Tadabbur Surat Al Kahfi

Tadabbur SURAT AL-KAHFI.

Keutamaan Surat al-Kahfi.

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْف عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ
Barangsiapa yang menghafal 10 ayat dari awal surat al-Kahfi, akan terlindungi dari ad-Dajjal (H.R Muslim dari Abud Darda’).
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ كَمَا أُنْزِلَتْ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ مَقَامِهِ إِلَى مَكَّةَ
Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi sebagaimana diturunkan, maka ia akan mendapatkan cahaya pada Hari Kiamat dari tempat berdirinya hingga Makkah (H.R anNasaai, atThobaroniy, dishahihkan oleh al-Hakim dan al-Albaniy).
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, akan diterangi dengan cahaya di antara dua Jumat (H.R anNasaai, al-Baihaqy, al-Hakim dari Abu Said al-Khudriy).
Maksud diterangi di antara 2 Jumat menurut al-Imam asy-Syaukaniy adalah: ia tetap berada dalam pengaruh dan pahalanya sepanjang waktu seminggu tersebut. Sedangkan al-Qoriy menyatakan bahwa (disinari) hatinya atau kuburnya atau pada hari dikumpulkannya manusia (hari kiamat)(Muro’aatul Mafaatiih syarh Misykaatil Mashoobiih li Abil Hasan Ubaidillah bin Muhammad al-Mubarokfuriy (7/249)).
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa yang membaca Surat al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi sinar antara dirinya hingga Baytul ‘Atiiq (Ka’bah)(H.R adDaarimiy, al-Baihaqy, dishahihkan al-Albaniy).
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan dalam kitab al-Umm (1/208):
وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَهَا لِمَا جَاءَ فِيْهَا
Dan saya suka membaca al-Kahfi pada malam Jumat dan hari Jumat berdasarkan (hadits) tentang hal itu.
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ يَقْرَأُ سُورَةَ الْكَهْفِ وَإِلَى جَانِبِهِ حِصَانٌ مَرْبُوطٌ بِشَطَنَيْنِ فَتَغَشَّتْهُ سَحَابَةٌ فَجَعَلَتْ تَدْنُو وَتَدْنُو وَجَعَلَ فَرَسُهُ يَنْفِرُ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ
Dari al-Bara’ bin ‘Aazib radhiyallahu anhu beliau berkata: Ada seorang laki-laki yang membaca surat al-Kahfi, di sampingnya ada kuda yang terikat pada dua tali yang panjang. Tiba-tiba ia dinaungi awan yang terus mendekap, maka kuda itupun lari (terlepas dari ikatan). Pada pagi harinya,  orang tersebut mendatangi Nabi shollallahu alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Nabi bersabda: Itu adalah as-Sakiinah (ketenangan) yang turun dengan al-Quran (H.R al-Bukhari dan Muslim).
Al-Imam anNawawiy rahimahullah menjelaskan makna as-Sakiinah adalah suatu makhluk yang padanya terdapat ketenangan dan rahmat, bersamanya (turun) Malaikat (Fathul Baari libni Hajar (9/58)).
=====================

Ayat Ke-1 Surat al-Kahfi.

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَٰبَ وَلَمۡ يَجۡعَل لَّهُۥ عِوَجَاۜ
Arti Kalimat: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab dan tidak menjadikan pada (isi Kitab itu) ada kebengkokan.
☝️ Pada ayat ini terkandung beberapa pelajaran dan penjelasan :
1. Allah terpuji dalam semua perbuatanNya, salah satunya adalah pemberian anugerah terbesar kepada makhluk yaitu diturunkannya Kitab yang menjadi panduan dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Ayat ini adalah pengkhabaran bahwa Allah adalah yang paling layak dipuji sekaligus anjuran kepada makhluk untuk memuji Allah.
3. Kalimat “anzala” (diturunkan) menunjukkan ketinggian Allah.
4. Allah menyebut Nabi-Nya sebagai hamba-Nya, itu adalah predikat terbaik yang disandang Nabi, bahwa beliau adalah hamba Allah. Beliau adalah makhluk yang paling memenuhi kewajiban sebagai hamba Allah. Selain itu, hal tersebut adalah sekaligus sebagai pelajaran bagi kita bahwa beliau adalah hamba Allah, sehingga tidak patut disembah atau dipuji berlebihan melampaui kedudukan beliau yang semestinya.
5. Kitab yang diturunkan Allah ini, yaitu al-Quran, tidak ada kebengkokan padanya. Artinya: khabar-khabar yang disampaikan al-Quran tidak ada yang dusta. Perintah dan larangan yang terkandung di dalamnya tidak ada kedzhaliman ataupun sesuatu yang sia-sia (abats) (Tafsir as-Sa’di). Kebengkokan juga berarti samar, tidak jelas (penjelasan Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir atThobariy).
=====================

Ayat Ke-2 Surat al-Kahfi.

قَيِّمٗا لِّيُنذِرَ بَأۡسٗا شَدِيدٗا مِّن لَّدُنۡهُ وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرًا حَسَنٗا
Arti Kalimat: Yang lurus, untuk memberikan peringatan akan adzab yang pedih dari sisi-Nya (Allah) dan memberikan kabar gembira kepada orang beriman yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka akan mendapatkan balasan yang indah (al-Jannah).
Jika pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa al-Qur’an itu tidak ada kebengkokan di dalamnya, maka pada ayat ini ditegaskan lagi bahwa al-Qur’an itu lurus. Hal itu menunjukkan kesempurnaan al-Quran. Al-Quran tidak bengkok (peniadaan kelemahan), dan ia lurus (penetapan kebaikan dan kemulyaan). Lurus tersebut juga bermakna adil menurut penjelasan Ibnu Abbas.
Di dalam al-Quran itu terdapat 2 hal: pemberian peringatan dan penyampaian kabar gembira.
▶️ Peringatan akan adzab yang pedih bagi orang yang tidak mau mengikuti aturan al-Qur’an, dan pemberian kabar gembira bagi orang yang beriman dan beramal sholih.
Para Ulama menjelaskan bahwa suatu amalan tidaklah disebut sholih kecuali jika tercapai 2 syarat yaitu ikhlas karena Allah dan sesuai syariat Allah (tuntunan Nabi)(penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir al-Kahfi).
Disebutkan dalam ayat ini bahwa ancaman adzab pedih itu adalah min ladunhu, artinya: dari sisi Dia (Allah) untuk membuat takut manusia bahwa adzab tersebut bukan dari sisi makhluk, tapi dari sisi Dzat Yang Maha Perkasa dan pemilik adzab yang pedih.
Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa balasan yang akan diterima oleh orang yang beriman dan beramal sholih adalah “ajron hasana” yaitu balasan yang baik, yaitu al-Jannah (Surga). Al-Jannah disebutkan sebagai balasan yang baik karena di dalamnya hanya terkandung kebaikan, tidak ada keburukan sedikitpun, tidak ada kesusahan sedikitpun.
=====================

Ayat Ke-3 Surat al-Kahfi.

مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدٗا
Arti Kalimat: Mereka kekal di dalamnya (Surga).
Orang beriman dan beramal sholih akan kekal di dalam Surga. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang masuk Surga tidak akan keluar selama-lamanya darinya.
Berbeda dengan orang yang masuk Neraka, ada yang diadzab sementara karena masih ada iman, kemudian dia dikeluarkan dari Neraka menuju Surga, ada juga yang diadzab selama-lamanya karena tidak ada keimanan sama sekali dalam dirinya.
Ayat ini juga bantahan terhadap sebagian anggapan bahwa akhirat itu tidak kekal.
=====================

Ayat Ke-4 Surat al-Kahfi.

وَيُنذِرَ ٱلَّذِينَ قَالُواْ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدٗا
Arti Kalimat: dan al-Quran itu memberikan peringatan kepada orang-orang yang berkata bahwa Allah memiliki anak.
Termasuk pihak yang durhaka dan kufur adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak. Seperti ucapan orang-orang Yahudi, Nashara, dan kaum musyrikin. Yahudi mengatakan Uzair adalah anak Allah. Nashara menyatakan Isa adalah anak Allah. Sedangkan kaum musyrikin menganggap bahwa Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.
Maha Suci Allah dari semua anggapan mereka itu.
=====================

Ayat Ke-5 Surat al-Kahfi.

مَّا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٖ وَلَا لِأٓبَآئِهِمۡۚ كَبُرَتۡ كَلِمَةٗ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبٗا
Arti Kalimat: Tidaklah mereka dan ayah-ayah mereka memiliki ilmu dalam hal itu. Sungguh besar (dosa) karena kalimat yang keluar dari mulut mereka. Tidaklah mereka mengucapkan itu kecuali kedustaan.
Orang-orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak hanyalah mengucapkan itu berdasarkan persangkaan. Mereka ikut-ikutan dengan keyakinan yang diwariskan dari ayah-ayah (nenek moyang) mereka.
☝️ Allah menyatakan bahwa sangat dahsyat kedustaan dan dosa akibat ucapan mereka itu. Allah menyebut ‘kalimat yang keluar dari mulut mereka’ menunjukkan bahwa secara lisan memang itu yang mereka ucapkan, tapi pada dasarnya dalam lubuk hati yang terdalam mengingkari itu. Mereka sebenarnya tidak yakin bahwa Allah memiliki anak (faidah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Ayat ini menjelaskan demikian besarnya dosa akibat ucapan itu. Ucapan yang ringan diucapkan, bahwa Allah memiliki anak, namun akibat dan dosanya sangat besar. Dijelaskan dalam ayat yang lain:
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
Dan mereka berkata bahwa arRahman mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kalian telah mendatangkan suatu perkara yang sangat munkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka menyerukan bahwa Allah memiliki anak. Tidak mungkin bagi arRahmaan mengambil (mempunyai) anak (Q.S Maryam ayat 88-92).
=====================

Ayat Ke-6 Surat al-Kahfi.

فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ  نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا
Arti Kalimat: Janganlah engkau membinasakan dirimu dengan kesedihan (yang sangat) dengan membuntuti mereka ketika mereka tidak beriman dengan berita ini (al-Qur’an).
Makna kata “alaa aatsaarihim” pada ayat tersebut adalah mengikuti jejak-jejak mereka, membuntuti mereka dengan harapan mereka berubah pikiran menjadi beriman setelah sebelumnya ingkar dan menentang (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Rasulullah Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling bersemangat agar manusia mendapatkan petunjuk. Beliau juga sangat bersedih jika seseorang tidak mau menerima dan menentang nasehat, sebagai bentuk kasih sayang beliau yang sangat kepada umat. Maka Allah membimbing beliau untuk tidak terlalu bersedih jika ada orang-orang yang tidak mau beriman setelah tegak hujjah kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain:
لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Janganlah engkau membinasakan dirimu jika mereka tidak mau beriman (Q.S asy-Syu’araa’ ayat 3).
Sesungguhnya hidayah hanyalah di Tangan Allah:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidaklah bisa memberi hidayah (taufiq) kepada orang yang engkau cintai (sekalipun), akan tetapi Allahlah yang memberi hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Dia Paling Mengetahui orang-orang yang (berhak) mendapatkan hidayah (Q.S al-Qoshosh ayat 56).
Ayat ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa seseorang yang diperintah untuk berdakwah kepada manusia hendaknya ia berusaha semaksimal mungkin dengan menempuh berbagai sebab (yang syar’i) dalam menyampaikan hidayah kepada manusia dan menutup segala celah yang mengarahkan mereka pada kesesatan dengan bertawakkal kepada Allah. Jika mereka mendapat hidayah dengan sebab itu, maka itulah yang diharapkan, namun jika tidak, janganlah bersedih berlebihan karena hal itu tidaklah bermanfaat, justru akan melemahkan jiwa dan kekuatan kita. (Disarikan dari Tafsir as-Sa’di).
=====================

Ayat Ke-7 Surat al-Kahfi.

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا
Arti Kalimat: Sesungguhnya Kami menjadikan yang di atas bumi perhiasan agar menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya.
Allah memperindah dunia dengan perhiasan-perhiasan yang memikat untuk menguji manusia siapakah yang paling baik amalannya, yaitu paling ikhlas dan paling sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
Segala hal yang indah di bumi adalah perhiasan dunia. Disebutkan dalam ayat lain perhiasan-perhiasan itu adalah wanita, anak, emas, perak, binatang ternak atau kendaraan yang indah, lahan pertanian, maupun segala macam bentuk harta.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
Diperindah (dihiasi) pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dan menjadi simpanan dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itu adalah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (Surga) (Q.S Aali Imran ayat 14).
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia, dan amal sholih yang kekal lebih baik di sisi Rabbmu sebagai balasan dan harapan yang terbaik (Q.S al-Kahfi ayat 46).
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً
dan kuda, bighal, keledai agar kalian tunggangi dan sebagai perhiasan (Q.S anNahl ayat 8).
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء
Sesungguhnya dunia manis (dirasa) dan hijau (indah dipandang). Sesungguhnya Allah mempergantikan kehidupan kalian generasi ke generasi, kemudian Allah melihat apa yang kalian perbuat. Bertakwalah kepada Allah terhadap dunia dan bertakwalah terhadap wanita, karena sesungguhnya awal fitnah Bani Israil adalah pada wanita (H.R Muslim dari Abu Said al-Khudriy).
Hadits ini disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir.
Allah tidak menyatakan: “siapakah yang paling banyak amalannya”. Karena yang dinilai adalah siapa yang amalannya paling baik bukan siapa yang paling banyak amalannya. Jika ada seseorang yang sholat 4 rokaat, namun tidak dengan yakin, dan pada sholatnya banyak hal yang tidak sesuai tuntunan syar’i. Sebaliknya, ada yang sholat 2 rokaat dengan yakin (khusyu’) dan sesuai tuntunan Nabi. Manakah yang terbaik? Jelas yang sholat 2 rokaat itu, meski jumlah rokaatnya lebih sedikit dibandingkan orang sebelumnya (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
=====================

Ayat Ke-8 Surat al-Kahfi.

وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيۡهَا صَعِيدٗا جُرُزًا
Arti Kalimat: dan sesungguhnya Kami akan menjadikan apa yang ada di atasnya (bumi) adalah tanah yang kering (tandus).
☝️ Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa setelah sebelumnya Allah perindah apa yang ada di atas bumi, Allah akan jadikan bumi sebagai tanah yang tandus kering, segala perhiasan itu akan lenyap binasa tak berbekas.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan: Bumi akan menjadi tanah yang tandus, telah pergi kelezatan yang ada padanya. Terputuslah sungai-sungainya. Telah larut (sirna) bekas-bekasnya. Hilang kenikmatan-kenikmatannya. Inilah hakikat dunia.
Allah telah menerangkannya kepada kita (dengan sangat jelas) seakan-akan kita melihatnya dengan mata kepala (langsung). Allah memperingatkan kita agar tidak tertipu dengannya. Allah berikan motivasi kepada kita kepada kampung yang akan kekal kenikmatannya, yang berbahagia penghuninya. Semua itu adalah sebagai bentuk kasih sayangNya kepada kita.
Orang-orang yang melihat kepada dzhahir/ lahiriah dunia bukan kepada batinnya, akan terperdaya dengan perhiasan dan keindahannya. Maka ia akan hidup di dunia bagaikan hidupnya binatang ternak. Ia nikmati dunia bagaikan hewan-hewan menikmatinya. Mereka tidak memperhatikan hak Rabbnya, tidak peduli akan pengenalan terhadapNya. Justru ambisi mereka untuk mengikuti keinginan (syahwat/ hawa nafsu), dengan berbagai segi yang bisa dicapai, dalam berbagai keadaan yang bisa didapat. Orang-orang tersebut jika menjelang meninggal dunia, ia sangat bersedih karena dzatnya (dunianya) telah runtuh, telah terlewatkan kesenangan-kesenangannya, bukan karena menyesali kekurangtaatan ataupun (banyaknya) dosa-dosa.
Sedangkan barangsiapa yang melihat kepada batin dunia, ia akan mengetahui tujuan (dari penciptaan) dunia dan dirinya. Ia ambil bagian dari dunia (sekadar) mampu menolong dia melakukan (tujuan) penciptaannya (beribadah). Ia gunakan kesempatan dalam usianya yang mulya. Ia jadikan dunia bagian tempat tinggal persinggahan (sementara), bukan tempat (mengumbar) kegembiraan, (ia jadikan dunia) sebagai tempat safar, bukan tempat menetap. Maka ia kerahkan segenap upayanya untuk mengenal Rabbnya, menjalankan perintahNya, memperbaiki amalannya. Ini adalah sebaik-sebaik kedudukan di sisi Allah. Ia berhak mendapatkan segenap pemulyaan dan kenikmatan, kegembiraan dan penghormatan. Orang semacam ini melihat kepada batin dunia, saat orang-orang lain yang terperdaya melihat kepada dzhahir dunia. Orang-orang ini beramal untuk akhiratnya, saat para penganggur bekerja untuk dunianya. Maka sungguh jauh (perbandingan) antara 2 kelompok itu, sungguh berbeda 2 pihak itu (Taysiir Kariimir Rohmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan).
=====================

Ayat Ke-9 Surat al-Kahfi.

أَمۡ  حَسِبۡتَ أَنَّ أَصۡحَٰبَ ٱلۡكَهۡفِ وَٱلرَّقِيمِ كَانُواْ مِنۡ ءَايَٰتِنَا عَجَبًا
Arti Kalimat: Apakah engkau mengira bahwa penghuni gua (Ash-haabul Kahfi) dan ar-Raqiim (batu bertuliskan kisah mereka) adalah termasuk ayat-ayat Kami yang menakjubkan?!
Said bin Jubair rahimahullah –seorang Tabi’i- menjelaskan makna arRaqiim adalah sebuah papan dari batu yang dituliskan kisah Ash-haabul Kahfi dan diletakkan di depan pintu gua (Tafsir atThobary).
arRaqiim maknanya adalah al-marquum (yang tertulis), karena arRaqmu artinya adalah al-kitaabah (tulisan)(Tafsir al-Baghowy).
☝️ Pada ayat ini Allah bertanya : Apakah kalian takjub dengan kisah Ash-haabul Kahfi yang itu adalah salah satu ayat (tanda kekuasaan) Allah?!
Artinya, kisah Ash-haabul Kahfi adalah sangat menakjubkan dan itu adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Namun, sangat banyak tanda-tanda kekuasaan Allah lainnya yang jauh lebih besar dan lebih menakjubkan dari hal itu. 
Qotadah rahimahullah menyatakan: Banyak di antara ayat-ayat Kami yang lebih menakjubkan dibandingkan hal itu (kisah Ash-haabul Kahfi) (diriwayatkan dalam Tafsir atThobary, pada tafsir Ibnu Katsir dinisbatkan sebagai ucapan Mujahid).
=====================

Ayat Ke-10 Surat al-Kahfi.

إِذۡ أَوَى ٱلۡفِتۡيَةُ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ فَقَالُواْ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةٗ وَهَيِّئۡ لَنَا مِنۡ أَمۡرِنَا رَشَدٗا
Arti Kalimat: ketika sekelompok pemuda bernaung ke (dalam) sebuah gua kemudian mereka berkata: Wahai Tuhan Kami berikanlah Kami rahmat dari sisiMu dan jadikanlah bagi kami petunjuk dari urusan kami (ini).
Al-fityatu adalah jamak dari kata al-fataa (seorang pemuda), sehingga al-fityatu adalah sekelompok pemuda. Secara lebih khusus, Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa itu adalah (usia) pemuda yang sempurna dalam hal kekuatan dan semangatnya (Tafsir al-Kahfi libni Utsaimin). Al-Fityah adalah jumu’ul qillah (jamak yang menunjukkan jumlah sedikit), memberikan faidah bahwa jumlah para pemuda itu kurang dari sepuluh (Tafsir as-Sa’di ayat 13).
Para pemuda tersebut ingin berlindung ke dalam gua untuk menghindar dari fitnah kaumnya. Mereka juga berdoa kepada Allah: “Ya Allah berikanlah kami rahmat di sisiMu yang dengannya kami kokoh (di atas al-haq) dan kami terlindungi dari keburukan-keburukan. Mudahkan kami kepada semua hal yang menyampaikan pada petunjuk. Perbaikilah urusan Dien dan dunia kami”.
Para pemuda tersebut menggabungkan sikap berusaha lari dan menghindar dari fitnah ke tempat yang memungkinkan diri mereka tersembunyi, dan berdoa kepada Allah dengan penuh ketundukan agar Allah mudahkan urusan mereka, mereka tidak menggantungkan pada kekuatan diri mereka sendiri atau kepada makhluk lain. Sehingga Allah mengabulkan doa mereka dan mendatangkan kepada mereka hal-hal yang tidak mereka perkirakan (sebelumnya)(disarikan dari Tafsir as-Sa’di).
Para pemuda dalam gua ini mengharapkan kepada Allah 2 hal utama yaitu rahmat Allah dan petunjuk (ar-Rusyd).
Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan bahwa ar-Rusyd tersebut adalah berilmu (mengetahui) hal yang bermanfaat baginya dan beramal dengan ilmu tersebut (Ighotsatul Lahfaan (2/168)).
Makna doa mereka : Wa Hayyi’ lanaa min amrinaa rosyadaa artinya adalah “jadikan akibat akhir urusan kami adalah petunjuk”. Sebagaimana dalam salah satu doa yang diajarkan Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada Aisyah radhiyallahu anha, sebuah doa yang padat mencakup semua kebaikan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَأَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَسْأَلُكَ مِمَّا سَأَلَكَ بِهِ مُحَمَّدٌ وَأَعُوْذُ بِكَ مِمَا تَعَوَّذَ مِنْهُ مُحَمَّدٌ وَمَا قَضَيْتَ لِي مِنْ قَضَاءٍ فَاجْعَلْ عَاقِبَتَهُ رُشْدًا
Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dari kebaikan seluruhnya baik yang segera ataupun tertunda yang aku ketahui ataupun yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepadaMu dari keburukan seluruhnya baik yang segera ataupun yang tertunda yang aku ketahui maupun tidak aku ketahui. Dan aku meminta kepadaMu al-Jannah (Surga) dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku berlindung kepadaMu dari anNaar (Neraka) dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Dan aku meminta kepadaMu seperti yang diminta oleh Muhammad –shollallahu alaihi wasallam- dan aku berlindung kepadaMu sebagaimana Muhammad –shollallahu alaihi wasallam- meminta perlindungan darinya. Dan segala yang Engkau tetapkan untukku, jadikanlah akibat (akhirnya) adalah petunjuk (H.R al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)(faidah dari Tafsir Ibnu Katsir).
=====================

Ayat Ke-11 Surat al-Kahfi.

فَضَرَبۡنَا عَلَىٰٓ ءَاذَانِهِمۡ فِي ٱلۡكَهۡفِ سِنِينَ عَدَدٗا
Arti Kalimat: Kemudian Kami tutup telinga mereka (tidurkan mereka) di dalam gua selama bertahun-tahun yang telah terhitung (waktunya).
☝️ Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menidurkan para pemuda Ash-haabul Kahfi itu selama bertahun-tahun. Pada ayat ini hanya disebutkan siniina ‘adadaa yaitu bertahun-tahun yang terhitung waktunya.
Dijelaskan dalam ayat yang lain pada surat al-Kahfi ini bahwa durasi waktunya adalah 309 tahun (ayat ke-25).
Dengan ditidurkannya mereka itu terdapat penjagaan bagi hati mereka dari perasaan ketakutan dan keguncangan dan penjagaan bagi mereka dari kaum mereka agar nantinya menjadi ayat yang jelas (akan kekuasaan Allah)(Tafsir as-Sa’di).
Perkataan : Fadhorobnaa ‘alaa aadzaanihim (Kami tutup telinga mereka) menunjukkan bahwa tidurnya mereka adalah tidur yang sangat nyenyak sehingga tidak bisa mendengar segala sesuatu di sekitar mereka (disarikan dari Tafsir al-Kahfi libni Utsaimin).
=====================

Ayat Ke-12 Surat al-Kahfi.

ثُمَّ بَعَثۡنَٰهُمۡ لِنَعۡلَمَ أَيُّ ٱلۡحِزۡبَيۡنِ أَحۡصَىٰ لِمَا لَبِثُوٓاْ أَمَدٗا
Arti Kalimat: Kemudian Kami bangkitkan mereka agar Kami mengetahui siapakah di antara 2 kelompok yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama (tinggalnya mereka dalam gua).
Para Ulama berbeda pendapat tentang siapakah dua kelompok yang disebut dalam ayat ini. Namun, pendapat yang rajih adalah bahwa dua kelompok yang disebut dalam ayat ini adalah semuanya dari Ash-haabul Kahfi sebagaimana disebutkan dalam ayat :
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ
Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka sehingga mereka saling bertanya-tanya satu sama lain. Salah seorang dari mereka berkata: Berapa lama kalian tinggal (di sini)? Mereka berkata: Kami tinggal sehari atau sebagian hari. Ada yang berkata: Rabb kalian paling tahu berapa lama kalian tinggal (Q.S al-Kahfi ayat 19).
Pihak yang berkata: Rabb kalianlah yang Paling tahu berapa lama kalian tinggal adalah pihak yang paling tepat dalam menentukan berapa lama mereka tinggal, artinya masa tinggal mereka sangat lama (Adh-waaul Bayaan lisySyinqithy).
Dalam ayat ini mungkin saja timbul isykaal (permasalahan). Apakah Allah Azza Wa Jalla telah mengetahui setelah kejadian (karena dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah bangkitkan mereka agar Allah mengetahui…).
Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna kata lina’lama (agar Kami mengetahui), bahwa ‘mengetahui’ dalam ayat ini maknanya adalah:
▶️ Pertama, Ilmu yang terkait dengan melihat atau menyaksikan.
Telah dimaklumi bahwa ilmu tentang sesuatu yang akan terjadi berbeda dengan ilmu terhadap sesuatu yang telah terjadi. Karena ilmu Allah terhadap sesuatu sebelum terjadinya adalah ilmu bahwa sesuatu itu akan terjadi. Sedangkan setelah terjadinya itu adalah ilmu bahwa itu terjadi (pada saat Allah melihat dan menyaksikan perbuatan hamba).
⏩ Kedua, ilmu yang berkaitan dengan balasan terhadap suatu perbuatan (setelah terjadi).
Seperti dalam firman Allah:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ
Dan sungguh Kami akan menguji kalian hingga Kami mengetahui siapakah di antara kalian yang benar-benar berjihad dan bersabar …(Q.S Muhammad ayat 31).
Sebelum Allah menguji kita, Ia telah mengetahui siapakah yang akan taat dan siapakah yang akan bermaksiat. Akan tetapi pengetahuan ini belum berkaitan dengan balasan (pahala atau dosa). Saat seorang sudah melakukan perbuatan, barulah Allah memberikan balasan kepadanya sesuai perbuatan.
Di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara pengetahuan terhadap apa yang akan terjadi dengan yang akan terjadi. Berbeda dengan pengetahuan makhluk. Mungkin saja seseorang sudah mengetahui tentang berita suatu hal yang belum dilihatnya, namun saat ia melihat langsung, pengetahuannya bertambah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
لَيْسَ الْخَبَرُ كَالْمُعَايَنَةِ
Kabar (yang didengar) tidaklah sama dengan melihat langsung (H.R Ahmad, dishahihkan al-Hakim dan disepakati adz-Dzahabiy dinyatakan shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim). (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir al-Kahfi).
☝️ Di sisi Allah, tidak akan berbeda sesuatu yang telah diketahui Allah sebelum terjadi dengan saat terjadinya. Segala yang terjadi tepat benar sesuai dengan yang telah diketahui Allah sebelumnya bahwa itu akan terjadi. Berbeda dengan pada makhluk. Mungkin saja seseorang telah diberitahu tentang rencana pelaksanaan sesuatu. Maka ia seakan-akan telah mengetahui sebelum kejadian. Namun, saat pelaksanaan ternyata terjadi kendala-kendala sehingga tidak terjadi seperti yang direncanakan.
=====================

Ayat Ke-13 Surat al-Kahfi.

نَّحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ نَبَأَهُم بِٱلۡحَقِّۚ إِنَّهُمۡ فِتۡيَةٌ ءَامَنُواْ بِرَبِّهِمۡ وَزِدۡنَٰهُمۡ هُدٗى
Arti Kalimat: Kami menceritakan kepadamu kisah mereka secara haq (benar). Sesungguhnya mereka adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Rabb mereka kemudian Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
Ayat ini memberikan 3 pelajaran penting:
1. Kisah Ash-haabul Kahfi ini dan juga kisah-kisah lain dalam al-Quran adalah kisah yang haq (benar). Tidak ada kedustaan sedikitpun padanya.
2. Keimanan seseorang bisa bertambah dengan adanya petunjuk dari Allah. Para pemuda Ash-haabul Kahfi tersebut telah mendapat asal petunjuk dari Allah, kemudian Allah tambah lagi petunjuk bagi mereka. Ayat ini dijadikan dalil oleh al-Imam al-Bukhari dalam Shahihnya tentang bertambahnya keimanan. Ini adalah akidah Ahlussunnah. Berbeda dengan akidah Murji’ah yang tidak meyakini adanya penambahan iman pada seseorang.
Sebagaimana juga dijelaskan dalam ayat yang lain:
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا...
Adapun orang-orang yang beriman, Kami tambah keimanannya…(Q.S atTaubah ayat 124) (faidah dari Tafsir Ibnu Katsir).
3. Balasan dari perbuatan kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang diketahuinya, Allah akan menambahkan kepadanya ilmu yang sebelumnya tidak ia ketahui.
Sebagaimana pada Ash-haabul Kahfi itu ada keimanan dan ia beramal dengan keimanannya, maka Allah tambahkan hidayah untuknya (faidah dari Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Tafsir Aayaat minal Qur’aanil Kariim (1/243)).
=====================

Ayat Ke-14 Surat al-Kahfi.

وَرَبَطۡنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ إِذۡ قَامُواْ فَقَالُواْ رَبُّنَا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ لَن نَّدۡعُوَاْ مِن دُونِهِۦٓ إِلَٰهٗاۖ لَّقَدۡ قُلۡنَآ إِذٗا شَطَطًا
Arti Kalimat: dan Kami kuatkan hati mereka saat mereka berdiri dan berkata: Rabb kami adalah Tuhan (Penguasa) langit dan bumi. Kami tidak akan pernah berdoa (beribadah) kepada sesembahan selainNya. Jika sampai kami melakukan hal itu, sungguh kami telah mengucapkan ucapan yang jauh menyimpang dari al-haq.
Faidah dan penjelasan pada ayat ini adalah:
1. Allahlah yang mengokohkan hati orang-orang beriman saat mereka kokoh menyampaikan al-haq.
▶️ Allah yang mengokohkan hati Ash-haabul Kahfi sehingga kuat dalam menyampaikan akidah dan keyakinannya seperti disebutkan dalam ayat ini.
⏩ Allah pula yang mengokohkan hati ibu Musa sehingga bisa bersabar tidak sampai berteriak saat bayi Musa dihanyutkan:
وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
 Dan pada pagi harinya hati ibu Musa terasa kosong. Hampir saja ia menampakkan (bahwa bayi itu adalah anaknya), kalaulah tidak Kami kokohkan hatinya sehingga ia termasuk orang yang beriman (Q.S al-Qoshshosh ayat 10).
➡️ Allah pula yang mengokohkan hati Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam agar tidak ikut dalam ajakan kaumnya:
وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا
Kalaulah tidak Kami kuatkan engkau, hampir saja engkau sedikit cenderung (mengikuti keinginan) mereka (Q.S al-Israa’ ayat 74).
Karena itu, mintalah kekokohan dan kekuatan iman kepada Allah Azza Wa Jalla semata. Tanpa pengokohan dan penguatan yang diberikan Allah, kita tidak akan mampu tetap istiqomah dalam keimanan.
2. Tauhid Rububiyyah mengharuskan adanya Tauhid Uluhiyyah. Di dalam Tauhid Uluhiyyah terkandung Tauhid Rububiyyah. Artinya, satu-satunya Pencipta dan Penguasa langit dan bumi, Dialah satu-satunya yang berhak diibadahi. Seperti ucapan Ash-haabul Kahfi tersebut: Allahlah Tuhan langit dan bumi, kami tidak akan menyembah siapapun selain-Nya.
Orang-orang musyrikin Quraisy meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta dan pengatur seluruh alam semesta, namun mereka tidak mau beribadah hanya kepada Allah. Mereka memang beribadah kepada Allah, tapi mereka juga beribadah kepada selain Allah agar sesembahan itu semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah.
=====================

Ayat Ke-15 Surat al-Kahfi.

هَٰٓؤُلَآءِ قَوۡمُنَا ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ ءَالِهَةٗۖ لَّوۡلَا يَأۡتُونَ عَلَيۡهِم بِسُلۡطَٰنِۢ بَيِّنٖۖ فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبٗا
Arti Kalimat: Kaum kita ini mereka telah menjadikan sesembahan selain Allah. Mengapa mereka tidak mendatangkan hujjah yang jelas. Siapakah yang lebih dzhalim dibandingkan orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama selain Allah.
Sebagian orang selalu mencibir pihak yang mendakwahkan Tauhid dan Sunnah dengan mengatakan:Mereka selalu menyalah-nyalahkan orang. Seakan-akan mereka sendiri yang benar. Tidak boleh orang itu menyalahkan keadaan masyarakatnya…
Itu adalah sikap yang tidak benar. Terbukti yang dilakukan oleh Ash-haabul Kahfi mereka kokoh menyampaikan al-haq bahwa Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Kemudian Ash-haabul Kahfi menyoroti penyimpangan yang terjadi pada kaumnya. Menganggap kaumnya telah melakukan kedzhaliman yang paling besar dengan mengada-adakan kedustaan atas nama Allah yaitu beribadah kepada selain Allah.
Bagi pihak yang mencibir dakwah Tauhid dan Sunnah itu mereka secara tidak langsung akan menganggap Ash-haabul Kahfi itu benar sendiri dan menyalah-nyalahkan orang lain.
Tentunya dakwah kepada Tauhid dan Sunnah harus disampaikan secara hikmah. Ketegasan dalam bersikap bukanlah identik dengan kekerasan. Tapi kokoh memegang prinsip, tidak akan berubah, meski itu disampaikan dengan kelembutan, ketika kondisi dan keadaan mengharuskan bersikap dengan kelembutan.
☝️ Pada ayat ini juga disebutkan bahwa perbuatan kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Ash-haabul Kahfi tidaklah didasarkan pada hujjah yang jelas. Demikian juga segala macam bentuk kesyirikan sama sekali tidak pernah berdasarkan hujjah yang kokoh. Hanya saja kemasan-kemasan manis yang membungkusnya sering menipu kaum muslimin. Kemasan-kemasan itu adalah seperti cinta kepada orang shalih, penghormatan kepada Nabi, dan lain sebagainya.
Dalih-dalih dan kemampuan bersilat lidah serta mengolah kata sering mengesankan itu bagaikan dalil yang kuat, padahal sebenarnya hanya tipu daya belaka.
=====================

Ayat Ke-16 Surat al-Kahfi.

وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُۥٓاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقٗا
Arti Kalimat: dan jika kalian (wahai para pemuda) akan menjauhi mereka (kaum musyrik) dan segala yang mereka sembah selain Allah, maka berlindunglah ke dalam sebuah gua. Niscaya Rabb kalian akan melimpahkan rahmatNya kepada kalian dan Dia akan memudahkan urusan kalian pada hal-hal yang bermanfaat bagi kalian.
Kata mirfaqo maknanya adalah hal-hal yang bermanfaat.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa kaum Ash-haabul Kahfi itu juga menyembah Allah, namun selain menyembah Allah mereka juga menyembah berhala-berhala (lihat penjelasan Tafsir al-Baghowy –salah seorang Ulama Syafiiyyah-).
☝️Dalam ayat ini disebutkan ucapan Ash-haabul Kahfi sebagai ucapan internal mereka bahwa jika kalian akan meninggalkan kaum musyrik dan segala yang mereka sembah selain Allah, maka berlindunglah ke dalam sebuah gua, niscaya Allah akan merahmati kalian (dengan perlindunganNya), dan Allah akan memudahkan hal-hal yang mencukupi kebutuhan kalian.
Ash-haabul Kahfi tersebut melakukan perbuatan lari (menjauh) dari fitnah, serta tidak menyandarkan pada kekuatan mereka, namun bertawakkal kepada Allah (disarikan dari Tafsir as-Sa’di).
Salah satu bentuk ketawakkalan mereka adalah keyakinan bahwa Allah akan memudahkan segala hal yang mereka butuhkan dalam hidup. Padahal di dalam gua secara asal akan sulit didapatkan hal-hal untuk bertahan hidup. Mereka juga tidak membawa bekal atau peralatan yang banyak, hanya berbekal dengan uang yang dibawa.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa sikap orang beriman dalam meninggalkan kaumnya yang musyrik dan sesembahan selain Allah akan mendatangkan kelembutan dan rahmat Allah.
Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Nabi Ibrahim alaihissalam yang meninggalkan kaumnya dan sesembahan mereka karena Allah:
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلّاً جَعَلْنَا نَبِيّاً وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيّاً
Ketika dia (Nabi Ibrahim) meninggalkan mereka dan yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya’qub. Semuanya kami jadikan sebagai Nabi. Dan kami anugerahkan bagi mereka dari rahmat Kami dan Kami jadikan untuk mereka penyebutan (pujian) yang tinggi (pada umat setelahnya)(Q.S Maryam ayat 49-50).
Faidah dalam Adh-waaul Bayaan, Tafsir karya Syaikh Muhammad al-Amiin asy-Syinqithiy.
=====================

Ayat Ke-17 Surat al-Kahfi.

وَتَرَى ٱلشَّمۡسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَٰوَرُ عَن كَهۡفِهِمۡ ذَاتَ ٱلۡيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقۡرِضُهُمۡ ذَاتَ ٱلشِّمَالِ وَهُمۡ فِي فَجۡوَةٖ مِّنۡهُۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِۗ مَن يَهۡدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلۡمُهۡتَدِۖ وَمَن يُضۡلِلۡ فَلَن تَجِدَ لَهُۥ وَلِيّٗا مُّرۡشِدٗا
Arti Kalimat: dan engkau melihat matahari ketika terbit menyimpang dari guanya pada arah kanan dan jika (matahari) tenggelam meninggalkan mereka pada arah kiri sedangkan mereka berada pada tempat yang luas. Itu adalah termasuk tanda-tanda (kekuasaan) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka ia tidak akan pernah mendapatkan penolong yang memberinya petunjuk.
Kemudian Allah tidurkan para pemuda Ash-haabul Kahfi itu di dalam gua. Allah Azza Wa Jalla mentakdirkan penyebab-penyebab yang membuat para pemuda itu bertahan lama hidup dalam keadaan tidur di gua, yaitu (yang disebutkan dalam ayat ini):
1.Sinar matahari tidak menimpa mereka secara langsung. Pada saat terbit, matahari berada di arah kanannya. Pada saat tenggelam, matahari berada di arah kirinya.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa pintu gua tersebut berada di arah utara sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas, Said bin Jubair, dan Qotadah.
2.Mereka berada di tempat yang luas dalam gua, sehingga sirkulasi udara berjalan dengan baik dan nyaman.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa Hidayah Taufiq hanyalah berasal dari Allah. Dialah satu-satunya yang memberikan hidayah atau menyesatkan siapa saja yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada yang bisa menyesatkannya. Sebaliknya, barangsiapa yang Allah sesatkan, tidak ada satu pihakpun yang bisa memberinya hidayah. Karena itu, hendaknya kita senantiasa memohon petunjuk hanya kepadaNya.
=====================

Ayat Ke-18 Surat al-Kahfi.

وَتَحۡسَبُهُمۡ أَيۡقَاظٗا وَهُمۡ رُقُودٞۚ وَنُقَلِّبُهُمۡ ذَاتَ ٱلۡيَمِينِ وَذَاتَ ٱلشِّمَالِۖ وَكَلۡبُهُم بَٰسِطٞ ذِرَاعَيۡهِ بِٱلۡوَصِيدِۚ لَوِ ٱطَّلَعۡتَ عَلَيۡهِمۡ لَوَلَّيۡتَ مِنۡهُمۡ فِرَارٗا وَلَمُلِئۡتَ مِنۡهُمۡ رُعۡبٗا
Arti Kalimat: dan engkau mengira mereka terjaga padahal mereka tidur. Dan Kami bolak-balikkan (tubuh) mereka pada sisi kanan dan kiri. Sedangkan anjing mereka membentangkan lengannya di halaman gua. Kalau seandainya engkau melihat keadaan mereka, niscaya engkau akan berbalik lari dan dipenuhi ketakutan yang sangat.
Dalam tidurnya, para pemuda Ash-haabul Kahfi itu tidaklah menutupkan mata mereka secara penuh. Sehingga, seandainya ada yang melihat keadaan tidur mereka, akan dikira bahwa mereka tidak tidur.
Para Ulama menjelaskan bahwa tidak menutup rapatnya mata mereka saat tidur adalah salah satu penjagaan Allah agar mata tersebut tetap bertahan lama, berbeda dengan jika selalu terkatup rapat.
Allah juga membolak-balikkan tubuh mereka dalam tidur tersebut, sehingga posisi mereka tidak selalu statis dan diam. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menjelaskan bahwa salah satu hikmahnya agar jasad mereka tidak rusak dimakan tanah (Tafsir Ibn Katsir).
Dalam ayat ini Allah menyebut bahwa Dialah yang membolak-balikkan tubuh mereka. Artinya, pembolak-balikan tubuh itu bukan dinisbatkan sebagai perbuatan mereka. Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ayat ini adalah salah satu dalil yang menunjukkan perbuatan atau ucapan orang yang tidur tidaklah teranggap secara hukum. Seandainya ada orang dalam tidurnya mengatakan: saya menceraikan istri saya, maka ucapan itu tidak dianggap sebagai talak.
Anjing yang ikut bersama Ash-haabul Kahfi disebutkan berjaga menjulurkan lengannya di halaman gua. Beberapa faidah dan penjelasan terkait hal ini adalah:
Pertama, anjing tidak masuk ke dalam gua, tapi berada di luar gua, karena Malaikat tidak akan memasuki rumah/ ruangan yang di dalamnya terdapat anjing (faidah dari Tafsir Ibnu Katsir).
 Di dalam sebuah hadits, Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ
Malaikat tidaklah memasuk rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar (makhluk bernyawa)/ patung (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Tholhah).
أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ إِنِّي كُنْتُ أَتَيْتُكَ الْبَارِحَةَ فَلَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَكُونَ دَخَلْتُ عَلَيْكَ الْبَيْتَ الَّذِي كُنْتَ فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فِي بَابِ الْبَيْتِ تِمْثَالُ الرِّجَالِ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ قِرَامُ سِتْرٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ كَلْبٌ فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي بِالْبَابِ فَلْيُقْطَعْ فَلْيُصَيَّرْ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ وَيُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ مُنْتَبَذَتَيْنِ يُوطَآَنِ وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَيُخْرَجْ فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Jibril ‘alaihissalaam mendatangiku kemudian berkata: Aku mendatangimu tadi malam. Tidak ada yang mencegahku masuk ke rumahmu kecuali karena di pintu ada patung-patung laki-laki, di dalam rumah juga ada tirai tipis yang di dalamnya ada gambar makhluk bernyawa dan di rumah juga ada anjing. Maka perintahkan agar kepala patung di pintu rumah itu dipotong sehingga menyerupai pohon. Dan perintahkan agar tirai itu dipotong sehingga bisa dipakai sebagai dua bantal yang dibentangkan dan diinjak/ diduduki. Dan perintahkan agar anjing itu dikeluarkan dari rumah. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melaksanakan hal itu…(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, lafadz sesuai riwayat atTirmidzi, dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albaniy).
Kedua, ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian Ulama tentang diperbolehkannya memelihara anjing untuk menjaga rumah atau penghuni rumah. Ini adalah pendapat dari al-Imam anNawawi dalam syarh Shahih Muslim dan dikuatkan oleh Syaikh Ibn Utsaimin. Alasannya adalah karena untuk menjaga ternak dan tanaman saja diperbolehkan, maka menjaga sesuatu yang lebih penting dan berharga (seperti nyawa manusia), maka itu lebih layak untuk diperbolehkan. Untuk sekedar berburu saja diperbolehkan, maka untuk hal yang sifatnya lebih dibutuhkan yaitu menjaga diri manusia, maka tentunya lebih layak untuk diperbolehkan.
Namun, untuk berhati-hati, sebaiknya tidaklah seseorang memelihara anjing kecuali untuk 3 hal yang telah jelas diperkecualikan oleh syariat yaitu: berburu, menjaga ternak, dan menjaga tanaman (tanah).
مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلَا مَاشِيَةٍ وَلَا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ
Barangsiapa yang memelihara anjing bukan anjing berburu, atau menjaga ternak, tidak juga untuk menjaga tanah, maka akan dikurangi pahalanya 2 qirath setiap hari (H.R Muslim dari Abu Hurairah).
Ketiga, di dalam ayat ini terkandung faidah besarnya manfaat bersahabat dengan orang-orang shalih. Anjing Ash-haabul Kahfi ikut tersebutkan kisahnya dalam al-Quran karena ia bersama para pemuda yang beriman tersebut. Anjing itu juga mendapatkan keberkahan seperti keberkahan yang dialami Ash-haabul Kahfi (faidah dari Tafsir Ibnu Katsir).
Ayat ini juga menunjukkan bentuk penjagaan yang lain dari Allah terhadap Ash-haabul Kahfi, yaitu Allah timpakan perasaan takut bagi orang yang melihat  ke arah gua itu sehingga mereka tidak berani mendekat atau sekedar menyentuhnya.
 
=====================

Ayat Ke-19 Surat al-Kahfi.

وَكَذَٰلِكَ  بَعَثۡنَٰهُمۡ لِيَتَسَآءَلُواْ بَيۡنَهُمۡۚ قَالَ قَآئِلٞ مِّنۡهُمۡ كَمۡ لَبِثۡتُمۡۖ قَالُواْ لَبِثۡنَا يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۚ قَالُواْ رَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَا لَبِثۡتُمۡ فَٱبۡعَثُوٓاْ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمۡ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ فَلۡيَنظُرۡ أَيُّهَآ أَزۡكَىٰ طَعَامٗا فَلۡيَأۡتِكُم بِرِزۡقٖ مِّنۡهُ وَلۡيَتَلَطَّفۡ وَلَا يُشۡعِرَنَّ بِكُمۡ أَحَدًا
Arti Kalimat: dan demikianlah Kami bangkitkan (bangunkan) mereka sehingga mereka saling bertanya satu sama lain. Salah satu dari mereka berkata: Berapa lama kalian tinggal (di gua ini)? Mereka berkata: kami tinggal sehari atau sebagian hari. (sebagian) mereka berkata: Rabb kalian lebih tahu tentang (berapa lama) kalian tinggal. Utuslah salah seorang dari kalian dengan membawa uang dirham ini ke kota dan hendaknya ia mencari makanan yang paling suci (halal) dan datang kembali dengan membawa rezeki darinya. Hendaknya ia menjalankannya secara sembunyi-sembunyi dan janganlah sampai diketahui pihak lain.
Setelah masa tidur yang sangat lama (lebih dari 3 abad), para pemuda itu dibangunkan oleh Allah Ta’ala. Mereka saling bertanya-tanya tentang berapa lama mereka tertidur. Sebagian menyangka mereka tertidur selama sehari. Di dalam Tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa mereka masuk gua saat terbit matahari dan bangun saat menjelang tenggelam matahari. Sehingga sebagian di antara mereka mengira bahwa bangunnya mereka adalah di hari yang sama dengan saat mulai tertidur.
Namun ucapan yang paling bijak dan tepat adalah yang mengembalikan pengetahuan berapa lama mereka tertidur itu kepada Allah Azza Wa Jalla.
▶️ Pada ayat ini terkandung bolehnya muamalah al-wakaalah (mewakilkan suatu akad jual beli atau semisalnya). Sebagaimana Ash-haabul Kahfi tersebut mengutus satu orang untuk membeli makanan.
⏩ Ayat ini juga memberikan faidah bolehnya memakan makanan terbaik yang halal selama tidak berlebihan. Karena Ash-haabul Kahfi tersebut mengharapkan azkaa tho’aaman (makanan halal yang terbaik terlezat).
Sebagian Ahlut Tafsir menjelaskan bahwa para pemuda ini adalah anak pembesar/pejabat di kota itu yang biasa memakan makanan yang lezat (faidah dari Tafsir as-Sa’di).
=====================

Ayat Ke-20 Surat al-Kahfi.

إِنَّهُمۡ إِن يَظۡهَرُواْ عَلَيۡكُمۡ يَرۡجُمُوكُمۡ أَوۡ يُعِيدُوكُمۡ فِي مِلَّتِهِمۡ وَلَن تُفۡلِحُوٓاْ إِذًا أَبَدٗا
Arti Kalimat: Sesungguhnya jika mereka (kaum musyrikin) melihat kalian, mereka akan merajam kalian (melempari dengan batu hingga meninggal) atau ia akan mengembalikan kalian ke agama mereka. Kalau sudah demikian, kalian tidak akan beruntung selamanya.
Salah seorang dari pemuda itu menyatakan bahwa hendaknya utusan yang akan membeli makanan itu berhati-hati. Jangan sampai keberadaannya diketahui oleh orang-orang yang memusuhi mereka karena Dien. Karena jika sampai diketahui, akan ada 2 kemungkinan:
▶️ Pertama, mereka akan dihukum rajam (dilempari batu hingga meninggal) karena tidak mau ikut agama kemusyrikan itu.
⏩ Kedua, kaum musyrik itu akan memaksa mereka kembali ke agamanya, tidak beriman dengan Tauhid kepada Allah. Kalau sudah demikian, jika seseorang meninggal dalam keadaan kekafiran, maka ia tidak akan beruntung selama-lamanya.
Kemungkinan yang kedua mendapatkan penekanan bahwa itulah kerugian yang amat dan tidak ada kebaikan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa meninggal di atas keimanan meski dalam kondisi terbunuh adalah lebih baik dibandingkan tetap hidup di dunia tapi menanggalkan keimanannya. Kerugian dunia jauh lebih ringan dan mudah dibandingkan harus mendapat kerugian akhirat.
=====================

Ayat Ke-21 Surat al-Kahfi.

وَكَذَٰلِكَ أَعۡثَرۡنَا عَلَيۡهِمۡ لِيَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞ وَأَنَّ ٱلسَّاعَةَ لَا رَيۡبَ فِيهَآ إِذۡ يَتَنَٰزَعُونَ بَيۡنَهُمۡ أَمۡرَهُمۡۖ فَقَالُواْ ٱبۡنُواْ عَلَيۡهِم بُنۡيَٰنٗاۖ رَّبُّهُمۡ أَعۡلَمُ بِهِمۡۚ قَالَ ٱلَّذِينَ غَلَبُواْ عَلَىٰٓ أَمۡرِهِمۡ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيۡهِم مَّسۡجِدٗا
Arti Kalimat: dan demikianlah Kami nampakkan (munculkan para pemuda Ash-haabul Kahfi) kepada mereka (orang-orang di masa itu) agar mereka mengetahui bahwa janji Allah adalah haq (benar) dan sesungguhnya hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka saling berselisih pendapat dalam urusan mereka, mereka berkata: bangunkanlah bangunan untuk mereka. Rabb mereka lebih tahu tentang mereka. Orang yang berkuasa terhadap mereka berkata: Bangunkanlah sebuah masjid (tempat ibadah) di atas (tempat) mereka.
Sebagian Ulama Salaf menjelaskan bahwa penduduk di negeri itu pada saat itu timbul keraguan tentang kebangkitan dari kematian dan tentang urusan hari kiamat. Ikrimah (salah seorang murid Ibnu Abbas) berkata: sebagian kelompok masyarakat pada waktu itu berpandangan bahwa yang akan dibangkitkan adalah ruh, sedangkan jasad tidak. Maka Allah bangkitkan (bangunkan kembali dalam tidur panjang, pent) pemuda penghuni gua sebagai hujjah dan petunjuk akan hal itu (Tafsir Ibn Katsir).
Satu orang pemuda yang diutus untuk membeli makanan itu kemudian keluar menuju kota. Ia melihat suatu hal yang sangat jauh berbeda dengan kondisi kotanya yang ia kenal sebelumnya. Semuanya telah jauh berubah: tata letak, bangunan, dan orang-orangnya. Selama tertidur dalam gua, telah terjadi pergantian generasi demi generasi di kota itu.
Ia bingung dengan kondisi itu, bahkan sempat mengira ia telah berubah menjadi gila atau sedang bermimpi. Tapi ia sadar bahwa itu nyata. Kemudian ia menuju penjual makanan. Sang penjual makanan melihat ia sebagai sosok yang aneh. Demikian juga dengan uang yang dibawanya. Penjual itu menunjukkan uang itu kepada teman-temannya sesama pedagang. Mereka juga saling heran. Mereka menganggap uang itu adalah harta karun yang terpendam karena uang yang digunakan pada saat itu sudah bukan uang yang dibawa oleh pemuda itu. Mereka bertanya siapa pemuda itu, dari mana asalnya. Pemuda itu menjelaskan bahwa ia adalah penduduk kota itu. Ia baru saja meninggalkan kota itu pagi tadi dan rajanya adalah Diqyanus. Maka para pedagang dan orang-orang sekitar itu menganggap pemuda itu gila.
Hingga akhirnya permasalahan ini dibawa menuju raja. Rajanya saat itu adalah seorang yang muslim, berbeda dengan raja yang ada saat para pemuda itu melarikan diri menuju gua. Kemudian raja itu minta ditunjukkan ke mana para pemuda itu berdiam dalam gua, mengucapkan salam pada mereka dan memeluk mereka. Setelah itu para pemuda itu kembali ke dalam gua dan meninggal dunia (disarikan dari penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya).
Orang-orang yang ada di masa itu ingin memulyakan para pemuda yang telah meninggal itu. Mereka ingin membangunkan sebuah bangunan untuk mereka. Sang penguasa pada waktu itu memerintahkan untuk dibangunkan bagi mereka sebuah masjid.
Perbuatan membangunkan masjid pada kuburan bukanlah suatu hal yang terpuji justru tercela dan dilarang dalam syariat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi menjelang beliau meninggal dunia:
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمَّا نُزِلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مِثْلَ مَا صَنَعُوا
Dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bahwasanya Aisyah dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhum berkata: Ketika Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menjelang meninggal dunia beliau meletakkan kain di atas wajah beliau. Jika beliau merasa kesulitan bernafas, beliau menyingkapnya dari wajah beliau. Dalam keadaan semacam itu beliau bersabda: Laknat Allah kepada Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah. Nabi memperingatkan agar (kaum muslimin) jangan melakukan seperti yang mereka perbuat (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz riwayat Muslim).
Dalam riwayat lain, dinyatakan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ قَالَتْ عَائِشَةُ لَوْلَا ذَلِكَ لَأُبْرِزَ قَبْرُهُ خَشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda saat sakit yang menyebabkan beliau meninggal: Laknat Allah bagi Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Aisyah berkata: Kalau tidak karena (sabda beliau) itu, niscaya kuburan beliau akan ditampakkan (di pemakaman umum), (akan tetapi itu tidak dilakukan) karena khawatir kuburan beliau akan dijadikan sebagai masjid (H.R Muslim).
Sebelumnya, 5 hari sebelum meninggal dunia, disebutkan dalam hadits lain:
عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Saya mendengar Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda pada waktu 5 malam sebelum meninggalnya: Sesungguhnya aku berlepas diri kepada Allah dari menjadikan salah seorang di antara kalian sebagai khalil (kekasih terdekat), karena Allah Ta’ala telah menjadikan aku sebagai Khalil-Nya sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai Khalil. Kalau seandainya aku (boleh) menjadikan salah seorang umatku sebagai khalil, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai khalilku. Ingatlah, sesungguhnya umat sebelum kalian menjadikan kuburan para Nabi dan orang shalih mereka sebagai masjid (tempat ibadah). Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat ibadah), sesungguhnya aku melarang kalian dari hal demikian (H.R Muslim).
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengisahkan perbuatan penguasa pada waktu itu membangunkan masjid pada kuburan Ash-haabul Kahfi bukanlah sebagai bentuk pujian terhadap perbuatan itu, namun untuk menunjukkan bahwa para pemuda yang berlindung ke dalam gua itu dulunya lari menjauhi kaumnya dalam keadaan mereka dihinakan dan dikejar-kejar dengan ancaman bunuh jika tidak mengikuti keinginan kaumnya, namun di akhir kehidupan justru mereka dimulyakan oleh masyarakat pada waktu itu (disarikan dari penjelasan dalam Tafsir as-Sa’di).
Sedangkan kalau tentang hukum perbuatan membangun masjid di area kuburan (tidak ada pemisah), maka telah tersebut dalam hadits-hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam larangan dalam hal itu sebagaimana disebutkan di atas. Allah telah menjadikan Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam sebagai penjelas maksud al-Quran, sebagaimana dalam ayat:
...وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
…dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikra (al-Quran) agar engkau jelaskan kepada manusia (makna ayat-ayat) yang diturunkan kepada mereka dan agar mereka berfikir (Q.S anNahl ayat 44).
Beberapa Faidah yang Bisa Diambil dari Kisah Ash-haabul Kahfi
▶️ Pertama : Disunnahkannya melakukan uzlah (menyendiri dan menghindar) dari masyarakat yang sudah sulit disampaikan amar ma’ruf nahi munkar dan sulit diharapkan perbaikannya, yang pada saat itu jika tetap berbaur dengan mereka hal itu justru akan membahayakan Dien kita.
Secara asal, jika seseorang bisa berbaur dengan baik dan tidak terwarnai namun justru mewarnai dengan kebaikan, yang terbaik adalah berbaur dan istiqomah dalam amar ma’ruf nahi munkar. Namun, jika ia lemah, menyelamatkan dirinya adalah yang terbaik.
اْلمُؤْمِنُ الَّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ اْلمُؤْمِنِ الَّذِيْ لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“ Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka mendapatkan pahala yang lebih besar dibandingkan mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dari gangguan mereka “(H.R Ahmad, Ibnu Majah, al-Hafidz menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, asy-Syaikh Al-Albaani menshahihkannya dalam ‘Shahiihul Jaami’).
عن الأحنف بن قيس ؛ قال :  ' جلست إلي أبي ذر وهو يسبح ؛ فأقبل علي ، فقال : أمل الخير تملىء خيرا ؛ أليس خيرا ؟ قلت : بلى والله أصلحك الله . ثم أقبل على التسبيح ، قال : والسكوت خير من إملاء الشر ، أليس كذلك ؟ قلت : بلى . ثم قال : والجليس الصالح خير من الوحدة ، أليس كذلك ؟ قلت : بلى . قال : والوحدة خير من جليس السوء ، أليس كذلك ؟ قلت : بلى
Dari al-Ahnaf bin Qoys –seorang Tabi’i- beliau berkata: Saya duduk di dekat Abu Dzar (seorang Sahabat Nabi) dalam keadaan beliau bertasbih. Kemudian beliau menghadap ke arahku. Berbicara (mendiktekan) kebaikan akan memenuhi kebaikan. Bukankah itu baik? Aku berkata: Ya. Demi Allah, semoga Allah memperbaiki keadaan anda. Kemudian beliau melanjutkan bertasbih. Kemudian beliau berkata: dan sikap diam lebih baik dibandingkan berbicara keburukan. Bukankah demikian? Aku berkata: Ya, benar. Kemudian beliau berkata: dan teman duduk yang baik lebih baik dibandingkan sendirian. Bukankah demikian? Aku berkata: Ya, benar. Beliau berkata: dan bersendirian lebih baik dibandingkan teman duduk yang buruk. Bukankah demikian? Aku berkata: benar (riwayat Ibnu Abid Dunya dalam al-‘Uzlah wal Infiraad dan al-Khoroo-ithiy dalam Makaarimul Akhlaaq).
⏩ Kedua : Para pemuda adalah pihak yang lebih mudah menerima kebenaran dan diharapkan kebaikan padanya. Allah menyebut mereka sebagai fityah, yaitu sekelompok pemuda yang berada pada puncak semangat dan tenaga.
‘Amr bin Qoys al-Mulaa-iy rahimahullah menyatakan:
إِذَا رَأَيْتَ الشَّابَّ أَوَّلَ مَا يَنْشَأُ مَعَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ , فَارْجُهُ , فَإِذَا رَأَيْتَهُ مَعَ أَهْلِ الْبِدَعِ , فَايْأَسْ مِنْهُ , فَإِنَّ الشَّابَّ عَلَى أَوَّلِ نَشْئِهِ
Jika engkau melihat seorang pemuda pada awal perkembangannya bersama Ahlussunnah wal Jamaah, maka harapkan kebaikan darinya. Dan jika engkau melihat ia bersama Ahlul Bid’ah, berputus asalah darinya karena pemuda itu tergantung keadaan awal perkembangannya (riwayat Ibnu Baththoh dalam al-Ibaanah al-Kubro)
Bukanlah maksud perkataan ‘Amr bin Qoys tersebut artinya kita tidak mendoakan hidayah atau berdakwah kepada pemuda yang bersama Ahlul Bid’ah, namun maksudnya adalah bahwa pemuda yang pada awal perkembangannya berada dalam bimbingan Ahlussunnah sangat besar harapan kebaikan padanya untuk istiqomah. Sebaliknya, yang berada dalam asuhan Ahlul Bid’ah sulit diharapkan kebaikannya. Walaupun tentunya hidayah taufiq hanya milik Allah. Allah Ta’ala adalah Yang Membolak-balikkan hati manusia.
Siapakah ‘Amr bin Qoys al-Mulaa-iy tersebut? Kita butuh penjelasan dari orang yang mengenal beliau. Sufyan ats-Tsauriy rahimahullah menyatakan: Amr bin Qoys adalah orang mengajari aku adab, membaca al-Qur’an, dan ilmu waris. Aku jika mencari beliau, mencarinya di pasarnya. Jika tidak ada di sana aku bisa menemukannya di rumahnya. Kalau tidak dalam keadaan sholat (sunnah), beliau membaca mushaf, seakan-akan beliau bersegera mencapai hal yang terluput darinya (saking semangatnya ibadah, pent). Jika tidak aku dapatkan di rumahnya, aku bisa mendapati beliau di sebagian masjid Kufah di pojok masjid seakan-akan beliau pencuri (yang bersembunyi, pent) duduk menangis. Kalau tidak aku dapati di sana bisa saja beliau di kuburan menangisi dirinya. Ketika Amr bin Qoys meninggal dunia, penduduk Kufah menutup pintu-pintu mereka, keluar untuk mensholatkan dan mengantarkan jenazahnya… (Hilyatul Awliyaa’ karya Abu Nu’aim
(5/101)).
➡️ Ketiga: Keimanan bisa bertambah, dan barangsiapa yang bersyukur dengan keimanan yang ada pada dirinya, Allah akan tambah hidayah baginya. Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang diketahuinya, Allah akan tambah baginya ilmu yang sebelumnya tidak ia ketahui, sebagaimana Allah menyatakan: fazidnaahum hudaa (maka Kami tambah untuk mereka petunjuk).
⏭ Keempat: Allah-lah yang mengokohkan hati para pemuda itu sehingga mampu kuat dalam menyatakan kebenaran di saat mayoritas masyarakat di tempat itu berbuat kesyirikan. Karena itu memohonlah kekokohan hati untuk istiqomah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
⏯ Kelima: Metode penyampaian al-Quran adalah menyampaikan kisah secara global terlebih dahulu, kemudian menjelaskan secara rinci. Pada ayat 10-12 Allah menyebutkan cerita Ash-haabul Kahfi secara garis besar, kemudian pada ayat 13-21 Allah menceritakannya secara rinci. Demikian juga metode terbaik dalam belajar atau mengajar. Sampaikan hal-hal yang global agar seseorang mengerti gambaran garis besarnya, kemudian jelaskan secara rinci tiap-tiap unsur yang ada padanya.
↔️ Keenam: Barangsiapa yang menjauhi dan meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan berikan rahmat dan pertolongan serta ganti yang lebih baik.
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ
Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena taqwa kepada Allah Azza Wa Jalla kecuali Dia akan memberikan yang lebih baik darinya (H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya shahih sesuai syarat Muslim oleh Syaikh al-Albaniy dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah (45/183) dan dishahihkan Syaikh Muqbil dalam al-Jaami’us Shahih mimmaa laysa fis shohiihain no 1489).
Sahabat Nabi Ubay bin Ka’ab radhiyallahu anhu menyatakan:
مَا مِنْ عَبْدٍ تَرَكَ شَيْئًا لِلّهِ عَزَّ وَ جَلَّ إِلَّا أَبْدَلَهُ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَا تَهَاوَنَ بِهِ عَبْدٌ فَأَخَذَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَصْلُحُ إِلَّا أَتَاهُ اللهُ مَا هُوَ أَشَدَّ عَلَيْهِ مِنْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu karena Allah Azza Wa Jalla kecuali Allah akan gantikan dengannya yang lebih baik darinya dari arah yang tidak ia sangka. Dan tidaklah seseorang bersikap meremehkan sesuatu kemudian ia ambil dalam hal yang tidak boleh dilakukannya, kecuali Allah akan mendatangkan untuknya sesuatu yang lebih berat dirasakannya dari arah yang tidak ia sangka-sangka (riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliyaa’, Waki’ dalam az-Zuhud, dan Hannaad dalam az-Zuhud).
↪️ Ketujuh: Bagian dari bentuk memurnikan tauhid adalah dengan meninggalkan pelaku kesyirikan dan perbuatan kesyirikan mereka, sebagaimana perbuatan para Ash-haabul Kahfi dan Nabi Ibrahim alaihissalam sebelumnya. Sebagaimana disyariatkan hijrah bagi kaum muslimin di suatu daerah yang tidak memungkinkan lagi menjalankan ibadah kepada Allah karena tekanan masyarakat sekitarnya.
⤴️ Kedelapan: Mengembalikan ilmu sesuatu yang tidak diketahui kepada Allah. Sebagaimana ucapan beberapa pemuda yang mengembalikan ilmu tentang berapa lama mereka tertidur dalam gua kepada Allah Ta’ala.
*Kesembilan: Kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Jika Dia berkehendak, tidak akan ada yang bisa menghalanginya. Dialah yang melindungi para pemuda itu dan Dialah yang mengatur segala sesuatu berjalan sesuai kehendakNya (arah sinar matahari ke dalam gua, membolak-balik tubuh mereka, membuat mata mereka tak terpejam, menimbulkan perasaan takut yang sangat bagi orang yang melihat ke gua, dan sebagainya) padahal gua itu sangat dekat dari kota.
#Kesepuluh: Janji Allah pasti akan terpenuhi. Kemahakuasaan Allah dalam membangkitkan yang mati menjadi hidup kembali. Sebagaimana Allah Maha Mampu menidurkan para pemuda Ash-haabul Kahfi itu selama 309 tahun dalam keadaan utuh tak kurang suatu apapun.
↗️ Kesebelas: Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, tak akan ada yang menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, tidak akan ada sesuatupun yang bisa memberinya hidayah.
⬆️ Keduabelas: Manfaat bergaul dengan orang-orang yang baik adalah akan mendapatkan pengaruh kebaikan. Sebagaimana anjing Ash-haabul Kahfi yang juga mendapat keberkahan serta disebutkan perihal dia dalam al-Quran. Ada unsur penyebutan kebaikan karena ia bersama dengan orang-orang yang baik.
⏫ Ketigabelas : Anjing Ash-haabul Kahfi berada di luar gua, karena Malaikat rahmat tidak masuk ke dalam ruangan yang di situ ada patung/gambar makhluk bernyawa dan anjing. Ada 3 jenis anjing yang diperkecualikan Nabi boleh untuk dipelihara, yaitu anjing untuk berburu, untuk menjaga pertanian, atau menjaga ternak. Jika bukan karena 3 hal ini, pahala seseorang akan berkurang 1 qirath setiap harinya. Apabila seseorang memelihara anjing yang diperbolehkan oleh syariat, janganlah memasukkannya ke dalam rumah, tapi berjaga di luar.
Keempatbelas: Bolehnya memakan makanan terbaik yang halal selama tidak berlebihan dan didapatkan dengan cara yang halal. Karena pemuda dalam gua itu berharap azkaa tho’aaman (makanan halal yang paling lezat).
Kelimabelas: Bersabar atas kejahatan penguasa, dengan tidak mentaatinya dalam hal bermaksiat atau kekufuran kepada Allah. Tidak melakukan pemberontakan dan upaya menggulingkan penguasa yang kafir jika hal itu akan menimbulkan mudharat yang lebih besar dan tidak ada kemampuan dalam hal itu.
Bisa jadi Allah akan menggantikan penguasa itu dengan penguasa yang lebih baik (dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa penguasa terakhir yang ditemui Ash-haabul Kahfi adalah muslim setelah dulunya mereka lari dari penguasa yang kafir). Demikian juga dengan kisah al-Imam Ahmad rahimahullah yang bersabar atas kejahatan 3 penguasa: al-Ma’mun, al-Mu’tashim, al-Watsiq, beliau dipenjara dan disiksa atau dikucilkan pada masa ketiga penguasa ini, hingga kemudian Allah gantikan dengan penguasa yang mendukung dan membela Sunnah, yaitu al-Mutawakkil.   
=====================

Ayat Ke-22 Surat al-Kahfi.

سَيَقُولُونَ ثَلَٰثَةٞ رَّابِعُهُمۡ كَلۡبُهُمۡ وَيَقُولُونَ خَمۡسَةٞ سَادِسُهُمۡ كَلۡبُهُمۡ رَجۡمَۢا بِٱلۡغَيۡبِۖ وَيَقُولُونَ سَبۡعَةٞ وَثَامِنُهُمۡ كَلۡبُهُمۡۚ قُل رَّبِّيٓ أَعۡلَمُ بِعِدَّتِهِم مَّا يَعۡلَمُهُمۡ إِلَّا قَلِيلٞۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمۡ إِلَّا مِرَآءٗ ظَٰهِرٗا وَلَا تَسۡتَفۡتِ فِيهِم مِّنۡهُمۡ أَحَدٗا
Arti Kalimat: mereka akan berkata (bahwa Ashaabul Kahfi) berjumlah 3 orang dan yang ke-empat adalah anjing mereka. Ada juga yang berkata jumlahnya 5 orang dan yang ke-enam adalah anjing mereka. Itu semua adalah melempar (persangkaan) dalam hal yang ghaib. Dan (ada) yang berkata bahwa jumlah (Ash-haabul Kahfi) adalah 7 orang dan yang ke-8 adalah anjing mereka. Katakanlah: Tuhanku Paling Mengetahui tentang jumlah mereka. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya sedikit. Maka janganlah berdebat tentang mereka kecuali perdebatan secara dzhahir. Dan janganlah engkau meminta fatwa tentang (Ash-haabul Kahfi) kepada salah seorangpun dari mereka (Musyrikin dan Ahlul Kitab).
Pada ayat ini Allah menyebutkan perkataan berbagai pihak yang menerka jumlah para pemuda Ash-haabul Kahfi. Allah menjelaskan 3 pendapat orang-orang tentang berapakah jumlah para pemuda Ash-haabul Kahfi dengan anjingnya:
▶️ Pendapat pertama: jumlah para pemuda itu 3 orang dengan 1 ekor anjing.
⏩ Pendapat kedua: jumlah para pemuda itu 5 orang dengan 1 ekor anjing
Ketika menyebut dua pendapat tersebut, Allah menyatakan: rojman bil ghoyb.
Al-Imam al-Qurthubiy menjelaskan makna rojman bil ghoyb adalah ucapan yang didasarkan persangkaan semata (bukan keyakinan).
Sedangkan ketika Allah Ta’ala menyebutkan
➡️ pendapat ketiga, yaitu jumlah pemuda itu 7 orang dengan seekor anjing, Allah tidak mengatakan rojman bil ghoyb. Para Ulama Tafsir seperti Ibnu Katsir, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di dan Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan bahwa ini menunjukkan pendapat ketiga itulah yang benar yaitu para pemuda itu berjumlah 7 dengan 1 ekor anjing.
Allah menyatakan: “Katakanlah: Rabbku Paling Mengetahui tentang berapa jumlah mereka, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali hanya sedikit orang. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menyatakan: Aku termasuk sedikit orang yang mengetahui berapa jumlah mereka. Mereka berjumlah 7 orang (riwayat Ibnu Abi Hatim)
Pada ayat ini Allah juga menyatakan: Janganlah berdebat tentang mereka kecuali perdebatan yang lahiriah saja. Apakah maksud dari perdebatan lahiriah? Yaitu perdebatan yang tidak sampai dibawa masuk ke dalam hati (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Dalam hal ini juga terkandung pelajaran, bahwa hendaknya kita jangan banyak berdebat dalam hal-hal yang tidak memberikan faidah Dieniyyah, seperti berapa jumlah Ash-haabul Kahfi atau pembahasan semisalnya karena itu akan buang-buang waktu dan mengisi hati kita dengan hal-hal yang tidak bermanfaat (faidah dari Tafsir as-Sa’di).
Kalimat: Walaa tastafti fiihim minhum ahadan (Janganlah engkau meminta fatwa/ berkonsultasi tentang Ash-haabul Kahfi kepada mereka (Ahlul Kitab). Pada penggalan kalimat ini terdapat faidah: janganlah meminta fatwa/ bertanya kepada orang yang tidak berilmu tentang suatu permasalahan, atau jangan meminta fatwa kepada seorang yang berilmu tapi tidak memilik sifat wara’, yang tidak peduli dengan apa yang diucapkannya. Pada penggalan ayat ini juga terkandung faidah, bahwa kita mungkin tidak bisa berkonsultasi dengan suatu pihak jika pihak itu tidak paham tentang suatu permasalahan, namun kita bisa berkonsultasi dengan mereka dalam hal yang mereka memang ahlinya dan bisa dipercaya dalam hal itu. Allah tidak menyatakan : jangan meminta fatwa/ berkonsultasi kepada mereka secara mutlak atau menyeluruh, namun Allah hanya melarang kita meminta fatwa kepada mereka dalam hal yang mereka tidak punya ilmu tentang hal itu (faidah dari Tafsir as-Sa’di).
=====================

Ayat ke-23 dan 24 Surat al-Kahfi.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا ٢٣ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا ٢٤
Arti Kalimat: Dan janganlah sekali-kali engkau mengatakan: Sungguh aku benar-benar pasti melaksanakan itu besok. Kecuali dengan mengatakan: In sya Allah (jika Allah menghendaki). Dan ingatlah Tuhanmu ketika engkau lupa. Dan ucapkanlah: Semoga Rabbku akan memberikan bimbingan kepada yang lebih dekat untukku dari petunjuk.
Sebagian Ulama Tafsir seperti Ibnu Katsir dan Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan bahwa orang-orang musyrikin Quraisy datang kepada Yahudi dan berkata: Sesungguhnya ada orang di kalangan kami yang mengaku sebagai Nabi. Kemudian Yahudi berkata: Tanyakan kepadanya 3 hal, kalau ia bisa menjawabnya maka ia adalah Nabi.
Tanyakanlah:
▶️ Pertama, tentang keadaan para pemuda yang keluar dari kotanya berlindung ke dalam gua. Bagaimana keadaan mereka.
⏩ Kedua, tentang seseorang yang menguasai (perjalanan) ke timur dan barat bumi.
➡️ Ketiga, tanyakan tentang ruh.
Kemudian orang-orang musyrikin itu datang dan menanyakan ketiga hal itu kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Nabi kemudian menjawab: Besok aku akan menjawab. Ternyata selama berhari-hari Allah tidak menurunkan wahyu kepada Nabi. Hingga setelah 15 hari kemudian, barulah turun wahyu dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Maka pada ayat ini Allah Ta’ala mengajarkan adab kepada NabiNya dan seluruh kaum muslimin agar jika seseorang berjanji, hendaknya mengucapkan : In syaa Allah.
Ucapan InsyaAllah dalam berjanji memberikan 2 faidah:
Pertama, Allah akan menolong dan memudahkan kita menjalankan hal tersebut.
Kedua, jika kita ternyata tidak mampu melaksanakannya, tidak tergolong mengingkari janji
(Penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Nabi Sulaiman alaihissalaam pernah bersumpah, bahwa dalam satu malam beliau akan menggilir (untuk berhubungan badan) dengan sekian puluh istrinya (sebagian riwayat menyatakan 100 atau 99, sebagian lagi 90, sebagian lagi menyatakan 70, sebagian lagi menyatakan 60), dan hasilnya semua istri itu akan melahirkan anak-anak tangguh menjadi pasukan yang akan berjihad di jalan Allah. Satu Malaikat mengingatkan agar beliau mengucapkan InsyaAllah. Namun, qoddarallah Nabi Sulaiman tidak mengucapkannya. Hingga akhirnya ketika Nabi Sulaiman melakukan hal itu ternyata yang hamil hanya satu istri dan itupun melahirkan setengah manusia. Hal ini disebutkan dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim.
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ بِمِائَةِ امْرَأَةٍ تَلِدُ كُلُّ امْرَأَةٍ غُلَامًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ الْمَلَكُ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ فَأَطَافَ بِهِنَّ وَلَمْ تَلِدْ مِنْهُنَّ إِلَّا امْرَأَةٌ نِصْفَ إِنْسَانٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ أَرْجَى لِحَاجَتِهِ
Sulaiman bin Dawud alaihimassalaam berkata: Sungguh aku akan berkeliling (menggilir) 100 istriku malam ini, sehingga tiap wanita akan melahirkan anak yang akan berjihad di jalan Allah. Kemudian satu Malaikat mengucapkan kepada beliau: Ucapkan InsyaAllah. Tapi Nabi Sulaiman tidak mengucapkan dan lupa. Kemudian beliau berkeliling pada istri-istrinya, hasil selanjutnya tidak ada yang melahirkan anak kecuali satu orang wanita yang melahirkan setengah manusia. Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam bersabda: Kalau Nabi Sulaiman mengucapkan Insya Allah, niscaya beliau tidak melanggar sumpahnya, dan lebih diharapkan hajatnya terpenuhi (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, lafadz hadits sesuai riwayat al-Bukhari).
Dalam ayat ini juga dinyatakan: wadzkur Robbaka idzaa nasiita (Ingatlah Rabbmu ketika engkau lupa). Dalam hal ini ada 2 penafsiran:
1.Jika kita sudah bersumpah atau berjanji sebelumnya tidak mengucapkan InsyaAllah, maka saat ingat ucapkanlah InsyaAllah, agar tidak jatuh dalam dosa (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
2.Jika kita lupa akan suatu hal, maka berdzikirlah mengingat Allah agar kita kembali diingatkan oleh Allah akan suatu hal yang terlupa tersebut. Karena memang Syaithanlah yang menyebabkan kita lupa akan sesuatu, maka berdzikirlah agar bisa mengingatnya (faidah dari Tafsir Ibn Katsir).
Dalam ayat ini juga dinyatakan: wa qul ‘asaa an yahdiyani robbi li aqroba min haadzaa rosyadaa (dan ucapkanlah: semoga Rabbku memberikan bimbingan untukku kepada hal yang lebih dekat kepada petunjuk). Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: Jika engkau ditanya tentang suatu hal yang tidak engkau ketahui, mintalah dan hadapkan (hatimu) kepadaNya, agar Allah memberi taufiq kepadaMu kepada kebenaran dan petunjuk.
=====================

Ayat ke-25 Surat al-Kahfi.

وَلَبِثُواْ فِي كَهۡفِهِمۡ ثَلَٰثَ مِاْئَةٖ سِنِينَ وَٱزۡدَادُواْ تِسۡعٗا
Arti Kalimat: dan mereka tinggal di gua mereka selama tiga ratus tahun ditambah Sembilan (tahun).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa masa tinggal para pemuda itu dalam gua adalah  300 tahun secara perhitungan Syamsiyah dan tambahan 9 tahun dalam perhitungan Qomariyyah. Karena setiap seratus tahun ada selisih 3 tahun tambahan perhitungan Qomariyyah dibandingkan Syamsiyyah

Ayat Ke-26 Surat al-Kahfi.

قُلِ ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِمَا لَبِثُواْۖ لَهُۥ غَيۡبُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ أَبۡصِرۡ بِهِۦ وَأَسۡمِعۡۚ مَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِيّٖ وَلَا يُشۡرِكُ فِي حُكۡمِهِۦٓ أَحَدٗا
Arti Kalimat: Katakanlah: Allah Paling Mengetahui tentang berapa lama mereka tinggal. Allah sajalah Yang Mengetahui hal yang ghaib di langit dan bumi. Sungguh demikian kuatnya PenglihatanNya dan PendengaranNya. Tidak ada selain Allah sebagai Wali (Pelindung/ Penolong) dan tidak ada satu pihakpun yang (bisa menentukan/merubah) hukumNya.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: jika engkau ditanya tentang berapa lama masa para pemuda itu tinggal di gua sedangkan engkau tidak mengetahui ilmunya, katakanlah bahwa Allah Yang Lebih Mengetahui tentang berapa lama mereka tinggal
Pada ayat ini disebutkan: Lahuu ghoybus samaawaati wal-Ardl (hanya milik Allah sajalah pengetahuan terhadap yang ghaib di langit dan di bumi).
Dalam ayat yang lain Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ...
Katakanlah: Tidak ada siapapun yang mengetahui hal yang ghaib di langit dan di bumi kecuali Allah…(Q.S anNaml ayat 65).
Termasuk hal yang ghaib adalah pengetahuan tentang apa yang akan terjadi di masa datang. Karena itu, barangsiapa yang mengaku mengetahui hal yang akan terjadi di masa akan datang, maka ia kafir (faidah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Mendatangi dukun atau sekedar bertanya hal ghaib via sms atau software tertentu, itu akan mengakibatkan sholatnya tidak diterima selama 40 malam. Jika ia mempercayainya, maka ia kafir.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Barangsiapa yang mendatangi ‘Arraaf, kemudian bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima sholatnya 40 malam (H.R Muslim).
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Barangsiapa yang mendatangi Kaahin atau ‘Arraaf, kemudian membenarkan ucapannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shollallahu alaihi wasallam (H.R Ahmad, Abu Dawud).
Pada ayat ini Allah menyatakan: Abshir bihi wa asmi’ (sungguh sangat tajam penglihatan Allah dan pendengaranNya). Penglihatan Allah sangat tajam menembus segala dimensi bahkan hal-hal yang sangat kecil sekali, tidak luput dari penglihatan Allah. Allah Maha Melihat dengan jelas gerakan seekor semut hitam di atas batu hitam di kegelapan malam yang sangat pekat. Pendengaran Allah juga sangat tajam. Saat datang seorang wanita mengadukan keadaan suaminya kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Aisyah radhiyallahu anha berada di kamar di dekat percakapan itu, namun Aisyah tidak bisa mendengar beberapa kata dalam percakapan itu. Tapi ternyata Allah turunkan surat al-Mujaadilah dari ayat pertama yang menjelaskan hukum tentang hal itu secara rinci. Menunjukkan bahwa Allah Yang Berada di atas Arsy Maha Mendengar dengan detail semua percakapan tersebut, sedangkan Aisyah yang berada di dekatnya, tidak bisa mendengar dengan jelas sebagian kata. Demikian juga dengan bisik-bisik antar orang, atau bahkan hal yang terbesit dalam hati dan pikiran seseorang, Allah Maha Mendengar dan Mengetahuinya.
Hal ini memberikan faidah kepada kita agar jangan berucap atau berbuat hal yang mengundang kemurkaan Allah, karena Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar. Namun kelemahan pada iman kita tidak membuat kita demikian. Butuh untuk diingatkan dan diberi nasehat kembali (Faidah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Dalam ayat ini dinyatakan: maa lahum min duunihi min waliyyin (Tidak ada satu pihakpun selain Allah yang menjadi Wali bagi mereka). Allah adalah Wali bagi setiap makhluknya baik orang beriman atau kafir. Ini adalah perwalian secara umum. Allahlah yang memberikan rezeki kepada mereka, mengatur kehidupan mereka.
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ (61) ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلَاهُمُ الْحَقِّ أَلَا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ (62)
Dan Dialah al-Qoohir di atas hamba-hambaNya dan Allah mengirim untuk mereka (Malaikat) penjaga. Hingga ketika datang kematian, ia diwafatkan oleh utusan Kami dalam keadaan mereka tidak menyianyiakan (perintah). Kemudian mereka (orang yang diwafatkan itu) dikembalikan kepada Wali mereka yang haq. Ingatlah hanya milik Dialah semata hukum dan Dialah Yang Paling Cepat PerhitunganNya (Q.S al-An-‘aam ayat 62).
Sedangkan perwalian yang khusus, adalah untuk orang-orang beriman saja. Allah memberikan kepada mereka taufiq kepada ilmu dan amal sholih.
(faidah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Dalam ayat ini dinyatakan: Walaa yusyriku fii hukmihi ahadaan (tidak ada satu pihakpun yang berserikat dalam hukumNya). Hal ini mencakup hukum Kauniy maupun syar’i.
=====================

Ayat Ke-27 Surat al-Kahfi.

وَٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَٰتِهِۦ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدٗا
Arti Kalimat: Dan Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu dari Kitab Rabbmu. Tidak ada yang bisa mengganti KalimatNya. Dan tidak ada selainNya sebagai tempat berlindung.
Perintah: watlu (dan bacalah), adalah perintah membaca secara lafadz huruf per huruf dan juga mengikuti bacaan itu dengan iman dan amal sholih.
Karena kata talaa itu artinya ‘mengikuti’. Sebagaimana dalam ayat al-Quran:
وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا
Dan (demi) bulan ketika mengikutinya (Q.S asy-Syams ayat 2).
Tilawah artinya adalah “mengikuti”. Yaitu: mengikuti yang diwahyukan Allah kepadamu dengan mengetahui makna dan memahaminya, membenarkan berita-beritanya, dan menjalankan perintah serta (menjauhi) larangannya (Tafsir as-Sa’di).
Namun, sayang sekali kebanyakan kaum muslimin banyak yang sekedar belajar atau membaca lafadz-lafadz al-Quran saja, tidak mengikutinya dengan memahami dan melaksanakan kandungannya. Perintah pada ayat ini adalah untuk Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam namun juga berlaku bagi umat beliau.
Kalimat: Laa mubaddila likalimaatih artinya: tidak ada yang bisa merubah Kalimat-Kalimat Allah. Artinya: Kalimat-kalimat Allah dalam al-Quran sudah pada puncak kesempurnaan kebenaran (kejujuran) beritanya dan keadilan hukum-hukumnya. Dalam ayat lain Allah menyatakan:
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
dan telah sempurna Kalimat Rabbmu dalam hal kebenaran dan keadilan. Tidak ada yang bisa merubah Kalimat-KalimatNya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S al-An’aam ayat 115) (disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam Tafsirnya).
Tidak ada yang bisa merubah Kalimat-Kalimat Allah baik kauniy maupun syar’i.
Secara kauniy, jika Allah telah berfirman: Kun (Jadilah), maka pasti terjadi. Tidak ada satu pihakpun yang bisa menggagalkan atau membatalkannya (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Secara syar’i tidak ada seorangpun yang diijinkan untuk merubah Kalimat-Kalimat Allah. Kalimat syar’i adalah perintah dan larangan Allah, penetapan yang halal dan yang haram. Jikapun ada yang berbuat merubah kalimat-kalimat syar’i itu, maka ia telah melakukan hal yang tidak diperbolehkan, dan nantinya akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah.
Makna kalimat: “wa lan tajida min duunihi multahadaa” adalah “dan engkau tidak akan mendapatkan tempat berlindung selain Dia”. Hanya Allah satu-satunya tempat berlindung dari segala macam permasalahan. Dialah satu-satunya tempat berlindung dari adzab dan Kemurkaan Allah. Pada hakikatnya seorang hamba hanya bisa berlindung dari Allah kepada Allah. Salah satu doa yang dibaca Nabi dalam sujudnya saat Qiyaamul Lail adalah:
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Yaa Allah, aku berlindung kepada keridhaanMu dari KemurkaanMu, dan aku berlindung kepada pemberian maafMu dari SiksaanMu, dan aku berlindung kepadaMu dariMu. Aku tidak bisa menghitung pujian (yang layak) untukMu sebagaimana Engkau memuji DiriMu sendiri (H.R Muslim dari Abu Hurairah).
=====================

Ayat ke-28 Surat al-Kahfi.

وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا
Arti Kalimat: dan sabarkan dirimu bersama orang-orang yang berdoa kepada Rabb mereka pada pagi dan sore hari (ikhlas) mengharapkan WajahNya. Dan jangan engkau lewatkan pandanganmu dari mereka karena engkau mengharapkan (kenikmatan) kehidupan dunia. Dan janganlah engkau taati orang yang Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan mengikuti hawa nafsunya sehingga urusannya menjadi sia-sia.
Faidah dan penjelasan yang terdapat dalam ayat ini adalah:
1.Perintah bersabar bergaul dan berteman akrab dengan orang-orang yang senantiasa menyembah Allah dengan ikhlas mengharapkan Wajah Allah, mentauhidkanNya. Jangan tinggalkan bermajelis dengan mereka karena kita lebih sibuk memikirkan urusan dunia.
2.Penetapan Sifat Wajah bagi Allah sesuai kemulyaan dan kesempurnaanNya, tidak sama dengan makhlukNya.
3.Anjuran beribadah, berdoa, dan berdzikir di pagi dan sore hari.
4.Jangan taati orang yang lalai dari mengingat Allah, jangan jadikan orang-orang semacam itu sebagai pemimpin.
5.Orang yang lalai dari mengingat Allah dan mengikuti hawa nafsunya, akan membuat urusannya menjadi sia-sia, tidak berfaedah. Waktu berjalan terus namun ia tidak mendapatkan manfaat bagi kehidupan dunia dan akhiratnya.
6.Ayat ini mengisyaratkan pentingnya menghadirkan hati saat dzikrullah. Seseorang yang mengingat Allah dengan lisannya namun tidak dengan hatinya dikhawatirkan akan dicabut keberkahan pada perbuatan dan waktunya sehingga urusannya menjadi sia-sia (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam Tafsir Surat al-Kahfi halaman 62).
=====================

Ayat ke-29 Surat al-Kahfi.

وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمۡ سُرَادِقُهَاۚ وَإِن يَسۡتَغِيثُواْ يُغَاثُواْ بِمَآءٖ كَٱلۡمُهۡلِ يَشۡوِي ٱلۡوُجُوهَۚ بِئۡسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا
Arti Kalimat: dan katakanlah bahwa al-haq (kebenaran) itu berasal dari Rabb kalian. Barangsiapa yang mau silakan beriman, barangsiapa yang mau silakan dia kufur. Sesungguhnya Kami sediakan bagi orang-orang yang dzhalim (kafir) Neraka yang pagar-pagar apinya mengelilingi mereka. Jika mereka meminta minuman, mereka diberi minuman bagaikan logam panas cair yang memanggang wajah-wajah mereka. Itu adalah seburuk-buruk minuman dan seburuk-buruk tempat istirahat.
Allah memerintahkan kepada NabiNya untuk mengumumkan bahwa al-haq (kebenaran) hanyalah berasal dari Allah. Sehingga janganlah mencari kebenaran dari selain jalan Allah (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin). Telah nampak jelas mana yang petunjuk dan mana yang kesesatan.
Telah jelas sifat-sifat orang yang berbahagia dan sifat-sifat orang yang sengsara. Hal yang demikian telah Allah jelaskan melalui lisan RasulNya. Ketika telah jelas dan gamblang, tidak tersisa lagi adanya kesamaran (Tafsir as-Sa’di).
Kalimat: Barangsiapa yang ingin silakan beriman, dan barangsiapa yang ingin silakan kufur, bukanlah kebolehan untuk memilih. Namun itu adalah ancaman. Karena setelah kalimat itu disebutkan ancaman bagi orang yang memilih kekufuran atau kedzhaliman. Ungkapan semacam itu bagaikan ucapan orangtua yang mengancam anaknya karena tidak mau sekolah: Mau berangkat sekolah silakan, tidak mau berangkat juga silakan. Tapi awas, kalau kamu tidak mau berangkat sekolah ancamannya begini dan begini….
▶️ Kata suroodiquhaa maknanya adalah pagar yang mengelilingi (Tafsir Ibnu Athiyyah dan Tafsir as-Sa’di). Karena itu adalah Neraka, maka itu adalah pagar api yang mengepung pada seluruh penjuru sehingga seseorang yang terkurung di dalamnya tidak bisa keluar darinya. Penafsiran “pagar api” itu adalah dari Sahabat Nabi Ibnu Abbas (Tafsir Ibnu Katsir).
Pada ayat ini juga disebutkan penderitaan yang dahsyat pada penduduk Neraka. Jika mereka kehausan, sangat butuh air, mereka diberi minuman yang berupa logam cair meleleh karena panas yang bisa memanggang wajah mereka. Jika itu didekatkan pada wajah mereka, saking panasnya, kulit wajah meleleh berjatuhan. Saat diminum, panasnya memotong-motong saluran pencernaan mereka:
...وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
…dan mereka diberi minum air yang sangat panas yang memotong-motong saluran pencernaan mereka (Q.S Muhammad ayat 15)(Faidah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Dalam ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa penduduk Neraka meminta minum kepada penduduk Surga, tapi penduduk Surga menolaknya dan mengatakan bahwa minuman dan segala jenis rezeki di Surga diharamkan untuk orang-orang Kafir:
وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ (50) الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآَيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (51)
Dan penduduk Neraka memanggil penduduk Surga: Berikan kepada kami air atau apa yang Allah berikan rezeki kepada kalian (makanan)? Penduduk Surga berkata: Sesungguhnya Allah mengharamkan (minuman dan makanan) itu kepada orang-orang kafir. Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai suatu hal yang sia-sia dan main-main, dan mereka tertipu dengan kehidupan dunia. Maka pada hari ini Kami melupakan mereka sebagaimana dulu mereka telah melupakan hari pertemuan ini dan disebabkan karena sikap mereka menentang ayat-ayat Kami (Q.S al-A’raaf ayat 50-51).
=====================

Ayat ke-30 Surat al-Kahfi.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجۡرَ مَنۡ أَحۡسَنَ عَمَلًا
Arti Kalimat: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholih, Kami tidak akan menyianyiakan balasan (kebaikan) bagi orang yang baik amalannya.
Orang yang berbuat baik (ihsan) dalam amalannya adalah yang ikhlas dan mencontoh Nabi shollallahu alaihi wasallam (penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Setiap kebaikan yang dilakukan dalam keadaan beriman, Allah tidak membiarkannya tanpa balasan. Bahkan Allah akan membalas dengan balasan kebaikan yang berlipat.
Termasuk orang-orang yang dulunya beramal dengan syariat tertentu dari Allah kemudian syariat itu dihapus, maka amalannya akan mendapatkan balasan kebaikan berlipat dari Allah.
Sebagian Sahabat Nabi saat terjadi perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah bertanya-tanya bagaimana dengan saudara-saudara kami yang dulu sebelum pemindahan kiblat sholat menghadap Baitul Maqdis. Apakah amalan sholat mereka dulu tidak sia-sia, karena saat ini sudah terjadi pemindahan kiblat. Allah turunkan firmanNya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menyianyiakan iman (sholat) kalian (Q.S al-Baqoroh ayat 143)(H.R al-Bukhari dari al-Bara’ bin Aazib).
▶️ Seseorang yang dulu berbuat kebaikan di masa sebelum masuk Islam, kemudian ia masuk Islam, kebaikan itu tidaklah terhapuskan:
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِى عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىْ رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ أُمُورًا كُنْتُ أَتَحَنَّثُ بِهَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ عَتَاقَةٍ أَوْ صِلَةِ رَحِمٍ أَفِيهَا أَجْرٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَسْلَمْتَ عَلَى مَا أَسْلَفْتَ مِنْ خَيْرٍ ».
Dari Ibnu Syihab ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku Urwah bin az-Zubair bahwasanya Hakiim bin Hizaam –semoga Allah meridhainya- mengkhabarkan kepadanya bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang amal kebaikan yang aku lakukan di masa Jahiliyyah seperti shodaqoh, memerdekakan budak, menyambung silaturrahmi. Apakah itu mendatangkan pahala? Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: engkau telah masuk Islam dengan membawa kebaikan yang telah lalu (H.R Muslim).
Dalam riwayat lain pada Shahih Muslim disebutkan bahwa Hakiim bin Hizaam dulu di masa Jahiliyyah memerdekakan 100 budak dan bershodaqoh sebanyak 100 unta. Hakiim bin Hizaam juga menyatakan: Tidaklah aku tinggalkan perbuatan kebaikan yang aku lakukan di masa Jahiliyyah kecuali aku akan lakukan hal serupa dalam Islam.
Sedangkan orang yang berbuat kebaikan, namun ia bukanlah seorang yang beriman, tidak pernah masuk Islam selama hidupnya, tidak meyakini adanya hari pembalasan, maka kebaikannya tidak bernilai sedikitpun di akhirat nanti:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ قَالَ « لاَ يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى يَوْمَ الدِّينِ ».
Dari Aisyah –semoga Allah meridhainya- ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, Ibnu Jud’aan dulu di masa Jahiliyyah suka menyambung silaturrahmi, memberi makan orang miskin, apakah hal itu bermanfaat bagi dia. Nabi menyatakan: Tidak bermanfaat bagi dia, karena seharipun ia tidak pernah berdoa: Wahai Rabbku ampuni dosaku pada hari pembalasan (H.R Muslim).
=====================

Ayat ke-31 Surat al-Kahfi.

أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُ يُحَلَّوۡنَ فِيهَا مِنۡ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٖ وَيَلۡبَسُونَ ثِيَابًا خُضۡرٗا مِّن سُندُسٖ وَإِسۡتَبۡرَقٖ مُّتَّكِ‍ِٔينَ فِيهَا عَلَى ٱلۡأَرَآئِكِۚ نِعۡمَ ٱلثَّوَابُ وَحَسُنَتۡ مُرۡتَفَقٗا
Arti Kalimat: Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapatkan Surga ‘Adn yang mengalir di bawah mereka sungai-sungai. Dipakaikan perhiasan gelang-gelang dari emas, dan dikenakan pakaian hijau dari sutera yang halus dan sutera yang tebal. Mereka bertelekan (duduk santai) di dalam Surga di atas dipan-dipan yang dihias. Itu adalah sebaik-baik pahala dan sebaik-baik tempat beristirahat.
Allah menyebutkan pada ayat ini sebagian kenikmatan Surga yang akan didapatkan oleh orang yang beriman dan beramal sholih, yaitu: mengalir di bawahnya sungai-sungai, diberi perhiasan gelang emas, memakai pakaian hijau yang indah dari sutera halus dan sutera yang tebal. Duduk santai dengan penuh ketentraman dan damai di atas dipan-dipan tinggi yang berhias. Itu adalah sebaik-baik balasan dan sebaik-baik tempat beristirahat.
=====================

Materi Kajian di Masjid al-Fauzan Probolinggo.
▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.
=====================
✍ http://telegram.me/alistiqomah
PERINGATAN! Berikut himbauan al Ustadz Abu Utsman Kharisman terkait Channel Telegram Al-Istiqomah silakan baca di link ini

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi