Dari Lendah Ke Malinau

RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
(Edisi 48)

Dari Lendah Ke Malinau

Setelah terbang selama setengah jam dari Bandara Internasional Juwata Kota Tarakan, kami akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara R.A Bessing di kota Malinau, Kalimantan Utara. Penerbangan kali ini menjadi pengalaman paling berkesan. Kenapa?  Pesawat yang membawa kami hanya seukuran minibus Menoreh jurusan Jogja-Wates. Dari dua belas kursi, hanya ada enam penumpang. Saya, dua ikhwan yang menemani dari Jogja plus seorang panitia yang menjemput.

Pesawat kecil kami dikendalikan oleh dua orang bule sebagai pilot dan ko pilot. Tidak ada ruang khusus tersekat antara kami dengan pilot. Ruang pesawat yang kecil membuat saya dapat menyaksikan secara langsung bagaimana pilot dan ko pilot itu memainkan panel-panel, menaik-turunkan pengatur ketinggian dan mengawasi layar navigasi.

Kami hanya beberapa ribu meter dari bumi. Dekat sekali! Kecepatan pesawat pun tak pernah lebih dari 120 km/jam. Baling-baling yang letaknya di moncong depan pesawat membunyikan suara bising dan memekakkan telinga. Kami terbang dengan menyaksikan relief dan sketsa bumi yang indah, laut, selat kecil, sungai besar dan anak sungai, tambak-tambak udang, hutan liar, perkebunan sawit serta bangunan-bangunan milik manusia. Seperti naik mobil yang bisa terbang, karena kecilnya pesawat.

Baru kali ini juga, saya tiba di sebuah tempat dengan sambutan yang luar biasa. Puluhan ikhwan telah berdiri menunggu di lantai dua bagian luar. Empat puluh atau hampir lima puluh mereka yang turut menjemput. Indahnya suasana semacam ini. Anak-anak pun serasa tak ingin ketinggalan. Subhaanallah! Di propinsi paling utara Indonesia, di propinsi paling muda ini, ada ruh kehidupan dakwah Salafiyyah. Allahumma baarik!

Lima mobil plus beberapa sepeda motor langsung membuat konvoi meninggalkan lokasi bandara Malinau. Satu unit mobil Provost Polres Malinau menjadi voridjer sebagai pembuka dan penunjuk arah. Inspektur Polisi Khaerudin yang menjadi sopir mobil provost tersebut lantas membunyikan sirine dan menyalakan lampu rotary yang kebiru-biruan itu.

Akan kemana kami dibawa pergi? Rupanya rombongan menuju tepi sungai Tajan. Lebar sungai Tajan memang tak selebar sungai Progo. Namun demikian, tetap saja terlihat lebar. Arus permukaannya terlihat deras dan kuat. Cukup jernih dan tidak terlalu keruh. Menurut sebagian ikhwan, barangkali hulu sungai sedang hujan sehingga air sungai yang sehari-hari jernih terlihat agak keruh.

Ternyata belum cukup sampai di situ. Ikhwan-ikhwan Malinau agak sedikit menantang saya untuk terjun berenang di sungai Tajan. Apa boleh buat. Setelah melepas perlengkapan dan menyisakan kaos serta celana sirwal, saya pun bergabung bersama mereka yang lebih dahulu terjun ke sungai. Hmm…sebuah sambutan spesial di kesempatan daurah.

00000_____00000

Sebelum terbang ke Malinau yang terletak di Pulau Kalimantan, sebelumnya kami mesti transit di pulau Tarakan. Sebuah pulau berukuran kecil. Untuk mengelilingi pulau Tarakan, tak lebih dari satu jam yang perlu dihabiskan. Posisinya sangat strategis. Ketika kelompok Abu Sayyaf di Filipina menyandera ABK Indonesia, pulau Tarakan menjadi basis TNI untuk landasan operasi pembebasan.

Kota Tarakan lumayan maju dan berkembang. Ramai dan padat. Bandara Tarakan saja sudah berstatus bandara internasional. Bagi para penggiat dakwah Salafiyyah, mestinya pulau Tarakan bisa menjadi perhatian yang serius. Memanfaatkan wilayahnya yang tidak terlalu luas, satu kebaikan dakwah Salafiyyah akan cepat tersebar dan dikenal orang.

Dua mobil penjemput telah bersiap sejak beberapa saat sebelum pesawat landing. Seorang anggota polisi berpakaian dinas nampak di tengah rombongan penjemput.

Sembari menanti penerbangan menuju Malinau, kami dibawa berkeliling di kota Tarakan. Dalam kesempatan makan siang di sebuah warung Coto Makassar, saya baru tersadar bahwa dua orang yang sejak awal ikut rombongan penjemput adalah anggota Brimob di Detasemen Tarakan. Subhaanallah!

Ternyata di kota Tarakan, ada banyak anggota polisi baik di Polres maupun Brimob yang aktif mengikuti kajian Salaf. Semoga Allah menambahkan aparat keamanan yang mempunyai kesadaran tinggi untuk memperdalam pemahaman tentang Islam. Semoga pula Allah mencurahkan istiqomah untuk mereka dan juga untuk kita. Jika tidak ada halangan, salah satu rangkaian acara di kota Tarakan adalah kajian di Markas Brimob Detasemen Tarakan.

Kurang lebih dua jam kami berkeliling di kota Tarakan, sebelum akhirnya kembali lagi ke Bandara guna melanjutkan penerbangan menuju kabupaten Malinau. Penerbangan yang harus melintasi laut, sungai dan hutan.

00000_____00000

Ketika rombongan ikhwan Malinau Kalimantan Utara menemui saya di kesempatan Daurah Bantul beberapa bulan lalu, saya tidak bisa menolak atau menghindar. Sudah sejak setahun sebelumnya, mereka juga menemui saya. Akhirnya saya mengiyakan untuk memenuhi undangan kajian di Malinau. Sebuah kota yang hanya bisa saya baca namanya di peta. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan untuk bisa sampai ke sana.

Sungguh berat di rasa, di hati dan di pikiran. Saya merasa berat untuk meninggalkan lokasi Perpustakaan Islam Lendah yang masih terus berbenah. Ada setumpuk agenda pembangunan yang mesti dikerjakan. Belum lagi kajian-kajian rutin yang harus saya tinggalkan. Namun, saya pun tak tega untuk menolak ikhwan-ikhwan Malinau yang rela menemui saya secara langsung di kesempatan daurah Nasional.

Sejak berangkat meninggalkan rumah menuju bandara, pikiran saya masih dipenuhi dengan kegiatan di Lendah. Memikirkan kayu-kayu usuk dari Mbah Pomo, apakah hari itu akan dipindahkan ke lokasi pembangunan?  Memikirkan kerja bakti untuk melanjutkan penanaman patok sisi selatan untuk pemasangan bowplang horizontal. Memikirkan apakah mas Fendi benar-benar akan dimudahkan datang ke Lendah untuk memimpin pemasangan bowplang horizontal.

Percakapan antara saya dengan dua ikhwan yang menyertai yaitu Abu Hisyam dan Pak Amin, sejak di ruang tunggu, di dalam pesawat bahkan sampai di lokasi tujuan pun tidak lepas dari pembahasan tentang pembangunan perpustakaan di Lendah. Apalagi tersisa rasa bersalah kepada ikhwan-ikhwan Lendah yang saya tinggalkan melaksanakan kerja bakti, sementara saya justru pergi meninggalkan mereka. Maafkanlah saya, saudara-saudaraku. Baarakallahu fiikum.

Dua buah foto yang dikirimkan mas Fendi via Whatsapp sangat membahagiakan saya. Dua buah foto yang menggambarkan proses bowplang horizontal berjalan baik dan lancar. Dua buah foto itu menunjukkan bahwa proses pembangunan di Lendah tetaplah berjalan. Walhamdulillah.

Setelah membuka kiriman dua foto tersebut, dari Malinau langsung saya mengirim sebuah pesan ke grup Keluarga Besar Lendah via Whatsapp : "Mudah-mudahan Perpustakaan Islam Lendah menjadi salah satu Muallaf Center. Baru saja kami mengunjungi seorang nenek tua berusia lebih dari 70 tahun. Beliau muallaf. Beliau memilih untuk hidup sendiri, memisahkan diri dari masyarakat nasrani dan tinggal di tepi hutan lebat. Rumah panggung kayu itu sangat sederhana. Hanya seratus ribu yang bisa kami berikan. Padahal masih banyak muallaf yang harus diperhatikan. Jazaakumullahu khairan."

Saudaramu di jalan Allah
Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

Malinau Seberang, Kalimantan Utara
1 Muharram 1438 H/02 Oktober 2016

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
http://tlgrm.me/kajianislamlendah
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
[ 02/10/2016 ]


Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi