[AUDIO] Pertemuan ke 7: Ahlul Ahwa Menghendaki untuk Memadamkan Cahaya Sunnah dan Mengajak Kaum Muslimin untuk Tidak Merasa Butuh Dengannya - Ustadz Muhammad Higa

[AUDIO] Pertemuan ke 7: Ahlul Ahwa Menghendaki untuk Memadamkan Cahaya Sunnah dan Mengajak Kaum Muslimin untuk Tidak Merasa Butuh Dengannya - Ustadz Muhammad Higa Download MP3 Audio rekaman kajian
📘 Dharuratul Ihtimam bis Sunanin Nabawiyyah
👤 Ustadz Muhammad Higa
🏠 Masjid Nurul Hujjaj, Wojo, Bantul


📢 Pertemuan ke 7: Ahlul Ahwa Menghendaki untuk Memadamkan Cahaya Sunnah dan Mengajak Kaum Muslimin untuk Tidak Merasa Butuh Dengannya
📆 27/02/2017

💾 https://drive.google.com/uc?id=1ui2E78MwN3LfzmXHv8UhY8_njvgex2Oh&export=download

Dharuratul Ihtimam*📌
*Karya: Asy Syaikh Abdussalam bin Barjas*

👉 TRANSKRIP KAJIAN
*Pertemuan ke*  7

*Senin, 27 Februari 2017 (30 Jumadal 'Ula 1438)*
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

📌 Di pertemuan yang lalu, telah kita sebutkan bagaimana ucapan Abu Abdillah al Hakim rahimahullah Ta'ala tentang suatu kaum ahlus sunnah wal jama'ah ahlul hadits, tentang sifat-sifat dan karakter mereka, diantaranya mereka mengikuti jejak peninggalan (ajaran) pendahulu mereka yang telah berlalu dan merekapun membantah, menolak, menghadapi ahlul bid'ah dan setiap pihak yang menyelisihi sunnah-sunnah Rasulillah ﷺ. Kemudian diantara sifat mereka yang penting adalah dan mereka senantiasa diliputi atau membiasakan diri untuk mempelajari sunnah-sunnah Rasulillah ﷺ. Menghadiri majelis ilmu dan demikian pula teman-teman mereka, pergaulan mereka. Sementara ahlul bid'ah mereka tinggalkan karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala, karena bermadharat.

📌 Kemudian telah disebutkan pula, bahwasannya di setiap zaman dan masa, tidak pernah lepas dari ujian, baik dari kalangan ahlul jahl (orang yang tidak tahu-menahu tentang syariat) maupun dari kalangan shahibu hawa (yang mengikuti ideologi atau pemahaman, pemikiran firqah tertentu yang bertentangan dengan jalan dan manhaj rasulullah ﷺ). Maka sengaja atau tidak, sadar atau tidak, pihak-pihak ini menghadang sunnah Rasul ﷺ. Karena kejahilan, terkadang seseorang memusuhi, membenci sunnah, perilaku, perbuatan, amaliyah dan ajarannya, bahkan membenci pelakunya, karena ketidaktahuan. Atau karena hawa, ia tahu ini yang benar, namun bertentangan dengan kepentingan, hawa nafsu, dunia, uang dan kedudukannya, maka diapun tidak senang terhadapnya. 

Dan tentang dua perkara ini, telah kita sebutkan beberapa ayat-ayat dan hadits.

✍️ _Firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala,_

 بَلْ جَاءَهُم بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

_Sebenarnya dia (rasulullah ﷺ) telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu (QS. Al Mukminun: 70)_

✍️ _Terkadang karena sebab ketidaktahuan,_

 بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُم مُّعْرِضُونَ

_Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling (QS. Al Anbiya: 24)_

📌 _Ibnul Qayyim rahimahullah Ta'ala, berkata: "Sebab tertolaknya kebenaran banyak sekali. Di antaranya adalah kejahilan, dan inilah sebab yang mendominasi pada kebanyakan orang. Karena barangsiapa jahil terhadap sesuatu niscaya dia akan menentangnya dan menentang pemeluknya" (Hidayatul Hayara Fi Ajwibati Al-Yahudi wan Nashara hal. 18)_

Tidak suka, tidak cocok, tidak sama, maka diapun memusuhinya dan memusuhi pengikutnya (pemeluknya). Padahal ternyata itu yang dilakukan dan diajarkan oleh rasulullah ﷺ.

Jenis yang ini (jahl): diajari, disabari..., karena belum tahu saja. Dimintakan ampunan atau didakwahi dengan hikmah.
Adapun jenis yang kedua (ahlul hawa): ia sudah tahu dan jelas, namun ada penentangan, bersikukuh di atas kebatilan, bahkan menyuarakannya menghadapi al Haq dan as-sunnah. Maka berbeda sikap antara yang pertama dengan yang kedua.

📚 _Kemudian disebutkan oleh beliau, apa yang dijumpai oleh Firqotun Naajiyah lebih dahsyat, beragam dan jahat, dari orang-orang terdahulu dari pada pihak-pihak yang pernah menghalangi sunnah Rasul ﷺ. Mereka menghendaki untuk memadamkan cahaya sunnah dan mengajak kaum muslimin untuk merasa tak butuh dengan sunnah._

📌 Syubhat mereka: Untuk apa belajar agama?, Mau jadi apa?, Untuk apa belajar mendalami agama?, Nanti engkau hidup memakai apa?, Nanti bagaimana masa depanmu?, Nanti bagaimana keluargamu?, Mau jadi apa?, Mau jadi teroris???.

📌 Syubhat ini terkadang dari jahil, terkadang dari shahibu hawa. Bermacam-macam. Padahal, mencari ilmu dan berusaha memahami ilmu agama itu merupakan perkara mendasar,sebagaimana dalam sebuah hadits yang dishahihkan dan diterima sejumlah ulama hadits, yaitu:

✍️ _Rasulullah ﷺ bersabda:_

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ على كل مُسْلِمٍ

_"Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim."_

Kita ambil contoh; belajar Al-Qur’an. Hal itu telah dimudahkan oleh Allah, sebuah dorongan supaya mau mempelajarinya.

✍️ _Allah telah katakan:_

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

_Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qomar: 17)_

Sudah kami mudahkan, bukan kami persulit, "tetapi 30 juz,.. bagaimana kalau 60 juz, 100 juz?". Lebih berat lagi, dan Al-Qur’an adalah kitab yang menjelaskan segala sesuatu, bukan maknanya detail sampai perkara keduniaan (mesin isinya ini dan itu, cara membuat helikopter, motor), namun secara global (mana yang halal, haram dan yang dibutuhkan, -tanya ahlinya-) ada padanya. Dan ada sebagiannya terperinci, namun sebagian lainnya sifatnya global. Dan yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah perintahkan untuk mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ (dalam hadits). Kita butuh kedua-duanya. Tidak akan kita dapati dalam 30 juz Al-Qur’an tentang shalat Maghrib 3 rakaat ataupun sholat Isya 4 rakaat (dicari dari Al-Fatihah sampai dengan An-Nas tidak akan ditemui).

📌 _Tetapi Allah telah perintahkan, untuk mengikuti tuntunan sunnah rasulullah ﷺ_

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ

_Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) (QS. An-Nisa: 59)_

 فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

_Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih (QS. An-Nur: 63)_

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

_Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka (QS. Al-Ahzab: 36)_

 وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا

_Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk (QS. An-Nur: 54)_

Mengikuti petunjuk Rasul telah disebutkan banyak dalam ayat, salah satunya:

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

_"Dan apa saja yang datang dari Rasulullah ﷺ kepada kalian, maka ambillah dan apa saja yang kalian dilarang untuk mengerjakannya, maka tinggalkanlah" (QS. Al-Hasyr: 7)_

Bagaimana petunjuk Rasul  ﷺ dalam shalat, beliau praktikan, perintahkan dan bimbing), maka ikuti.

✍️ _Dan dari kisah yang masyhur dan ma'ruf,_

 عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُستَوشِمَاتِ وَ النامصات والْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ فَبَلَغَ ذَلِكَ امْرَأَةً مِنْ بَنِي أَسَدٍ يُقَالُ لَهَا أُمُّ يَعْقُوبَ فَجَاءَتْ فَقَالَتْ إِنَّهُ بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ لَعَنْتَ كَيْتَ وَكَيْتَ فَقَالَ وَمَا لِي أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ هُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَقَالَتْ لَقَدْ قَرَأْتُ مَا بَيْنَ اللَّوْحَيْنِ فَمَا وَجَدْتُ فِيهِ مَا تَقُولُ قَالَ لَئِنْ كُنْتِ قَرَأْتِيهِ لَقَدْ وَجَدْتِيهِ أَمَا قَرَأْتِ { وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا } قَالَتْ بَلَى قَالَ فَإِنَّهُ قَدْ نَهَى عَنْهُ

_Dari 'Alqamah dari Abdullah ibnu Mas'ud, ia berkata, "Semoga Allah melaknati Al Waasyimaat (wanita yang mentato) dan Al Mustawsyimaat (wanita yang meminta untuk ditato), Al Mutanammishaat (wanita yang mencukur alisnya), serta Al Mutafallijaat (merenggangkan gigi) untuk keindahan, yang mereka merubah-rubah ciptaan Allah." Kemudian ungkapan itu sampai kepada salah seorang wanita dari Bani Asad yang biasa dipanggil Ummu Ya'qub. Lalu wanita itu pun datang dan berkata, "Telah sampai kepadaku berita tentang Anda. Bahwa Anda telah melaknat yang ini dan itu." Abdullah ibnu mas'ud berkata, "Mengapakah aku tidak melaknat mereka yang telah dilaknat oleh Rasulullah ﷺ dan mereka yang terdapat di dalam Kitabullah?." Kemudian wanita berkata, "Sungguh, aku telah membaca diantara kedua lembarannya, namun di dalamnya aku tidaklah mendapatkan apa yang telah Anda katakan." Abdullah ibnu mas'ud menjelaskan, "Sekiranya engkau membacanya secara keseluruhan, maka niscaya saudari akan menemukannya. Bukankah Allah telah berfirman: Apa yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambillah, sedangkan apa yang dilarangnya, maka tingalkanlah?" (QS. Al-Hasyr 7). Wanita itu menjawab, "Ya, benar." Abdullah ibnu Mas'ud melanjutkan, "Sesungguhnya beliau telah melarang hal itu."_

📌 Dan perkaramu ini (Al wasyimaat, Al mutawatasyimaat, Al mutanammishaat dan Al mutafallijaat untuk keindahan) termasuk dahulu yang dilarang oleh Rasulullah ﷺ.

Apa yang disebutkan didalam Kitab, terkadang bentuknya global, terkadang bentuknya umum dan tetap diperintahkan melihat kepada sunnah rasulullah ﷺ.

📚 _Bahwasannya telah Kami mudahkan kitab (Al-Qur’an) ini, adakah yang mau mengingat? (perhatian, mempelajari dan menghafalnya). Tetapi disisi lain jangan sampai ada pihak yang menggampangkan (belajar sendiri secara otodidak, tafsir baca sendiri). Hati-hati, tidak sedikit orang yang menghafal, membaca dan mempelajari tafsir Al-Qur’an, tetapi kalau tidak benar sumber tafsirnya maka dia akan menyimpang karenanya._

✍️ _Oleh karena itu Allah katakan:_

إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

_Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat (QS. Muzzammil: 5)_

Al-Qur’an berat dan telah Allah mudahkan, akan tetapi disisi lain jangan disepelekan, butuh usaha dan kesungguhan.

📌 Masyhur bagi kita, kisahnya Abdurrahman bin muljam, bagaimana ia sampai membunuh Ali bin Abi Thalib, dalam keadaan dulunya ia seorang ahli Qur'an, dan dipuji oleh Umar bin Khattab dimasa hidupnya. Dan Umar menunjuk untuk dia menjadi juru dakwah di Mesir (atas permintaan gubernur Mesir ‘Amr bin al-‘Aash), ketika orang-orang mesir masuk islam dan  meminta seorang mubaligh disana. Umar sendiri yang mengirimnya dan mengatakan: "Ini untuk kalian Abdurrahman bin Muljam, meskipun kami sendiri butuh kepada dia".

Namun jaman terus silih berganti datang sepeninggal Umar bin Khattab, datang masa-masa dimana mulai Utsman bin Affan dituduh begini dan begitu (kolusi dan nepotisme), kemudian setelah Utsman, kemudian Ali bin Abi Thalib, sampai muncul kalangan al-khawarij.

Dan dia sudah tidak sering ikut musyawarah bersama para shahabat, mengikuti bimbingan para sahabat, sendiri di Mesir, menafsirkan Al-Qur’an sendiri, bergerak sendiri, memahami sendiri, ditambah lagi dia menikahi seorang wanita haruriyah (bernama Fitham). Dan dia terfitnah dengannya. Dengan percaya diri, dia berkata: "nanti akan saya rubah istri saya". Namun yang terjadi, dia yang dirubah oleh istrinya. Dan sampai maharnya: "kalau engkau hendak menikah denganku, bunuhlah Ali bin abi Thalib", dan dia mengkafirkan Ali bin Abi Thalib tanpa bertobat sampai matinya.  Inilah bahayanya Ahlul Bid'ah.

✍️ _Sufyan At-Tsauri berkata :_

البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها

_"Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat" (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22)._

📌 Bila melakukan maksiat, orang tahu kalau itu salah dan tidak ingin anak serta keluarganya seperti dia. Seorang pencuri, suatu saat dia ingin bertaubat, tidak ingin anaknya seperti bapaknya, ia sadar kalau dirinya salah dan suatu saat, bila dia bersungguh-sungguh maka akan ia dapatkan. Sedang ahlul bid'ah, sulit untuk kembali.

📚 _Dengan banyak cara, ahlul jahl dan shahibu hawa, menghadang sunnah, merintangi jalan as-sunnah yang tersebar, sadar atau tidak mereka sadari, sengaja atau tanpa mereka sengaja. Sehingga muncul pernyataan-pernyataan, cemoohan dan ejekan terhadap sunnah (karena tidak tahu atau salah faham). Atau mereka mencela pengikutnya (ahlus sunnah). Terkadang dijelekkan pelaku sunnah dengan tuduhan: memecah belah persatuan kaum muslimin._

📌 Ketika seorang menjalankan sunnah/mengikuti sunnah rasulullah ﷺ menyuarakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar, setiap yang baik dia bela dan suarakan dan yang bathil ia ingkari. Maka ketika ia mengingkari maka dikatakan ini memecah belah umat. Ketika ia mengingkari kebatilan secara umum ataupun khusus dari jenis perbuatan, pelaku ataupun kelompoknya dalam rangka amanah untuk menjaga kemurnian agama ("Ini salah", "Ini bukan ajaran rasul", "Ini menyelisihi firman Allah", "Ini menyelisihi ajaran rasul", "Ini bid'ah", "Ini munkar").

Dan yang seperti ini, bagi mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa), mereka katakan sebagai pemecah belah umat.

📚 _Dan sungguh mereka dusta, demi Allah..._

📌 Karena sesungguhnya keumuman ahlus sunnah ketika membantah (mengatakan kelompok ini salah/menyimpang, salahnya A, B, C yaitu dengan data-data dan bukti akurat), dalam kitab mereka disebutkan halaman sekian dan bukan dzon (atas dasar perasangka), namun betul-betul bukti akurat dan bukan sekedar tuduhan.

Namun mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa) mengikuti dzon (perasangka), perasaan ("ini kan main tuduh", "ini kan mereka merasa selamat sendiri"). Padahal mereka para ulama juga khawatir dirinya su'ul khatimah, minta keteguhan dan kekokohan, tetapi ini kewajiban agama: yang mungkar sampaikan ini mungkar, yang batil sampaikan itu bathil.  Dan ketika mereka mengingkari, diatas ilmu. Ini ke-umuman, adapun perorangan kita tidak menganggap semua orang maksum (terjaga dari kesalahan). Setiap orang bisa terjatuh kedalam kesalahan.

📚 _Terkadang dengan celaan atau umpatan kepada orang-orang yang perhatian kepada sunnah Nabi ﷺ. Bahkan yang sibuk mempelajari sunnah dengan membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkannya terkadang dicela dan dicemooh_

📌 Cuma belajar terus, kapan praktiknya, kapan aksinya, kapan gerakannya (padahal setiap hari bergerak, namun gerakan tersebut dengan ilmu). Gerakan dan amal itu dengan ilmu: "ini yang syar'i... maka lakukan...", "ini tidak syar'i atau belum waktunya...  maka tidak dilakukan". Atau sesuatu yang semestinya dilakukan/semestinya ini yang benar, akan tetapi ini dapat menimbulkan fitnah, maka ditunda.

📌 Bukankah rasulullah ﷺ hendak merenovasi Ka'bah (membongkar ka'bah) sampai dibangun kembali di atas pondasi Nabi Ibrahim. Namun rasul khawatir kaumnya tidak terima dan mencela Rasul atau sampai murtad. Karena mereka dahulu yang membangunnya secara bersama-sama, namun rasul tahu bahwa bangunan Ka'bah ini tidak persis sebagaimana yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, karena pernah rusak terkena banjir ataupun terbakar dan kemudian mereka perbaharui termasuk masa-masa ketika nabi masih muda dan belum turun wahyu kepada beliau dan mereka bahu-membahu membangunnya. Termasuk hijr, lengkungan yang sering disebut sebagai hijr ismail (tanda ka'bah sampai disitu). Oleh karena itu, bila thawaf (mengelilingi Ka'bah) masuk ketengah-tengahnya, tidak diluar hijr, tidak sah thawafnya karena merupakan bagian ka'bah dan belum memutari ka'bah. Dan siapa yang ingin shalat didalam ka'bah dan pintunya dihalangi atau dikunci, maka dia shalat didalam hijr maka bagaikan dia sudah shalat didalam kabah. Dan rasulullah ﷺ mengatakan, "Kalau bukan khawatir kaummu ya aisyah, aku akan hancurkan ka'bah, aku akan bangun kembali sesuai diatas pondasinya Nabi Ibrahim. Aku akan buatkan ka'bah dua pintu dan akan aku tempelkan pintunya ketanah (bukan diatas tetapi dibawah)". Beberapa hal ingin dilakukan rasul, namun khawatir terfitnah orang tidak terima.

📌 Terkadang sesuatu butuh ilmu, tentang mana yang sunnah dan yang tidak, juga butuh untuk tahu tentang tabiqus sunnah (menerapkan sunnah), ini benar-ini syar'i-ini haq, namun.., bagaimana menerapkannya, inipun ada ilmunya. 

Terkadang sebagian mereka mencela, mengumpat, menuduh orang-orang yang perhatian dengan sunnah nabi (membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkan), menuduh dengan celaan-celaan yang banyak. Sebagian mereka menuduh ulama hadits sebagai ulama haid dan nifas, sebagian yang lain menyebut para ulama sebagai ulama seputar sarung (membahasnya seputar masalah hukum madzi, mani, istihadhah, haid dan nifas).

Padahal sebagian ulama menyebutkan hal-hal tadi sebagai nishful fiqh (setengah dari ilmu fiqh). Bila faham masalah ini, in syaa Allah yang berikutnya akan lebih mudah. Dan ini juga penting, karena terkait dengan suci atau tidaknya istrinya (apakah termasuk darah haid ataupun bukan, berkaitan dengan ia tinggalkan shalat atau tidak dan kalau berkaitan dengan sah atau tidak shalatnya, itu berarti berkait dengan shalat tiangnya agama dan ini termasuk perkara yang penting untuk diperhatikan. Demikian yang dilakukan oleh para ulama.  Dan bukan berarti para ulama tidak perhatian dengan kondisi umat, sebagaimana pernah kita sebutkan bagaimana mereka luangkan waktunya sekian menit, sekian jam untuk khusus menerima telepon dari penjuru dunia dengan banyak fatwa.  Namun tidak semua perkara mereka tahu, sebagian andil, sebagian ulama sampai gusar dan tidak bisa tenang tidurnya ketika ada sebagian kaum muslimin sedang dikepung dan dibantai. Para ulama peduli, mereka berdoa dengan apa saja yang mereka mampu.

📌 Namun bagi ahlul jahl dan shahibu hawa, mereka beranggapan belum ada wujudnya yang dilakukan para ulama karena tidak nampak dimata umum, kalau belum turun kejalan-jalan membakar ban, kalau belum mendobrak-dobrak pagar, kalau belum teriak-teriak dan nampak dimuka orang banyak/publik itu belumlah cukup.

📚 _Maka mereka mencela orang-orang yang perhatian dengan sunnah, mencela ahlul ilmu (para ulama yang membahas, meneliti, mengamalkan dan mendakwahkan sunnah) dengan celaan-celaan yang tidak pantas. Diantaranya adalah dibawah payung pembagian agama kepada juz'iyyat (pokok global) dan kulliyat (cabang atau parsial). Kemudian mereka menganggap dan sesalkan (beritakan buruk) terhadap orang yang tenggelam kepadanya._

📌 Thaharah, seberapapun disepelekan itu tetap merupakan syarat dari shalat dan shalat itu tiang agama, kalau seseorang shalatnya tidak bagus, dikhawatirkan yang lainnya lebih jelek.  Kalau baik shalatnya, akan mencegah kefasikan dan kemungkaran. Akan menghasung untuk belajar selainnya, terus berikutnya dan berikutnya. Mereka menganggap para ulama tenggelam didalam perkara-perkara kecil.

📚 _Dan mereka menganggap yang kulliyat (perkara yang pokok menyeluruh, lebih penting dan besar) yang mereka gunakan untuk mencela_

📌 Para ulama perhatian dengan aqidah dan manhaj, bahkan sebagian orang mengetahui bagaimana para ulama kita. Perhatian sekali dengan muhadharah-muhadharahnya, pelajaran-pelajarannya dan aqidah-aqidah manhaj.

Bahkan sebagian mengatakan pelajarannya kok cuma itu-itu saja. Apa tidak ada yang lain?, cuma manhaj dan aqidah. Bahkan sebagian sampai menuduh, itu ustadz-ustadz yang tidak faham fiqh karena pelajarannya cuma manhaj aqidah terus.

Dan demikian contoh dari para ulama dan guru-guru kita seluruhnya,  di khotbah-khotbah jum'at mereka, khutbah ied, muhadharah mereka, daurah-daurah mereka, mereka sampaikan yang terpenting dari yang terpenting kepada umat, yang pertama adalah aqidah, dan salah satu ibadah terpenting adalah aqidah shalat dan bukan bermakna mereka tidak faham bab wakaf, bab jual beli. Dan baru terlihat seorang alim itu ketika seorang munajamah/duduk, belajar berhari-hari, bertahun-tahun mengikutinya, atau bertanya, maka akan terlihat. Adapun semata dikhotbah, dimuhadharah ada kalanya seakan terlihat sama dengan da'i-da'i yang lain, atau bahkan dianggap: ini kalah, lebih bagus orasi dan khotbahnya fulan, lebih hebat fulan, yang bisa jadi dalam suara/orasi secara intonasi kalah dengan fulan yang menggebu-gebu, lebih bagus dan lebih jelas penyampaiannya.

Para ulama menyampaikan secara biasa dalam khotbah jum'at, dalam muhadharah yang terkadang setahun sekali datang ke Indonesia yang disampaikan tentang rukun iman, rukun islam, masalah surga dan neraka. Yang bisa jadi kalau seorang tidak memahami dakwah Nabi dan Rasul, "kok cuma begitu-begitu ya?", yang bisa jadi sebagian menganggap, "kalau yang seperti itu saya sering dengar, dan saya sudah tahu". Namun para ulama menyampaikan bukan untuk dikatakan fulan alim, pintar, berilmu. Namun untuk membenahi kondisi umat, mana yang terpenting dan yang penting berikutnya. Perkara aqidah termasuk hal penting, seseorang kalau didorong dan diingatkan dengan surga dan neraka, kemudian sebagian mereka bertaubat, sebagian mereka takut dan semangat untuk mengejar keselamatan akhirat demi mendapat jannah dan ingin terhindar dari neraka, kalau sudah demikian maka dia akan berusaha dengan setiap apa yang bisa ia usahakan untuk mendapatkannya, maka ia memperbaiki diri kemudian bertanya: "syaikh, apa hukumnya ini, ini halal atau haram?", "ustadz, ini hukumnya apa?, ini boleh atau tidak?". Karena ingin memperbaiki diri.

Namun..., bila dipelajari tentang kewajiban shalat, sunnah-sunnah shalat, fadhilah-fadhilah shalat, sementara dia tergerak untuk mau shalat saja belum!, kalau kita membicarakan sekian jam, sekian lama, tentang adab-adab shalat, tentang hal yang banyak, sementara dia tergerak untuk shalat saja belum. Maka aqidah penting sekali, dan ini dilakukan oleh para ulama. Disisi lainnya, mereka juga mempelajari hal yang seterusnya.

📌 Sebagian menuduh, hanya belajar yang juz'iyyat. Bagi mereka (ahlul jahl dan shahibu hawa) yang pokok itu yang greget (yang nge-fight), anak muda suka yang greget,  yg ini kok cuma begitu-begitu, suruh sabar, kalau ditindas hanya doa, terus kapan kita melawan, bergerak begini dan begitu. Terkadang seperti itu, maka hati-hati. Sesungguhnya mengikuti sunah diikuti dengan penerapannya. Terkadang beberapa julukan disematkan dan dituduhkan kepada orang-orang yang melaksanakan sunnah.

📚 _Akan datang bantahan, In syaa Allah tentang pemisahan ini dalam syariat diakhir risalah ini. Hanya saja dikesempatan ini, aku mendapati keharusan untuk menyegerakan menukilkan sebuah ucapan yang sangat baik dan kokoh dari seorang Imam jaman ini, muhadits dunia, Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah Ta'ala. Dalam pembicaraan beliau bersama salah seorang anggota dari sebuah kelompok tertentu dalam Islam._

📌 Dan sebelumnya kita tahu bahwa Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah Ta'ala, nama beliau sangat masyur, sering kita dapati nama beliau di buku, dikhotbah, Hadits riwayat abu dawud, hadits riwayat tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Albani. Sebagian ulama menyebutkan bahwasanya beliau pantas untuk dikatakan sebagai al-Hafiz dijaman ini dari sisi hadits. Dan yang memujipun para ulama.

📌 Adapun kita, dalam sebuah bidang, kita mengomentari tentang mesin, fulan pintar - fulan tidak, sementara kita tidak tahu sama sekali tentang mesin, maka kita bukan jadi jurinya, paling kita hanya bisa menduga-duga, namun bila yang memuji itu doktor dalam bidang teknik mesin, fulan mumpuni dan bagus, ini baru rekomendasi.

📌 Dalam ilmu hadits, yang memuji beliau (syaikh Albani) adalah para ulama ahlul hadits bukan orang-orang biasa seperti kita, tetapi mereka ulama hadits, memujinya. Pernah sebagian mereka (para ulama) dimasa hidup syaikh Albani, mengatakan "aku tidak mengenali, dibawah kolong langit di zaman sekarang, orang yang lebih tahu ilmu hadits dari pada beliau (Syaikh Albani)". Dan demikian pula karya-karya beliau, beliau men-tahqiq/teliti sekian banyak kitab-kitab hadits. Dan demikian pula hasil karya-karya beliau, mengumpulkan hadits-hadits mana yang shahih dan mana yang dhaif. Dan bukan bermakna beliau seorang yang maksum (terbebas dari kesalahan), Kalaupun ada salahnya (contoh: hadits dhaif beliau hasankan atau shahihkan, atau hadits shahih beliau dhaifkan). Itu dibandingkan dengan sekian ribu, mungkin puluhan ribu atau bahkan mungkin lebih yang sekian banyak beliau teliti,  yang salah berapa gelintir, wajar atau tidak?, dan coba kita lihat, seseorang yang meneliti sunnah abu dawud, shahih abu dawud, dhaif abu dawud, shahih tirmidzi, dhaif tirmidzi, sekian banyak. Belum lagi kitab-kitab yang lain. Dan pujian para ulama luar biasa, dan orang yang mencela beliau satu dari dua, ima jahil (tidak tahu ilmu hadits sama sekali) atau shahibu hawa (tahu kalau benar, namun tidak suka dengan ajarannya, kepribadiannya dijatuhkan, padahal ia tahu kalau beliau ini alim dalam hadits).

📚 _Diantara kalam Syaikh Albani rahimahullah Ta'ala, beliau berkata: yang kami ketahui dari setiap dai kelompok-kelompok islam dimasa kini, selain dari pada mereka yang benar-benar perhatian kepada manhaj salafus shalih (jalannya salafus shalih - jalan: sahabat, tabi'in dan ulama yang mengikui mereka), banyak dari mereka membagi al islam dalam ushul (pokok) dan furu' (cabang)_

📌 Dan disini sesungguhnya akan disebutkan oleh para ulama pada permasalahan ini adanya perincian, meskipun dimasa-masa awal tidak kenal pembagian ini. Sebagian ulama menggunakan istilah ini untuk membantah ahlul bid'ah.

📚 _Sebagian lagi yang menggunakan istilah yang lebih parah, yaitu membagi dengan penyebutan lubb (inti) dan qusyuur (kulit). Ini merupakan corengan zaman (sesuatu yang tidak semestinya) akan membinasakan muslimin, akan membuat mereka sadar atau tidak menjauh dari ajaran islam, padahal mereka ingin untuk mendekat (kepada ajaran islam) namun mereka menjadi jauh. Apalagi pembagian inti dan kulit, dengan apa pengetahuan yang ada padamu dan ilmu yang ada padaku, kita tidak bisa membedakan secara tepat, mana yang pokok dari yang cabang, kecuali jika yang dimaksud dengan pokok (ushul) adalah apa yang berkaitan dengan aqidah saja, dan perkara ushul tidak masuk padanya sedikitpun dari perkara hukum (bila menurut pemahaman ini). Kalau begitu (dengan pemahaman ini), shalat yang merupakan rukun islam kedua, tidak masuk kedalam ushul (pokok-pokok agama), tetapi shalat hanya masuk dalam bab furu', Mengapa..???, karena shalat tidak ada kaitannya dengan aqidah murni tetapi berkaitan dengan ibadah (fiqh)._

📌 Maka dengan pemahaman dab definisi mereka tadi, ushul yang tidak berkaitan dengan hukum-hukum ibadah, berarti shalat keluar dari ushul, padahal shalat adalah tiangnya agama.

📚 _Maka pembagian ini sangat berbahaya, oleh karenanya kata syaikh, pernah lewat pada sebagian kelompok yang lalu, mereka mengajak untuk membangun islam keseluruhan, ini sebenarnya seruan yang baik dan benar. Islam sebagaimana datangnya kepada kita wajib untuk terus kita jaga dan bangun._

📚 _Dari sisi amaliyah (praktik) sebagian orang/jama'ah mampu untuk menerapkan satu sisi tetapi tidak mampu menerapkan sisi yang lain (dimungkinkan dari sisi amalan praktik). Mengerjakan ibadah yang ini, tetapi tidak mengerjakan ibadah yang itu. Akan tetapi dari sisi pemahaman/pemikiran yang sifatnya teori, ajaran islam harus dibangun keseluruhannya tanpa dipilah-pilah._

📌 Semuanya dari al islam, meskipun kita tidak melakukannya. Tidak semua ibadah sunnah dapat kita lakukan (misalnya: puasa daud, senin-kamis, puasa 3 hari tiap bulan). Ada yang tidak bisa kita lakukan, tetapi itu tetap harus difahamkan dan difahami bahwasannya ini sunnah, ini termasuk syariat yang harus dijaga.

📚 _Ini fardhu, ini sunnah, ini sunnah, ini sunnah. Tidak bisa kita katakan: "ini hanya sunnah, tidak mempunyai nilai...",  Tidak..._

_Tidak boleh kita katakan: "ini disukai saja, bukan wajib dan tidak punya nilai". Tidak...._

_Tidak boleh mengatakan: "cukup kita yang wajib-wajib saja"._ 

📌 Dari sisi amal ini dimungkinkan, namun dari sisi teori (pemahaman), kita harus yakini semua syariat adalah yang terbaik dan kalaupun kita tidak melakukan, jika ada saudara kita yang mengerjakannya, maka: kita menyukai, mencintai dan membelanya.

📚 _Kita mengajak umat kepada islam keseluruhannya, hanya saja setiap orang mengambil sesuai dengan kesanggupan dan kemampuannya._

📌 Masing-masing sesuai dengan kemampuannya, tidaklah sama antara santri dengan pekerja, orangtua dengan anak (yang ini belajar dan yang ini bekerja), sebagian dia luangkan untuk belajar. Yang terus-menerus belajar, ia luangkan sebagian waktunya untuk bekerja, tidak sama semuanya.  Namun masing-masing mengambil sesuai dengan kemampuannya.  Namun bukan kemudian bermakna, diambil sekedar sebatas yang inti dan kulit dibuang. Membagi agama dengan istilah lubb wa qusyuur, ini tidak semestinya.

📌 Sebagian orang mencela hadits, kita butuh hanya intinya, isinya, kulitnya kita tidak butuh. Dengan istilah mereka: Kita pentingkan jauhar dan kita tidak pentingkan mad'har dengan istilah lain, yang penting itu batinnya sedang sisi dzahirnya itu tidaklah penting. Padahal islam tidak pernah mengajarkan seperti itu. Penting kedua-duanya. Meskipun aqidah dan isi lebih penting, akan tetapi bukan bermakna kita boleh meremehkan bahkan menganggap membuang kulitnya karena kita tidak butuh. Syaikh Robi hafizhahullaah Ta'ala membantah tentang hal ini, mereka mengatakan yang penting isinya, yang kita makan buah jeruknya, bukan kulitnya. Tetapi siapa mau membeli jeruk tanpa kulit, sudah dibuka, tidak disterilkan, tidak dibungkus (terkena kotoran, tertimpa angin, terkontaminasi dengan kotoran tanpa dibungkus kulit), maka kita butuh dari yang lahir (tampak) dan batin. Dan tidaklah ahlul kitab terdahulu menyimpang, kecuali karena ini, sebagian terlalu perhatian dengan dzahir (seperti yahudi), dan sebagian yang lain terlalu perhatian dengan bathin (seperti nashara).

dari t.me/taklim

Kunjungi juga
📁Ustadz Muhammad Higa (Kumpulan Audio dan Artikel/Faidah)
📁kitab dharuratul ihtimam bisunanin nabawiyyah (Kumpulan audio dan matan/syarah)
📁salafy bantul (Info dakwah dan jadwal kajian)

Keyword (Kata Kunci) : pengajian islam, audio mp3, kajian sunnah, kajian ilmiah, audio salafy terbaru, download audio kajian salaf, rekaman kajian, audio kajian, salafy indonesia, kajian audio mp3, ceramah agama, kajian islam, ilmu syar'i, ayo ngaji, majelis taklim, telegram, website, blog, dakwah, channel, streaming, update, online, radio islam indonesia, RII, asatidzah, salaf, muslim, ahlussunnah wal jama'ah, islami, manhaj salaf, al qur'an dan sunnah, ayat dan hadits, firqah, kelompok, golongan, bantahan, rudud, penyimpangan, tokoh penyimpangan, kesesatan, as sunnah, tuntunan, ajaran, petunjuk, bimbingan, teladan, nabi muhammad, rasulullah, hadits, bid'ah, ahli bid'ah, pelaku bid'ah, sesuatu yang diada-adakan dalam agama, membuat perkara baru dalam agama, ajaran yang tidak dicontohkan nabi, menyelisihi sunnah nabi, tidak ada tuntunan dari nabi, bantul,

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi