat yang disampaikan di antara atau di tengah-tengah shalat Tarawih secara kontinu?
Jawaban :
Tidaklah mengapa sekiranya (imam) berdiri untuk dua raka’at selanjutnya lantas melihat ketidaklurusan atau celah dan kerenggangan pada shaf para makmum, kemudian ia berkata :
‘اِسْتَوُوْا أَوْ تَرَاصُّوْا
“Luruskan atau rapatkan (shaf)!” Yang semacam ini tidak mengapa.
Adapun ceramah atau nasehat (seiring atau di antara shalat Tarawih), maka jangan. Sebab yang demikian bukanlah petunjuk Salaf. Akan tetapi, nasehat dapat disampaikan sekiranya memang ada kebutuhan untuk itu, atau selepas shalat Tarawih jika diinginkan. Namun, apabila diniatkan sebagai ta’abbud (ritual ibadah) maka terjatuh pada bid’ah. Dan, tanda hal tersebut dilakukan dengan niat ta’abbud adalah dengan melakukannya secara kontinu setiap malam.Selanjutnya, kami katakan :
Wahai Saudaraku, mengapa Anda memberi ceramah kepada manusia? Bukankah bisa jadi sebagian orang memiliki kesibukan dan ingin segera menyelesaikan shalat Tarawih, dan berpaling (bersama imam sampai akhir selesai sholat) untuk mendapatkan ucapan Nabi shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam :
‘مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang melakukan shalat (Tarawih) bersama imam sampai imam selesai dan berpaling maka dicatat baginya shalat semalam penuh.” Kalaupun Anda senang (memberi) ceramah dan setengah, bahkan 3/4 dari jama’ah pun senang dengan ceramah tersebut, maka janganlah memenjarakan 1/4 sisanya karena kecintaan 3/4 jama’ah tadi. Bukankah Rasulullah shalaLlāhu ‘alaihi wa sallam berkata, yang kurang lebihnya :
إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفُ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِ ضَعِيْفٍ والْمَرِيْضِ وَذِي الْحَاجَةِ
“Jika seseorang dari kalian mengimami manusia, maka ringankanlah, sebab di belakangnya terdapat orang yang lemah, sakit atau memiliki keperluan.”
Maksudnya, janganlah menyamakan kondisi manusia dengan kondisi dirimu atau mereka yang menyukai ceramah tersebut. Namun samakanlah manusia dengan hal-hal yang melegakan mereka. Shalatlah Tarawih bersama mereka. Selepas shalat, setelah Anda dan orang-orang berpaling dari shalat, maka silahkan Anda menyampaikan apa yang Anda sukai dari ceramah. Kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat serta amal shalih. Berikan kabar gembira kepada mereka untuk menghadiri majelis tersebut. Sebab :
‘ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan permudah jalannya menuju surga.”
Al-Hamdu liLlāhi Rabbil ‘ālamīn. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabat beliau.
📀Liqa' al-Bab al-Mafuh 118
سئل الشيخ محمد ابن عثيمين رحمه الله في ( لقاء الباب المفتوح [118] ) عن ذلك :
السؤال: ما حكم الموعظة بين صلاة التراويح أو في وسطها ويكون هذا دائماً؟
فأجاب الشيخ ابن عثيمين- رحمه الله-: ...
أما الموعظة فلا، لأن هذا ليس من هدي السلف , لكن يعظهم إذا دعت الحاجة أو شاء بعد التراويح، وإذا قصد بهذا التعبد فهو بدعة, وعلامة قصد التعبد أن يداوم عليها كل ليلة, ثم نقول: لماذا يا أخي تعظ الناس؟ قد يكون لبعض الناس شغل يحب أن ينتهي من التراويح وينصرف ليدرك قول الرسول عليه الصلاة والسلام: ( من قام مع الإمام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة ) وإذا كنت أنت تحب الموعظة ويحبها أيضاً نصف الناس بل يحبها ثلاثة أرباع الناس فلا تسجن الربع الأخير من أجل محبة ثلاثة أرباع, أليس الرسول صلى الله عليه وسلم قال: ( إذا أمّ أحدكم الناس فليخفف فإن من ورائه ضعيف والمريض وذي الحاجة ) أو كما عليه الصلاة والسلام, يعني: لا تقس الناس بنفسك أو بنفس الآخرين الذين يحبون الكلام والموعظة, قس الناس بما يريحهم, صلِّ بهم التراويح وإذا انتهيت من ذلك وانصرفت من صلاتك وانصرف الناس فقل ما شئت من القول. نسأل الله أن يرزقنا وإياكم العلم النافع والعمل الصالح، وأبشروا بالخير بالحضور إلى هذا المكان لأن: ( من سلك طريقاً يلتمس فيه علماً سهل الله له به طريقاً إلى الجنة )
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين." انتهى.
Penjelasan dari Al Ustadz Muhammad bin ‘Umar As Sewed hafizhahullah
Pertanyaan :
Pada sebagian umat Islam, jika selesai salat tarawih, sebelum tarawih pasti ada kultum. Apa ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apa itu bid’ah?
‘Jawaban :
Namanya kultum atau nasihat, kapan saja boleh. Setelah tarawih, sebelum tarawih, atau sebelum salat witir, semua boleh. Kita memberikan nasihat ketika berkumpulnya mereka, tetapi jangan dianggap bahwa itu sesuatu yang wajib atau sesuatu yang syari’at harus begitu. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu setelah tarawih.
Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum tarawih. Tidak diperintahkan pada waktu tertentu sebelum witir. Itu sekedar nasihat yang kapan saja boleh sehingga jangan sampai diyakini bahwa itu adalah sesuatu yang disyariatkan harus begitu. Kalau khawatir dikira oleh masyarakat bahwa itu adalah sesuatu yang wajib (sesuatu syariat) maka sesekali diliburkan.
Jika ada yang bertanya, “Kok nggak ada kultum?”
Maka dijawab, “Iya, libur.”
Jika tanya lagi, “Kok bisa libur?”
Dijawab, “Ya karena memang tidak diwajibkan dan tidak ada perintah harus begitu.” Atau diganti sesekali ba’da tarawih, sesekali sebelum tarawih, sesekali setelah shalat tarawih sebelum witir, setelah kultum baru witir. Silakan. Na’am, wallahu ta’ala a’lam.
📁http://bit.ly/Al-Ukhuwwah
Pada 23.05.2016
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi