Melarang dari Kemunkaran adalah Termasuk Bagian dari Keimanan, dan Keimanan bisa Bertambah dan bisa Berkurang

KITAB KE-1: KITABUL IMAN (KEIMANAN).

Bab ke-20: Penjelasan bahwa Melarang dari Kemunkaran adalah Termasuk Bagian dari Keimanan, dan Keimanan bisa Bertambah dan bisa Berkurang. Memerintahkan kepada yang Ma’ruf dan Melarang dari yang Munkar adalah Dua Kewajiban.
✅ Hadits no 78.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan (perpindahan sanad ke jalur lain) dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsannaa (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Syu’bah, keduanya dari Qoys bin Muslim dari Thoriq bin Syihab (dan ini adalah lafadz hadits Abu Bakr)  beliau berkata: Pertama kali yang memulai khutbah sebelum sholat Ied adalah Marwan. (Saat Marwan akan menegakkan sholat sebelum khutbah) berdirilah seseorang sambil berkata: (Seharusnya) sholat sebelum khutbah! Marwan berkata: Telah ditinggalkan yang demikian itu (manusia banyak yang pulang saat khutbah, pent). Abu Said –semoga Allah meridhainya- berkata: Orang itu (yang mengingkari dengan ucapannya) telah menunaikan kewajibannya. Aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, hendaknya ia ubah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka hendaknya dengan hatinya (dengan membencinya, pent). Yang demikian itu (mengingkari dengan hati) adalah iman yang paling lemah.
 Catatan Penerjemah:
 Sebagian pihak ada yang tidak mau mengingkari kemunkaran dengan alasan khawatir memecah belah kaum muslimin. Atau mereka menganggap, cukup bagi kita memerintahkan yang baik-baik saja, tidak sampai menyinggung perasaan, toh nantinya saat mereka telah menjadi baik, mereka akan tinggalkan yang buruk-buruk. Tidak perlulah mengingkari kemunkaran dengan lisan atau perbuatan itu.
 Ini adalah kaidah yang sangat batil dan bertentangan dengan hadits Nabi yang dipahami Sahabat Nabi Abu Said al-Khudriy sebagaimana tersebut dalam hadits no 78 dalam Shahih Muslim ini.
 Kita lihat bagaimana Sahabat Nabi Abu Said membenarkan dan mendukung sikap orang yang mengingkari kemungkaran mendahulukan khutbah Ied dibandingkan sholat Ied. Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan bahwa orang itu tidak mengingkari dengan keras atau kasar kepada penguasa, ia hanya mengingatkan dengan ucapan: (Seharusnya) sholat dilakukan sebelum khutbah. Tidak ada ucapan lain. Tapi itu sudah berarti mengingkari kemunkaran dengan lisan.
 Al-Imam anNawawiy rahimahullah menuliskan bab dalam Shahih Muslim dengan judul:
بَيَانِ كَوْنِ النَّهْيِ عَنْ الْمُنْكَرِ مِنَ الْإِيمَانِ...
.Penjelasan bahwa melarang kemungkaran adalah bagian dari keimanan.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

✅ Hadits no 80.
حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ النَّضْرِ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَاللَّفْظُ لِعَبْدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْمِسْوَرِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
 Telah menceritakan kepadaku ‘Amr anNaaqid dan Abu Bakr bin anNadhr dan Abd bin Humaid –sedangkan lafadz hadits sesuai riwayat Abd- mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d beliau berkata: telah menceritakan kepadaku ayahku dari Sholih bin Kaysaan dari al-Haarits dari Ja’far bin Abdillah bin al-Hakam dari Abdurrohman bin al-Miswar dari Abu Rofi’ dari Abdullah bin Mas’ud –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Tidaklah ada seorang Nabipun yang Allah utus kepada umatnya sebelumku kecuali dari umatnya ada Hawawiyyun (para penolong) dan Sahabat-Sahabat (Nabi tersebut) yang mengambil (ajaran) Sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian akan datang setelahnya generasi yang mengucapkan hal yang tidak diperbuat dan mengerjakan hal yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka ia adalah orang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad dengan lisannya maka ia adalah orang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad dengan hatinya maka itu adalah orang yang beriman. Tidak ada keimanan lagi (yang sempurna) di belakang itu meski sebesar biji sawi.
 Catatan Penerjemah:
Di dalam hadits ini terdapat beberapa faidah, di antaranya:
Para Nabi memiliki penolong-penolong dan Sahabat, tidak hanya pada Nabi kita Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Ini adalah keadaan mayoritas Nabi. Ada juga Nabi yang tidak ada pengikutnya sama sekali, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ
 Dan ada Nabi yang tidak ada seorang pengikutpun bersamanya (H.R Ahmad, para perawinya semuanya adalah rijaal dalam Shahih al-Bukhari).
☝️ Di dalam hadits ini juga terkandung faidah: berjihad tidak hanya melawan orang-orang kafir saja, tapi juga melawan Ahlul Bid’ah. Karena disebutkan dalam hadits itu kaum yang akan dilawan oleh orang yang beriman yang berjihad tersebut adalah: mereka mengerjakan hal yang tidak diperintahkan, yaitu kebid’ahan. Berjihad melawan Ahlul Bid’ah bisa dengan tangan bagi yang mampu dan memiliki kekuasaan. Bagi yang tidak mampu, maka dengan lisan atau tulisan untuk membantah penyimpangan mereka. Bagi yang tidak mampu karena lemah, hendaknya dengan hatinya membenci kebid’ahan tersebut.
 Hanya saja yang harus diperhatikan secara cermat adalah jangan seseorang gegabah dalam memvonis seorang muslim sebagai Ahlul Bid’ah. Butuh bimbingan para Ulama. Tidak setiap orang yang sekedar terjatuh dalam kebid’ahan karena ketidaktahuannya kemudian dikatakan sebagai Ahlul Bid’ah. Tidak demikian. Orang yang tidak mengerti bahwa apa yang dilakukannya adalah kebid’ahan butuh bimbingan, arahan, dan nasehat yang didukung dengan hujjah yang kuat, penyampaian yang hikmah. Bukan justru diperangi atau dimusuhi. Semoga Allah Ta’ala mengembalikannya kepada Sunnah.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
 Dikutip dari Buku "Terjemah Shahih MUSLIM (Abul-Husain Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi Rahimahullah)". Jilid 1
☀️ Penerbit : Cahaya Sunnah- Bandung
▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah
=====================
✍ http://telegram.me/alistiqomah
[ 01/11//2016 ]
[ 08/12/2016 ]
PERINGATAN! Berikut himbauan al Ustadz Abu Utsman Kharisman terkait Channel Telegram Al-Istiqomah silakan baca di link ini

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi