Peringatan Keras dari Nabi Bagi Orang yang Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan Orang Shalih (Bab 20-Tauhid, Anugerah yang Tak Tergantikan)

〰〰〰〰〰〰
 Silsilah KAJIAN TAUHID

BAB KE-20: PERINGATAN KERAS DARI NABI BAGI ORANG YANG BERIBADAH KEPADA ALLAH DI SISI KUBURAN ORANG SHOLIH
✏️ Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله

〰〰〰〰〰〰

Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan tentang peringatan keras Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bagi orang-orang yang menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang sholih sebagai tempat yang dikhususkan untuk ibadah kepada Allah, karena selain hal itu menyerupai perbuatan Yahudi dan Nashara, merupakan dosa besar yang akan mendapat laknat Allah, juga karena hal itu bisa mengantarkan pada kesyirikan besar.

Perbedaan yang Jelas Antara Masjid (Tempat Ibadah) dengan Kuburan

Dalil-dalil dari al-Quran dan hadits Nabi shollallahu 'alaihi wasallam yang shahih menunjukkan pemisahan yang jelas antara masjid dengan kuburan, bahwa dua hal itu semestinya terpisah. Kalaupun berdekatan, seharusnya masing-masing memiliki wilayah tersendiri. Jangan mencampurkan antara masjid dengan kuburan, misalkan dengan membangun masjid di areal kuburan atau menempatkan kuburan pada areal masjid.

Beberapa sisi pendalilan yang menunjukkan hal itu, di antaranya adalah:

1.Seluruh bagian permukaan bumi bisa untuk sholat atau sebagai masjid, kecuali beberapa tempat, di antaranya adalah kuburan dan kamar mandi.

وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
Dan dijadikan untukku bumi (tanah) sebagai masjid (tempat sujud) dan alat bersuci (tayammum). Maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu sholat, silakan dia sholat (di permukaan bumi manapun) (H.R al-Bukhari dan Muslim)

الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْحَمَّامَ وَالْمَقْبَرَةَ
Bumi seluruhnya adalah masjid (tempat sholat) kecuali kamar mandi dan pekuburan (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, disepakati adz-Dzahaby, dan Ibnu Hajar mengisyaratkan keshahihannya dalam atTalkhiishul Habiir)

2.Larangan sholat menghadap kuburan atau di antara kubur-kubur.

لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
Janganlah sholat menghadap ke arah kubur dan jangan duduk di atasnya (H.R Muslim dari Abu Martsad al-Ghonawy)

عَنْ أَنَسٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ
Dari Anas –radhiyallahu anhu- bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam melarang sholat di antara kubur (H.R Abu Ya’la, al-Bazzar dan lainnya, dinyatakan oleh al-Haytsamiy bahwa para perawinya adalah rijaal dalam as-Shahih)

3.Perintah memakmurkan rumah dengan sholat dan membaca al-Quran, jangan menjadikan rumah seperti kuburan. Ini menunjukkan bahwa kuburan bukanlah tempat yang dikhususkan untuk sholat maupun membaca al-Quran dan ibadah tertentu.

اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Jadikanlah sebagian sholat kalian (yang nafilah) di rumah-rumah kalian. Jangan menjadikannya sebagai kuburan (H.R al-Bukhari dari Ibnu Umar)

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya syaithan lari dari rumah yang dibacakan padanya surat al-Baqoroh (H.R Muslim dari Abu Hurairah)

4.Celaan keras bagi Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan para Nabi dan orang sholih mereka sebagai masjid. Seperti yang dikemukakan dalam hadits-hadits pada bab ini.

Dalil Pertama:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Ketika Nabi shollallahu alaihi wasallam merasa sakit (menjelang meninggal dunia), sebagian istri beliau (Ummu Salamah dan Ummu Habibah) menceritakan tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah (Etiopia) yang disebut Mariyah. Ummu Salamah dan Ummu Habibah mendatangi Habasyah dan menceritakan indahnya gambar-gambar di dalam gereja itu. Maka Nabi shollallahu alaihi wasallam mengangkat kepalanya dan bersabda: Mereka itu jika seorang laki-laki sholih meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya tempat sujud (tempat ibadah) kemudian mereka menggambar (orang sholih tersebut). Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat al-Bukhari)

Penjelasan Dalil Pertama:

Faidah yang bisa diambil dari hadits ini:

1.Sakit menjelang meninggal dunia tidaklah menghalangi Nabi untuk menyampaikan al-haq dan membantah kebatilan.

2.Dakwah terhadap tauhid dan menjauhi kesyirikan tetap beliau sampaikan hingga menjelang meninggal dunia.

3.Kebiasaan kaum Nashara sebelumnya adalah jika ada orang sholih yang meninggal, maka pada kuburannya dibuatkan tempat ibadah dan menggambar/ membuat patung orang sholih tersebut, mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah. Kebiasaan buruk ini juga ditiru oleh sebagian kaum muslimin yang membangunkan kuburan orang sholih di areal masjid sebagai pengagungan terhadap orang sholih tersebut, padahal itu dilarang keras oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam.

4.Larangan keras beribadah kepada Allah di sisi kuburan orang sholih karena menganggap tempat itu lebih mudah terkabulnya doa. Keadaan seperti itu saja sudah diperingatkan dengan keras oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, apalagi jika bukan beribadah kepada Allah, tapi beribadah kepada penghuni kubur, jelas kesyirikan akbar yang mengeluarkan dari Islam.

5.Larangan menggambar makhluk bernyawa, dan itu termasuk dosa besar.

Dalil Kedua:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمَّا نُزِلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مِثْلَ مَا صَنَعُوا
Dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bahwasanya Aisyah dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhum berkata: Ketika Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menjelang meninggal dunia beliau meletakkan kain di atas wajah beliau. Jika beliau merasa kesulitan bernafas, beliau menyingkapnya dari wajah beliau. Dalam keadaan semacam itu beliau bersabda: Laknat Allah kepada Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah. Nabi memperingatkan agar (kaum muslimin) jangan melakukan seperti yang mereka perbuat (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz riwayat Muslim)

Dalam riwayat lain, dinyatakan:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ قَالَتْ عَائِشَةُ لَوْلَا ذَلِكَ لَأُبْرِزَ قَبْرُهُ خَشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda saat sakit yang menyebabkan beliau meninggal: Laknat Allah bagi Yahudi dan Nashara yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Aisyah berkata: Kalau tidak karena (sabda beliau) itu, niscaya kuburan beliau akan ditampakkan (di pemakaman umum), (akan tetapi itu tidak dilakukan) karena khawatir kuburan beliau akan dijadikan sebagai masjid (H.R Muslim)

Penjelasan Dalil Kedua:

Beberapa faidah dan penjelasan tambahan terkait hadits ini adalah:

1.Bolehnya melaknat pihak yang telah jelas dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya namun tidak menetapkan secara person tertentu yang masih hidup.

Contoh: Kita bisa menyatakan atau mendoakan laknat bagi kaum Yahudi dan Nashara secara umum, karena memang Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan laknat bagi mereka.

Tapi menyebutkan laknat Allah bagi orang kafir tertentu yang masih hidup (secara ta’yin atau disebut namanya) adalah tidak boleh, karena masih ada kemungkinan bagi orang itu mendapatkan hidayah masuk Islam sebelum meninggal dunia.

2.Larangan keras menjadikan kuburan sebagai tempat yang dikhususkan untuk ibadah, karena hal itu menyerupai (tasyabbuh) perbuatan Yahudi dan Nashara, dan termasuk dosa besar karena disebut oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam mendapatkan laknat Allah.

3.Alasan kuburan Nabi shollallahu alaihi wasallam tidak diletakkan di kuburan umum adalah karena khawatir kuburan beliau dijadikan sebagai masjid, sebagaimana penjelasan Aisyah radhiyallahu anha tersebut.

Para Sahabat juga tidak melakukan hal itu dikhawatirkan akan terjadi kesyirikan dengan berkunjungnya orang selalu ke kubur itu jika ada masalah.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah -seorang Tabi’in- menyatakan:

كان المسلمون اختلفوا في دفن رسول الله صلى الله عليه وسلم أين يدفن فقالت طائفة منهم يدفن في البقيع حيث اختاره رسول الله صلى الله عليه و سلم لولده وللمسلمين قال فقالوا أتبرزون قبر رسول الله صلى الله عليه و سلم كلما أحدث أحد حدثا عاذ به قال وقال طائفة ندفنه في المسجد فقالت عائشة إن رسول الله صلى الله عليه و سلم غشي عليه فلما أفاق قال قاتل الله أقواما اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد فعرفوا أن ذلك نهيا منه فقالوا يدفن حيث اختار الله أن يقبض روحه فيه فحفر له في بيت عائشة
Kaum muslimin (para Sahabat Nabi) berselisih tentang (di mana) akan dimakamkan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Sekelompok orang dari mereka mengatakan: sebaiknya dimakamkan di Baqi’ karena itu adalah yang dipilihkan oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam untuk anaknya dan kaum muslimin. Sebagian Sahabat berkata: Apakah kalian akan menampakkan kubur Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yang jika setiap timbul permasalahan mereka akan berlindung padanya? Sebagian kelompok menyatakan: Kita makamkan di masjid. Aisyah –radhiyallahu anha- berkata: Sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (sebelum meninggal) pingsan kemudian ketika siuman beliau berkata: Laknat Allah bagi kaum yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid. Maka para Sahabat mengetahui bahwa hal itu (menguburkan beliau di masjid) adalah dilarang oleh beliau. Maka mereka berkata: Beliau semestinya dimakamkan di tempat yang memang Allah pilihkan beliau dicabut ruhnya. Maka digalilah (kubur) di rumah Aisyah (riwayat Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya)

Dalil Ketiga:

عَنْ جُنْدَبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundab -radhiyallahu anhu- beliau berkata: Saya mendengar Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda pada waktu 5 malam sebelum meninggalnya: Sesungguhnya aku berlepas dari kepada Allah dari menjadikan salah seorang di antara kalian sebagai khalil (kekasih terdekat), karena Allah Ta’ala telah menjadikan aku sebagai Khalil-Nya sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai Khalil. Kalau seandainya aku (boleh) menjadikan salah seorang umatku sebagai khalil, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakr sebagai khalilku. Ingatlah, sesungguhnya umat sebelum kalian menjadikan kuburan para Nabi dan orang shalih mereka sebagai masjid (tempat ibadah). Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat ibadah), sesungguhnya aku melarang kalian dari hal demikian (H.R Muslim)

Penjelasan Dalil Ketiga:

Beberapa faidah dan tambahan penjelasan dari hadits ini adalah:

1.Nabi shollallahu alaihi wasallam bukan sekedar habibullah namun lebih tinggi dari itu, yaitu kholilullah. Manusia yang dijadikan sebagai kholilullah hanyalah dua, yaitu Nabi Ibrohim dan Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam. Sedangkan habibullah banyak, bahkan setiap orang yang bertaqwa dan beriman adalah habibullah (kecintaan Allah).

2.Keutamaan Abu Bakr ash-Shiddiq sebagai orang yang terdekat dengan Nabi. Seandainya Nabi shollallahu alaihi wasallam diperbolehkan untuk menjadikan manusia sebagai khalilnya, niscaya beliau akan menjadikan Abu Bakr sebagai khalilnya.

3.Larangan keras Nabi shollallahu alaihi wasallam untuk menjadikan kuburan sebagai masjid tersampaikan dalam beberapa bentuk peringatan:

‼️ Pertama, celaan terhadap orang yang melakukan hal itu. Disebut Nabi shollallahu alaihi wasallam sebagai seburuk-buruk makhluk, Allah melaknatnya, dan sebagainya.

‼️ Kedua, penyebutan secara jelas larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam, seperti sabda beliau :

فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid

‼️ Ketiga, penekanan bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam benar-benar melarangnya, dengan sabda beliau:

إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
sesungguhnya aku melarang kalian dari hal demikian

‼️ Keempat, penegasan dari Sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam benar-benar bermaksud memperingatkan umat agar jangan meniru perbuatan Yahudi dan Nashara itu dalam menjadikan kuburan Nabi dan orang-orang sholih mereka sebagai tempat ibadah. Hal ini seperti ucapan Aisyah radhiyallahu anha :

يُحَذِّرُ مِثْلَ مَا صَنَعُوا
Nabi memperingatkan agar (kaum muslimin) jangan melakukan seperti yang mereka perbuat

(poin ke-1 sampai 3 disarikan dari catatan faidah ceramah Syaikh Bin Baz dalam atTa’liqoot al-Baaziyah ‘alaa Kitaabit Tauhid (1/30)

Dalil Keempat:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu anhu beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya di antara manusia yang terburuk adalah orang yang mendapati hari kiamat dalam keadaan dia masih hidup dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid (HR Ahmad, dishahihkan Ibnu Khuzaimah)

Penjelasan Dalil Keempat:

Beberapa faidah dan tambahan penjelasan dari hadits ini adalah:

1.Hari kiamat tidak akan menimpa orang-orang beriman, orang-orang yang baik. Karena sebelum datangnya hari kiamat seluruh orang beriman akan meninggal dengan datangnya angin lembut hingga yang tersisa di muka bumi hanyalah orang-orang jahat/ kafir saja. Tidak menimpa hari kiamat kecuali pada orang-orang jahat tersebut.

Sahabat Nabi Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu anhu menyatakan:

ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ رِيحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّأْمِ فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ دَخَلَ فِي كَبَدِ جَبَلٍ لَدَخَلَتْهُ عَلَيْهِ حَتَّى تَقْبِضَهُ قَالَ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ
Kemudian Allah mengirim angin dingin dari arah Syam, sehingga tidaklah tersisa di muka bumi ada seorang di hatinya sebesar dzarroh kebaikan atau keimanan kecuali diwafatkan dengan sebab angin itu. Sampai seandainya kalian masuk ke tengah gunung, niscaya angin itu akan masuk ke dalamnya dan mewafatkannya. (Abdullah bin ‘Amr) menyatakan: Saya mendengar itu dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, sehingga yang tersisa (di muka bumi) adalah manusia-manusia terburuk (tidak beriman) (H.R Muslim)

ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا كَرِيحِ الْمِسْكِ مَسُّهَا مَسُّ الْحَرِيرِ فَلَا تَتْرُكُ نَفْسًا فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ الْإِيمَانِ إِلَّا قَبَضَتْهُ ثُمَّ يَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ عَلَيْهِمْ تَقُومُ السَّاعَةُ
Kemudian Allah mengirim angin seperti bau misk (sangat wangi), sentuhannya seperti sutera. Tidaklah ia meninggalkan jiwa yang di hatinya ada meski sebesar dzarrah keimanan, kecuali ia mewafatkannya. Kemudian tersisa manusia-manusia terburuk yang kepada mereka terjadilah hari kiamat (H.R Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)

2.Celaan Nabi bagi orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid. Nabi menyebutnya termasuk seburuk-buruk manusia.

Bagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi?

Para Ulama menjelaskan bahwa adanya kuburan Nabi di areal Masjid Nabawi tidak masuk kategori menjadikan kuburan sebagai masjid karena beberapa argumen berikut:

1.Awalnya kuburan Nabi tidaklah berada di areal masjid tapi beliau dikuburkan di tempat beliau meninggal, yaitu di kamar Aisyah (samping masjid). Tapi setelah beberapa masa kemudian saat mayoritas Sahabat Nabi sudah meninggal dunia, dan pemimpin pada waktu itu yaitu al-Waliid bin Abdil Malik akan memperluas wilayah Masjid Nabawi, beliau melakukan perluasan ke arah makam Nabi, dan itu tanpa bermusyawarah dengan para Ulama. Bahkan, setelah diketahuinya kebijakan tersebut Said bin al-Musayyib menentangnya dengan keras. Namun, meskipun makam Nabi dikelilingi oleh wilayah masjid, namun tetap secara wilayah makam Nabi terpisah dengan masjid Nabawi, karena dibatasi oleh 3 lapis dinding dan keadaan kamar Aisyah tidak mengalami perubahan. Di antara keduanya terpisah dengan 3 lapis dinding: dinding kamar Aisyah, dinding segilima, dan dinding besi. Karena itu wilayah makam Nabi adalah wilayah yang tersendiri dari wilayah masjid.
Untuk memperkuat pemahaman beda wilayah itu, maka kita ambil contoh kasus tanah yang berdekatan. Misalnya, ada deretan tanah yang masing- masing awalnya memiliki pemilik yang berbeda-beda. Ada 5 tanah yang berdampingan, awalnya milik si A,B,C,D, dan E. Milik C berada di tengah, sebelah baratnya adalah milik A, sebelah timurnya adalah milik D, sebelah utaranya adalah milik B, dan sebelah selatan adalah milik E. Masing-masing kepemilikan tanah ada batas sendiri-sendiri. Suatu ketika, masing-masing pemilik tanah kecuali si C menjual tanahnya pada si A. Sehingga si A memiliki tanah yang wilayahnya menutup tanah si C. Di dalam wilayah tanah si A terdapat tanah si C. Kepemilikan wilayah si A menjadi semakin luas dari asalnya.

Apakah kita mengatakan bahwa tanah milik si C pada hakikatnya adalah milik si A karena berada di dalam wilayahnya? Kita katakan: Tidak. Wilayah si C adalah milik si C, bukan milik si A meski keberadaannya dikelilingi oleh tanah si A. Karena masing-masing ada batas kepemilikan yang jelas.

Demikian juga dengan masjid Nabawi dan kubur Nabi. Meski kubur Nabi dilingkupi batas-batasnya dengan wilayah masjid, namun wilayah kubur bukanlah wilayah masjid. Jika seandainya seseorang berada di dalam kubur Nabi, kemudian dia sholat di sana –seandainya bisa- maka itu tidak terhitung sholat tahiyyatul masjid, atau tidak terhitung mendapatkan keutamaan sholat di masjid Nabawi, karena dilakukan bukan di dalam masjid tapi di wilayah kuburan.

2.Kekhususan masjid Nabawi, di antaranya:

🔹 Pertama, pahala 1000 kali dibandingkan sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
Sholat di masjidku ini lebih baik dari seribu sholat di selainnya, kecuali Masjidil Haram (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

🔹 Kedua, tidak bolehnya syaddurrihal (menyengaja safar untuk ibadah khusus) kecuali ke tiga masjid, salah satunya ke Masjid Nabawi.

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Janganlah meneguhkan perjalanan kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul shollallahu alaihi wasallam dan masjid al-Aqsha (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

🔹 Ketiga, antara rumah dengan mimbar beliau adalah raudhah (taman) Surga.

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
Antara rumah dan mimbarku adalah raudhah (taman) di antara taman-taman Surga (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Karena kekhususan ini, maka tidaklah sama masjid Nabawi dengan masjid yang lain. Jika pada masjid yang lain terdapat kubur, para Ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakan makruh sholat di dalamnya sebagian lagi menyatakan tidak sah. Sedangkan untuk masjid Nabawi tetap berlaku keutamaan-keutamaan di atas. Itupun jika dianggap bahwa kuburan Nabi berada di dalam masjid Nabawi. Padahal yang lebih tepat kuburan Nabi adalah wilayah tersendiri, dan masjid Nabawi adalah wilayah tersendiri. Sehingga tidak dikatakan bahwa kuburan Nabi adalah wilayah masjid.

>〰〰〰
>Disalin dari Draft Buku "Tauhid, Anugerah yang Tak Tergantikan (Syarh Kitabit Tauhid)".
>〰〰〰〰〰〰〰
Salafy Kendari || https://telegram.me/salafykendari/

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi