Larangan Mendahului Ramadhan dengan Puasa Sehari atau Dua Hari Sebelumnya

✅ PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM
—---------------------—

✳️ HADITS PERTAMA

(Larangan Mendahului Romadhon dengan Puasa Sehari atau Dua Hari Sebelumnya)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Shahabat Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
‼️ “Jangan kalian dahului Romadhon dengan puasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali (bagi) seorang lelaki yang rutin melakukan amalan puasa tertentu; lakukanlah puasa tersebut” (Muttafaqun ‘alaih)
〰〰〰〰

✳️ TAKHRIJ HADITS:

 Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no.1914 , Muslim no.1082-(21), Ahmad no.7200, 8575, 9287, 10184, 10662, 10755, Abu Dawud no.2335, At-Tirmidzi no.685, An-Nasa`i no.2173, 2190, Ibnu Majah no.1650 , dan selain mereka.

✳️ MAKNA HADITS

 Di dalam hadits ini Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam melarang kita (umat Islam) untuk berpuasa sehari atau dua hari menjelang bulan Romadhon, kecuali seseorang yang rutin (*) melakukan amalan puasa tertentu, maka boleh baginya untuk berpuasa pada dua hari tersebut.
(*) Maksud “Rutin” adalah; “Terbiasa melakukan puasa tersebut.” 》[Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin; dalam Fathu Dzil-Jalal 3/169]
Misalnya:
Seorang yang rutin berpuasa tiga hari setiap bulan yang bertepatan dengan tanggal 27, 28, 29 (menjelang Romadhon); maka yang seperti ini tidak mengapa.
Atau Seseorang yang rutin berpuasa Senin-Kamis, dimana hari Kamis nya jatuh pada tanggal 29 Sya’ban; yang seperti ini juga boleh; tidak mengapa.
Atau Puasa Qodho` (membayar hutang puasa Romadhon tahun lalu) tepat sebelum masuk bulan Romadhon; yang seperti ini juga boleh, bahkan hukumnya wajib (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/170)

Faedah-Faedah Hadits:

—---------------------—
1.Di dalam hadits ini terkandung larangan berpuasa sehari atau dua hari di akhir bulan Sya’ban, menjelang bulan Romadhon.
Sifat larangan tersebut diperselisihkan para Ulama. Sebagian mereka menyatakan haram, sebagian yang lain menyatakan makruh (di bawah tingkatan haram).
Pendapat yang dikuatkan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullah adalah yang menyatakan makruh. (Catatan: beliau pernah berpendapat haram).
Namun apabila bertepatan dengan hari Syak (*) hukumnya haram. (Berdasarkan hadits ‘Ammar bin Yasir Rodhiyallahu ‘anhu; setelah hadits ini insya Allah).
(*) Hari Syak terjadi pada tanggal 30 Sya'ban; yaitu hari yang diragukan, tidak bisa dipastikan apakah Romadhon telah masuk atau belum. Penyebabnya, hilal tidak terlihat pada sore 29 Sya’ban karena tertutup mendung, debu (asap), gunung, atau sesuatu; berdasarkan pendapat terpilih.
Jika langit cerah pada sore tanggal 29 tapi hilal tidak terlihat; maka puasa tanggal 30 Sya'ban hukumnya makruh. Wallahu A’lam (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/171 & 174)
2.Larangan di dalam hadits berlaku untuk seluruh umat Islam. Walaupun konteks larangan ditujukan kepada Shahabat. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/169)
3.Adanya Rukhshoh (atau keringanan) bagi orang yang rutin (terbiasa) melakukan puasa tertentu, untuk berpuasa pada dua hari terakhir bulan Sya’ban. (Taudhihul-Ahkam 3/132)
4.Lafadz perintah menunjukkan pembolehan, jika konteksnya berlawanan dengan larangan. Misal perintah dalam hadits “lakukanlah puasa tersebut!”, karena perintah tersebut didahului dengan larangan, maka maknanya sekedar pembolehan untuk berpuasa. Wallahu A’lam. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/170)
5.Kata “Laki-laki” dalam hadits, tidak menunjukkan pengkhususan kaum pria saja. Karena syari’at ini pada asalnya berlaku untuk kaum laki-laki dan perempuan, kecuali jika didapatkan dalil yang mengkhususkan.  (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/170)
6.Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menjelaskan, hadits ini mengisyaratkan lemahnya riwayat Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu yang berbunyi;
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا
“Jika bulan Sya’ban tersisa separuhnya, maka janganlah kalian berpuasa!” (Hadits riwayat Ahmad no.9707, At-Tirmidzi no.738, Abu Dawud no.2337, Ibnu Majah no.1651, An-Nasa`i dalam As-Sunan Al-Kubro no.2923, dan selainnya.)
‼️ Hadits di atas diingkari oleh Imam Ahmad Rohimahullah. (akan tetapi) Sebagian ulama yang lain menshohihkan atau menghasankannya. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/171)
Imam Ahmad mengatakan, “Ini adalah hadits mungkar. Abdurrahman bin Mahdi tidak pernah menyampaikan kepada kami hadits ini; karena berseberangan dengan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘anhuma. (Masail Imam Ahmad Riwayat Abi Dawud no.2002 hal.434, Al-Muharrir no.646 hal.378 karya Ibnu ‘Abdil Hadi Rohimahullah)
Hadits ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, beliau menyatakan;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، كَان يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban; beliau juga berpuasa Sya’ban (1 bulan) kurang sedikit.” (HR. Al-Bukhori no.1970 dan Muslim no.1156-(176), dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha)
Sedangkan Hadits Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘anha, beliau menyatakan,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَامَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ، إِلَّا أَنَّهُ كَانَ يَصِلُ شَعْبَانَ بِرَمَضَانَ
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali tatkala beliau menyambung (puasa) Sya’ban dengan Romadhon.” (HR. Ahmad no.265652, At-Tirmidzi no.736, An-Nasa`i no.2175, Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani Rohimahullah dalam Mukhtashor Asy-Syamail no.255, Shohih At-Targhib wat Tarhib no. 1025, Shohih Ibni Majah no.1648)
                                   
Wallahu A’lamu bisshowab
 Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
〰〰➰〰〰
 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
18/05/2016 dan 19/05/2016

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi