Berdakwah Tanpa Lelah

RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
(Edisi 50)

Berdakwah Tanpa Lelah

Tidak ada yang spesial di edisi yang ke-50 ini. Ternyata sudah lumayan banyak yang tertulis sebagai bahan renungan bersama. Semoga kemampuan kita untuk menemukan pelajaran-pelajaran hidup dari berbagai lintasan peristiwa,  terus meningkat. Menjadi bagian dari ulil abshar, tergabung dalam ulil albab. Aaamiiiin.

Saya masih ingat mimik wajah dan gestur tubuh pak AB, seorang sahabat karib. Kepada pak AB saya mohon maaf : "Sengaja saya menyebut cerita Panjenengan dalam tulisan kali ini. Supaya semakin mempertebal garis ketegasan sebuah cerita. Saestu, dalem ngaturaken agenge pangapunten. Baarakallahu fiik."

Iya. Malam itu, pak AB bercerita untuk kami dengan mimik wajah yang menyiratkan rasa sedih mendalam. Gestur tubuh beliau semakin memperkuat kesan sedih di dalam hati. Apalagi saat pak AB menutupi wajahnya dengan membentangkan kedua telapak tangan, semakin lengkap sudah penghayatan cerita yang beliau sampaikan.

Suara pak AB berat dan selangkah-selangkah mengalirnya. Beliau menceritakan pengalaman saat tiba di sebuah masjid untuk melaksanakan shalat Jum'at. Merasa agak terlambat, pak AB sedikit mempercepat langkah. Namun, masjid yang dituju masih belum memulai kegiatan jum'at nya. Jamaah masjid sudah hampir memenuhi shaf bagian dalam.

“Kelihatannya, masih menunggu kehadiran sang khatib”, pikir pak AB. Apa yang beliau perkirakan memang benar adanya. Penceramah jum'at yang terjadwal rupanya berhalangan. Petugas takmir yang biasa menggantikan pun tidak hadir di tempat. Masing-masing jamaah telah gelisah. Lirik kanan, lirik kiri. Menoleh ke sana dan menoleh ke sini. Siapa yang akan bertindak sebagai khatib?

Sebagian jamaah masjid mulai mengarah ke pak AB. Pandangan mereka seakan mengkhabarkan harap-harap cemas kepada beliau. Apalagi secara penampilan, pak AB dinilai oleh jamaah masjid layak dan mampu untuk tampil ke depan sebagai khatib. Bergamis, mengenakan kopiah dan selarik jenggotnya membuat orang-orang menaruh harapan.

Nah, disitulah pak AB mengekspresikan kesedihan dengan sempurna. "Saya sedih, Ustadz”, kata pak AB. Beliau melanjutkan, ”Lebih sedih lagi, saat mendengar pengumuman dari takmir masjid bahwa shalat jum'at untuk siang itu ditiadakan karena tidak adanya khatib." Jamaah yang sudah berkumpul itupun bubar, tidak jadi jum'atan.

Jangankan pak AB, saya sendiri ketika mendengar beliau menceritakan hal ini merasa sangat terpukul. Dada ini semacam dihantam palu godam. Sedih luar biasa. Ingin rasanya menangis. Bagaimana tidak demikian?  Bayangkan, shalat jum'at ditiadakan karena tidak adanya penceramah? Jamaah masjid bubar sendiri-sendiri. Saya yakin banyak dari mereka yang bingung, harus bagaimana berbuat.

Saudaraku, baarakallahu fiik. Kejadian seperti di atas bukanlah kejadian pertama. Saya takut juga bahwa kejadian tersebut bukan menjadi yang terakhir. Bukankah umat Islam perlu diperhatikan dengan baik? Panjenengan sebenarnya diharapkan oleh umat. Panjenengan sesungguhnya dinanti-nanti untuk membimbing. Sayangnya, masih banyak dari kita yang belum tersadar. Masih ada dari Panjenengan yang tidak merasa bertanggung jawab.

00000_____00000

Meskipun baru dua tahun lebih sedikit saya menetap di Lendah, Kulonprogo. Namun, sudah tiga kali ini, saya mengalami musim penghujan. Bagi saya, suasana hujan adalah suasana paling romantis. Tenang suasana, tenang pula jiwa. Hujan membawa kesejukan dan kedamaian. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar menurunkan hujan yang bermanfaat.

Beberapa hari panas pada awal musim penghujan di Lendah menjadi hari-hari yang menyenangkan. Tanah yang semula kering lengkap dengan irisan-irisannya menjadi terlihat basah dan menyatu. Aroma khas tanah yang tersiram hujan sangatlah menentramkan. Biji-bijian mulai tumbuh, hidup dengan batangnya yang menyembul dari lipatan tanah. Rumput-rumput menghijau. Apalagi jika berdiri di hadapan persawahan yang menghampar. Hijaunya seluas mata memandang.

Hijau dan air. Hari-hari ini di Lendah adalah hari hijau dan hari air. Kupu-kupu menjadi pemandangan yang menghibur. Sekawanan dan berombongan mereka terbang menari-nari. Kupu-kupu yang menjadi penanda bahwa musim penghujan telah tiba. Kupu Trembesi, begitu orang Lendah menyebutnya. Warnanya didominasi hijau muda dan kuning. Indah.Subhaanallah!

Ilmu agama ibarat hujan. Ilmu agama juga menghidupkan hati yang kering kerontang. Ilmu agama menjadi sumber solusi untuk semua masalah yang dihadapi. Ilmu yang dibangun di atas landasan Al Qur'an dan As Sunnah akan menjadi sebab hidupnya manusia menjadi benar-benar hidup.

Hidup di dunia tanpa ilmu agama hanyalah ibarat bumi yang tidak memperoleh siraman air hujan. Persis. Tidak beda. Maka coba bayangkanlah kondisi umat manusia jika tidak memperoleh pembelajaran tentang Al Qur'an dan As Sunnah! Bukankah kasihan dan menyedihkan kondisi mereka. Apakah Panjenengan tidak tertarik untuk menjadi salah satu sebab umat manusia memperoleh kedamaian dan ketentraman?

Di Lendah dan sekitarnya, lumayan banyak jumlah Panjenengan yang diangkat dan dipilih menjadi khatib jum'at. Saya pernah menghitung. Hasilnya belasan orang dari Panjenengan yang telah mempunyai jadwal sebagai khatib jum'at di masjid-masjid kaum muslimin.

Saya hanya bisa berpesan : "Manfaatkanlah kesempatan menjadi khatib jum'at untuk mengajarkan Al Qur'an dan As Sunnah kepada masyarakat! Gunakanlah peluang emas ini dengan memaksimalkan materi khutbah jum'at supaya masyarakat kita sadar beragama!”

Jika merasa tidak mampu, semestinya harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Ambil dan pilih satu materi khutbah jum'at dari majalah Asy Syariah atau majalah Qudwah. Kemudian bacalah berulang-ulang supaya mampu memahami materi. Bila perlu dihapalkan baik-baik. Tidak perlu menambah-nambah. Cukup materi khutbah jum'at yang tertera di majalah-majalah tersebut. Lantas, memohonlah taufik dari Allah agar Panjenengan lancar di dalam berkhutbah jum'at.

Cobalah berpikir bahwa khutbah jum'at adalah kesempatan besar untuk memahamkan Al Qur'an dan As Sunnah. Tanpa diundang pun, umat Islam memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk menghadiri shalat jum'at. Jangan sampai kesempatan emas ini berlalu begitu saja tanpa manfaat yang termaksimalkan.

Berpikirlah bahwa Panjenengan bisa menjadi seperti hujan. Bermanfaat untuk umat. Sehingga Panjenengan tidak kenal lelah di dalam jalan dakwah. Ingatlah sabda Rasulullah bahwa hamba terbaik adalah seseorang yang paling maksimal di dalam memberikan manfaat kepada yang lain. Tahukah Panjenengan manfaat terbesar yang bisa kita berikan kepada yang lain? Ilmu yang bermanfaat.

Tetaplah bersabar di dalam thalabul ilmi. Jagalah ritme belajar dengan sebaik-baiknya. Ingat bahwa salah satu banner yang dipasang di lokasi calon perpustakaan adalah : “Sesuk Kudu Ngaji!”
Apapun kondisinya, besok tetap harus berangkat ngaji. Baarakallahu fiikum.

Saudaramu di jalan Allah
Abu Nasiim Mukhtar “Iben” Rifai La Firlaz
Lendah, Kulonprogo 28 10 2016
27 Muharrom 1438

______________________________________
Channel Telegram @kajianislamlendah
===============================

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi