Nasab dan Kepribadian Imam Abul Hasan al Asy'ari (Napak Tilas Perjalanan Hidup al-Imam Abul Hasan Al-asy’ari-1)

(ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi, Lc.)

Mengkaji biografi ulama dan becermin dari perjalanan hidup mereka adalah bekal utama menjalani kehidupan. Padanya terdapat berbagai pengajaran berharga (ibrah) dan nilai-nilai keteladanan yang sangat berguna bagi setiap insan. Betapa banyak jiwa yang lalai menjadi taat, yang sekarat menjadi sehat, yang lemah menjadi kuat, dan yang tersesat menjadi terbimbing di atas jalan kebenaran.
Di antara para ulama yang mulia itu adalah al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari, sang pencari kebenaran. Beliau adalah seorang ulama terkemuka dari keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari yang asal-usulnya dari negeri Yaman. Perjalanan hidup beliau pun sangat menarik untuk disimak dan dijadikan bahan renungan, mengingat ada tiga fase keyakinan yang beliau lalui. Fase pertama bersama Mu’tazilah, fase kedua bersama Kullabiyah, dan terakhir bersama Salafiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah setelah mendapatkan hidayah dari ar-Rahman.
Nama beliau kesohor di berbagai penjuru dunia sebagai panutan mazhab Asy’ari (yang hakikatnya adalah mazhab Kullabiyah), padahal itu adalah fase kedua dalam kehidupan beragama yang telah beliau tinggalkan. Beliau pun wafat dalam keadaan berpegang teguh dengan manhaj salaf, Ahlus Sunnah wal Jamaah, satu-satunya jalan kebenaran yang diwariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yang budiman.

Nama dan Garis Keturunan al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari
Beliau adalah Ali bin Ismail bin Ishaq (Abu Bisyr) bin Salim bin Ismail bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H dan wafat di Baghdad (Irak) pada tahun 324 H. Beliau dikenal dengan sebutan Abul Hasan al-Asy’ari. Abul Hasan adalah kuniah beliau. [1] Adapun al-Asy’ari adalah nisbah (penyandaran) kepada kabilah al-Asy’ar [2], salah satu kabilah besar di negeri Yaman, yang berpangkal pada diri Saba’ bin Yasyjub bin Ya’rub bin Qahthan. Laqab (julukan) beliau adalah Nashiruddin (pembela agama). [3]
Ayah beliau, Ismail bin Ishaq, adalah seorang sunni yang mencintai ilmu hadits dan berpegang teguh dengan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah, sebagaimana penuturan Abu Bakr Ibnu Furak. Bahkan, menjelang wafatnya, sang ayah dengan penuh antusias berwasiat agar Abul Hasan kecil dibimbing oleh al-Hafizh Abu Yahya Zakaria bin Yahya as-Saji, seorang pakar fikih dan hadits kota Bashrah yang berpegang teguh dengan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lihat Jamharah Ansabil Arab karya al-Imam Ibnu Hazm 1/163, al-Ansab karya al-Imam as-Sam’ani 1/266, Nihayatul Arab fi Ma’rifatil Ansab karya al-Qalqasandi, Tabyin Kadzibil Muftari karya al-Imam Ibnu Asakir, hlm. 35, dan Muqaddimah kitab Risalah ila Ahlits Tsaghr bi Babil Abwab, hlm. 45)
Ditinjau dari garis keturunannya, al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari adalah keturunan dari sahabat Abdullah bin Qais bin Hadhdhar al-Asy’ari al-Yamani, yang dikenal dengan sebutan Abu Musa al-Asy’ari. Beliau adalah salah seorang sahabat Nabi yang terkenal akan keilmuan dan keindahan suaranya dalam membaca al-Qur’an. Adapun pernyataan Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ibrahim al-Ahwazi dalam kitabnya Matsalib Ibni Abi Bisyr bahwa al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari bukan keturunan Abu Musa al-Asy’ari, namun keturunan Yahudi yang kakeknya diislamkan oleh sebagian orang dari kabilah al-Asy’ar, menurut al-Imam Ibnu Asakir hal ini merupakan kedustaan dan kebodohan yang nyata. (Lihat al-Ansab karya al-Imam as-Sam’ani 1/266, Tahdzibut Tahdzib karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani 5/362, dan Tabyin Kadzibil Muftari karya al-Imam Ibnu Asakir, hlm. 147)

Kepribadian al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari
Al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari adalah seorang yang berbudi pekerti luhur dan terkenal kejeniusannya. Pola hidupnya sederhana, selalu diiringi oleh sifat zuhud (tidak tamak terhadap dunia), qana’ah (bersyukur dengan apa yang ada), penuh ta’affuf (jauh dari sifat meminta-minta), wara’ (sangat berhati-hati dalam urusan dunia), dan sangat antusias terhadap urusan akhirat. Di sisi lain, beliau adalah seorang yang suka humor dan tidak kaku. (Lihat Tarikh Baghdad karya al-Khathib al-Baghdadi 11/347, Siyar A’lamin Nubala 15/86 dan al-‘Ibar fi Khabari Man Ghabar karya al-Imam adz-Dzahabi 2/203, Tabyin Kadzibil Muftari, hlm. 141—142, serta al-Fihristi karya Ibnun Nadim, hlm. 257)

Catatan Kaki:
[1] Kuniah adalah sebutan untuk seseorang selain nama dan julukannya, seperti Abul Hasan dan Ummul Khair. Kuniah biasanya didahului oleh kata abu (ayah), ummu (ibu), ibnu (putra), akhu (saudara laki-laki), ukhtu (saudara perempuan), ammu (paman dari pihak ayah), ammatu (bibi dari pihak ayah), khalu (paman dari pihak ibu), atau khalatu (bibi dari pihak ibu). Terkadang, kuniah disebutkan bersama nama dan julukan seseorang, dan terkadang pula disebutkan secara tersendiri. Di kalangan bangsa Arab, kuniah digunakan sebagai panggilan kehormatan bagi seseorang. (Lihat al-Mu’jamul Wasith 2/802)

[2] Al-Asy’ar adalah julukan bagi Nabt bin Udad bin Zaid bin Yasyjub bin ‘Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba’ bin Yasyjub bin Ya’rub bin Qahthan. Al-Asy’ar artinya seorang yang banyak rambutnya. Ia disebut demikian karena tubuhnya ditumbuhi oleh rambut sejak dilahirkan oleh ibunya. (Lihat Nasab Ma’d wal Yaman al-Kabir 1/27)

[3] Julukan tersebut muncul di hari kematian beliau, saat manusia saling berucap, “Telah meninggal dunia pada hari ini Nashiruddin (Pembela Agama).” (Lihat Tabyin Kadzibil Muftari karya al-Imam Ibnu Asakir, hlm. 375)

Sumber http://asysyariah.com/napak-tilas-perjalanan-hidup-al-imam-abul-hasan-al-asyari/
Pada 26.04.2012


Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi