Demikianlah, Allah Subhanahu wata’ala telah memberi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam kebaikan yang banyak, di dunia dan di akhirat. Di antara kebaikan itu adalah sungai besar yang berada di jannah, yang mengalir menuju telaga Nabi. Warna airnya lebih putih daripada air susu, lebih manis daripada madu, dan lebih harum daripada minyak wangi. Telaga itu berada di tempat yang terbuka di hari kiamat. Orang-orang mukmin dari umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam akan mendatangi tempat itu. Jumlah cangkir dan keelokannya sebanyak gugusan dan keindahan bintang yang berada di langit. Barang siapa hidup di dunia menjalani agama Islam di atas syariat beliau (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam), di akhirat ia akan diizinkan mendatangi telaga tersebut. Sebaliknya, barang siapa menjalani agama Islam tidak di atas syariat beliau, di akhirat ia akan dihalangi sehingga tidak bisa mendatangi telaga itu. Di antara sekian banyak kebaikan yang telah diberikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di dunia adalah apa yang terdapat dalam hadits berikut.
أُعْطِيْتُ خَمْسًا، لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةُ وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku: (1) Diberikan kemenangan kepadaku dengan sebab gentarnya musuh dari jarak perjalanan satu bulan; (2) dijadikan bumi sebagai tempat shalat dan bersuci untukku, maka siapa pun laki-laki yang sampai kepadanya waktu shalat, hendaklah ia shalat; (3) diberikan kepadaku syafaat; (4) dihalalkan untukku ghanimah; dan (5) dahulu para nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Semua ini adalah kebaikan (nikmat) yang banyak. Karena beliau diutus kepada seluruh manusia, konsekuensinya, beliaulah nabi yang paling banyak pengikutnya. Dimaklumi bersama bahwa seseorang yang mengajarkan kebaikan akan mendapat pahala seperti halnya pelakunya. Orang yang telah menuntun umat kepada kebaikan dengan jumlah yang luar biasa adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam akan mendapatkan bagian pahala dari setiap individu di antara umatnya. Tidak ada yang mampu menghitung jumlah umat beliau selain Allah Subhanahu wata’ala. Di antara kebaikan yang diberikan kepada beliau di akhirat adalah almaqam al-mahmud, seperti syafaatal-uzhma (syafaat yang agung).
Sebab, pada hari kiamat manusia mengalami bencana, kesulitan, dan kesusahan yang tak kuasa mereka menahannya. Akhirnya, mereka meminta syafaat. Mereka pun mendatangi Nabi Adam, lalu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa ‘Alaihissalam, hingga berakhir kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun berdiri dan memberi syafaat. Allah Subhanahu wata’ala pun memutuskan di antara hamba-Nya dengan syafaat beliau. Ini adalah kedudukan yang akan senantiasa dipuji oleh orang-orang yang mterdahulu hingga akhir zaman. Kedudukan ini termasuk dalam firman Allah Subhanahu wata’ala,
عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Mudah-mudahan Rabbmu akan mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Isra’: 79)
Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak. Di antaranya adalah sungai yang berada di jannah, yang juga disebut al- Kautsar. Akan tetapi, al-Kautsar tidak terbatas pada hal itu saja. Setelah menyebutkan karunia- Nya yang begitu banyak, Allah Subhanahu wata’alamemerintahkan,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.”
Maknanya, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala atas nikmat yang sangat agung ini, dirikanlah shalat dan berkurbanlah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala. Yang dimaksud shalat di sini adalah seluruh jenis shalat. Pertama kali yang dimaksud oleh ayat ini adalah shalat yang disertai oleh berkurban, yaitu shalat Idul Adha. Meski demikian, ayat ini mencakup keseluruhan shalat. Jadi, “dirikanlah shalat karena Rabbmu,” baik yang fardhu maupun yang sunnah, demikian pula shalat ied dan shalat jumat. Makna “berkurbanlah” adalah dekatkanlah dirimu kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan cara berkurban. Kata “nahr”maknanya adalah cara penyembelihan unta (dengan menusuk/memotong aliran darah di bagian atas dada, dalam posisi hewan berdiri). Adabun “dzabh”, adalah istilah penyembelihan hewan sapi ataupun kambing (dengan memotong empat saluran pada bagian leher, dalam posisi hewan direbahkan).
Ayat ini hanya menyebutkan “nahr” karena daging unta lebih bermanfaat daripada yang lain ketika dibagikan kepada orang-orang miskin. Karena itu, pada Haji Wada’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memotong 100 ekor unta, 63 ekor beliau potong sendiri dan sisanya beliau wakilkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Seluruhnya beliau sedekahkan kecuali sedikit dari setiap unta, yang beliau ambil untuk dimasak lalu dimakan dagingnya dan diminum kuahnya. Perintah dalam ayat ini berlaku untuk beliau dan umatnya. Maka dari itu, kita wajib mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana yang diperintahkan kepada Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.”
Makna syaniaka adalah orang yangmembencimu, karena syana’an artinyakebencian. Contohnya adalah firman AllahSubhanahu wata’ala,
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا ۘ
“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) terhadap suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).”(al Maidah: 2)
Artinya, janganlah kebencian (kalian) kepada mereka membawa kalian berbuat melampaui batas. Demikian pula firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (al-Maidah: 8)
Artinya, janganlah kebencian kepada mereka membawamu untuk meninggalkan keadilan (sikap adil). Al-abtar adalah isim tafdhil. Arti kata ini adalah terputus, yaitu terputus dari semua kebaikan. Hal ini terjadi karena orangorang kafir Quraisy mengatakan bahwa Muhammad (Shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah abtar, yaitu tidak ada kebaikan dan berkah pada dirinya, serta dalam mengikuti ajarannya. Kata ini mereka munculkan ketika Qasim, putra beliau, meninggal. Mereka lalu mengatakan bahwa Muhammad abtar, yaitu tidak ada keturunan. Kalaupun ada, maka akan terputus keturunannya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwaal-abtar adalah yang membenci RasulShallallahu ‘alaihi wasallam, dan dialah yang akan terputus dari semua kebaikan. Tidak ada berkah pada dirinya. Hidupnya hanya berisi penyesalan. Jika hal ini berlaku atas orang yang membenci beliau, begitu pula bagi yang membenci syariat (ajaran)nya. Oleh sebab itu, barang siapa membenci syariat Rasulullah n, atau salah satu syiar Islam, atau membenci ibadah apa pun yang dilakukan oleh manusia untuk melaksanakan agama Islam, dia telah kafir, keluar dari Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala,
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Hal itu karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan oleh Allah (al-Qur’an) lalu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (Muhammad: 9)
Tidak ada yang menghapus amalan selain kekufuran. Barang siapa membenci kewajiban shalat, dia telah kafir, walaupun ia menjalankan shalat. Barang siapa membenci kewajiban zakat, dia telah kafir walaupun menunaikannya. Adapun yang merasa berat menjalaninya, namun tidak membencinya, dikhawatirkan pada dirinya ada salah satu perangai kemunafikan, meski tidak dikafirkan. Jadi, terdapat perbedaan antara orang yang merasa berat (tanpa membenci) dengan orang yang membenci. Dengan demikian, surat ini mengandung penjelasan tentang nikmat AllahSubhanahu wata’ala yang diberikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu kebaikan yang banyak. Selain itu, surat ini memuat perintah untuk mengikhlaskan shalat dan berkurban hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala. Perintah ini berlaku dalam seluruh bentuk ibadah. Surat ini juga menjelaskan, siapa yang membenci Rasul n atau sebagian syariat beliau, dialah yang terputus, yaitu tidak ada kebaikan dan berkah pada dirinya. Wallahu a’lam.
Sumber http://asysyariah.com/tafsir-al-kautsar-sungai-di-dalam-surga/
Pada 23.08.2013
Tidak ada tanggapan
Posting Komentar
Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi