HALABIYUN ABDULLAH HADRAMI BERSAMA
IKHWANI-TAKFIRI BA’ASYIRI NII BAHU MEMBAHU MENDUKUNG BUKU ABDUH ZA
al-IKHWANI YANG MEMBELA BUKU TERORIS TAKFIRI IMAM SAMUDRA & MENCERCA
BUKU MAT YANG MEMBANTAH & MENELANJANGI KESESATAN IMAM SAMUDRA
Sedikit mengenal bintang tamu kita saat
ini [terakhir melakukan cercaan dan tuduhan khabits terhadap Salafiyin
demi pembelaannya terhadap Ikhwanul Muslimin & Jama’ah Tabligh],
berikut beberapa tokoh yang diakuinya, di dalam situs resminya:
Gambar 25. Kemuliaan Gembong Sururi Internasional dan Mubtadi’ Ali Hasan cs dipamerkan kepada segenap pengunjung situsnya.
Berikut ini bukti persekongkolan
Halabiyun bersama Ikhwani dan Takfiri NII dalam mempromosikan dan
membela buku Siapa Teroris Siapa Khawarij yang membela buku Aku Melawan
Teroris karya Teroris Takfiri Imam Samudra yang telah dieksekusi mati
oleh pemerintah RI dan dibongkar kesesatan dan penyimpangannya oleh al
ustadz Luqman di dalam buku Mereka Adalah Teroris.
Gambar 26. Pengumuman bedah buku karya
Abduh ZA al-Ikhwani yang membela buku teroris Imam Samudra Berikutnya
adalah sebagian transkrip dan bukti audio di dalam bedah buku tersebut.
Bismillahirrahmanirrahim.
Saudaraku kaum muslimin, kami tampilkan fakta betapa Abduh Zulfidar Akaha, Halawi Makmun (Ketua Penerapan Syariat Islam Majelis Mujahidin) [1] dan da’i Malang, Abdullah Hadrami [2] berpadu dalam acara Bedah Buku “Nasional Siapa Teroris? Siapa Khawarij?.“.
Saudaraku kaum muslimin, kami tampilkan fakta betapa Abduh Zulfidar Akaha, Halawi Makmun (Ketua Penerapan Syariat Islam Majelis Mujahidin) [1] dan da’i Malang, Abdullah Hadrami [2] berpadu dalam acara Bedah Buku “Nasional Siapa Teroris? Siapa Khawarij?.“.
Dalam acara bedah buku “SIAPA TERORIS?SIAPA KHAWARIJ? Ahad,
03 September 2006 – di Widyaloka Convention Hall Universitas Brawijaya,
Malang, pembicara Abduh Zulfidar Akaha [3], Lc., Abdullah Shaleh
Hadromy dan Halawi Makmun, Lc.,MA – telah berkoalisi, bersatu padu
melakukan serangan-serangan keji terhadap Salafush Shalih, Salafiyyin
dan dakwahnya. Pemandu acara-pun tidak ketinggalan untuk turut serta
dalam acara ini (bukti rekaman suara ada pada kami). Diantara
ucapan-ucapan nyeleneh mereka sbb : (beberapa pernyataan mereka telah kami berikan footnote, semoga bermanfaat) :
Pemandu acara (Jalaluddin) :
”…Rekan-rekan yang kami hormati dan kami
cintai, ustadz Zulfidar, Zulfidar Akaha, ustadz Abdullah Hadrami dan
ustadz Halawi Makmun dan juga asatidz di sini. Asatidz dan
Masyayikh….dan juga ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allah , pagi ini
ada acara yang sangat menarik dan yang kita nanti-nanti, bedah buku
nasional Siapa Teroris Siapa Khawarij. Acara ini sangat penting karena
yang pertama adalah kita mencoba untuk merubah kebiasaan kita dalam
belajar. Saya melihat banyak orang yang semangat belajar tapi yang
dikaji itu tidak sembarang kitab. Judul kitabnya itu Kitab Fathul Jare (Jare, bhs Jawa artinya ‘katanya’,red), Fathul Jare. Katanya, jare ustadz ini, jare ustadz itu (he..he..he-hadirin tertawa). Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan oleh Salaf adalah kebenaran mutlak, kemudian disebarluaskan…
Hadirin rahimakumullah, perlu kami informasikan bahwa sebetulnya panitia menyampaikan, ee…, panitia sudah berusaha mengundang ustadz Luqman Ba’abduh secara langsung, tapi beliau tidak bisa hadir dengan 2 alasan yang disampaikan kepada saya.
Alasan yang pertama, beliau lagi sibuk mempersiapkan buku berikutnya yang akan membantah ini (he..he.he-tertawa) dan nanti juga mungkin akan ada acara bedah buku nasional lagi…
Kemudian yang kedua, beliau tidak hadir karena yang menjadi penengah bukan Syaikh, yang jadi penengah ustadz-ustadz. Saya nggak tahu kenapa beliau membedakan antara ustadz dengan Syaikh. Kalau di Timur Tengah, ustadz itu bermakna Profesor, ustadz Abdullah Hadrami dia… Profesor Abdullah Hadrami, ustadz Halawi beliau adalah Profesor Halawi. Itu sah-sah saja beliau membuat definisi yang berbeda terkait dengan ustadz dengan syaikh, walaupun juga saya punya definisi yang lain terkait antara Syaikh dan ustadz ini. Disebut ustadz itu kalau istrinya baru satu, seperti ustadz Abdullah Hadrami, Halawi (he..he..he-tertawa bersama hadirin). Syaikh itu kalau istrinya dua (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya tiga itu Syaikhul Kabir (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya empat itu Syaikhul Akbar. Kalau istrinya lima itu Syaithon (he..he..he-tertawa bersama hadirin), menyelisihi, menyalahi syari’at[4].
”Dan sebagai pembanding kita (Abdullah Hadrami-red) bukan sembarang ustadz, beliau adalah Ustadzun wa Syaikhun sekaligus. Disebut ustadz karena baru satu dan disebut juga Syaikh karena mau dua (ha..ha..ha-hadirin tertawa).
Hadirin rahimakumullah, perlu kami informasikan bahwa sebetulnya panitia menyampaikan, ee…, panitia sudah berusaha mengundang ustadz Luqman Ba’abduh secara langsung, tapi beliau tidak bisa hadir dengan 2 alasan yang disampaikan kepada saya.
Alasan yang pertama, beliau lagi sibuk mempersiapkan buku berikutnya yang akan membantah ini (he..he.he-tertawa) dan nanti juga mungkin akan ada acara bedah buku nasional lagi…
Kemudian yang kedua, beliau tidak hadir karena yang menjadi penengah bukan Syaikh, yang jadi penengah ustadz-ustadz. Saya nggak tahu kenapa beliau membedakan antara ustadz dengan Syaikh. Kalau di Timur Tengah, ustadz itu bermakna Profesor, ustadz Abdullah Hadrami dia… Profesor Abdullah Hadrami, ustadz Halawi beliau adalah Profesor Halawi. Itu sah-sah saja beliau membuat definisi yang berbeda terkait dengan ustadz dengan syaikh, walaupun juga saya punya definisi yang lain terkait antara Syaikh dan ustadz ini. Disebut ustadz itu kalau istrinya baru satu, seperti ustadz Abdullah Hadrami, Halawi (he..he..he-tertawa bersama hadirin). Syaikh itu kalau istrinya dua (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya tiga itu Syaikhul Kabir (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya empat itu Syaikhul Akbar. Kalau istrinya lima itu Syaithon (he..he..he-tertawa bersama hadirin), menyelisihi, menyalahi syari’at[4].
”Dan sebagai pembanding kita (Abdullah Hadrami-red) bukan sembarang ustadz, beliau adalah Ustadzun wa Syaikhun sekaligus. Disebut ustadz karena baru satu dan disebut juga Syaikh karena mau dua (ha..ha..ha-hadirin tertawa).
Ikhwati fillah rahimakumullah…
Saya kira kita yakin bahwa yang hadir
dihadapan kita, baik ustadz Abduh, ustadz Abdullah Hadrami dan ustadz
Halawi, beliau adalah orang-orang yang sangat kompeten berbicara tentang
persoalan yang akan kita bahas pada pagi hari ini dan dari sisi kapasitas keilmuan beliau sangat luar biasa. Dan
kita selama ini juga banyak mengikuti taklim-taklim beliau dan juga
kajian-kajian yang beliau sampaikan dan saya yakin… kamipun dianggap
sebagai ustadz tapi kita yakin kapasitas keilmuan beliau semua di sini tidak kalah dengan Syaikh…”
Abduh ZA:
“…Kemudian muncullah doktor
Muhammad Aman al-Jami ini rahimahullah dengan kelompoknya. Mereka
mewakili suatu kelompok baru yang berbeda dengan Hai’ah Kibarul Ulama dan berbeda pula dengan kelompok yang sama sekali menentang pemerintah.
Jadi kalau misalnya sebagian
tokoh-tokoh pada waktu itu seperti Syaikh Safar bin Abdurrahman
Al-Hawali, Syaikh Salman bin Fahd al-Audah, Syaikh doktor Sulaiman bin
Nashir al-Umr, – termasuk yang kemarin kesini – Syaikh Aidh bin Abdillah
al-Qarni dan kawan-kawannya termasuk tokoh-tokoh muda terutama Syaikh
Salman dan Syaikh Safar yang mereka bicara politik cukup keras, itu
tokoh-tokoh mudanya para ulama – mereka pada waktu itu sudah doktor –
gencar menolak kedatangan pasukan asing tentara Amerika ini ke jazirah
Arabia.
Nah ini kelompok pertama yang Hai’ah Kibarul Ulama kan berada di tengah-tengah, muncul kelompok lagi yang Muhammad Aman Jami dan Syaikh Rabi’ ini kelompoknya untuk mewajibkan mengikuti apapun kata penguasa…Yang tidak mau taat atau memprotes dikatakan sebagai Khawarij. Munculllah kemudian istilah mereka
ini kelompok yang dalam salah satu ..formasinya dikenal dengan
Khawarijul ma’ad du’at, Murji’atu ma’al hukkam, rafidhatu ma’al jama’ah,
Qadariyatul ma’al Yahudi wan nashara wal kuffar[15], mereka bersikap
Khawarij terhadap para du’at, para da’i, para mubaligh, para ulama,
merekapun Murji’ah pada penguasa dan mereka bersikap Rafidhah…terhadap
Jama’ah-jama’ah Islamiyah dan Qadariyatul ma’al Yahudi wan nashara wal
kuffar, mereka sifatnya Qadariyah, pasrah terhadap persoalan yang
ditimbulkan orang-orang yahudi, orang-orang Nasrani dan orang kafir.
Makanya jangan heran dalam kasus Palestina, kasus Iraq, Israel [16],
Palestina atau kemarin ini Libanon, meskipun mereka itu keras terhadap
Yahudi dan orang kafir tapi tindakan nyatanya tidak. Faktanya untuk
terjun bebas… itu tidak seperti itu. Mereka menganggap kita masih lemah,
kita … sehingga jihadpun menjadi dimatikan selama, baru boleh berjihad
kalau ada Imam. Ya, kapan kita punya khalifah, punya amirul mukminin, ya… ? Ya, kalau misalnya jihad harus menunggu Imam yang membawahi umat Islam seluruh dunia, ya tidak akan ada jihad…..”
Halawi Makmun:
“…sehingga banyak yang diyakini oleh
orang-orang karena kebetulan yang menyampaikan juga kayak Syaikh Rabi’
dan sebagainya, maka dalam tataran seperti mahasiswapun banyak yang
terlibat dan banyak yang mempercayainya tanpa menggunakan logikanya,
tanpa menggunakan akal untuk berpikir. Kalau Rabi’ dan sebagainya itu kan manusia! Manusia! Yang bisa jadi mereka juga diperalat! Oleh Yahudi dan lain sebagainya![22] Sekarang
kalau anda berfikir, Amerika itu nggak pernah bisa sampai kepada tanah
haram, itu wujud fisiknya. Tetapi pemikirannya bisa sampai ke sana,
dibuat satu fitnah seakan-akan di Mekkah itu ada teroris lalu tentara
Saudi obrak-abrik suruh kejar teroris lalu terjadi tembak-menembak di
tanah Haram dan itu sebetulnya merupakan pikiran orang kafir…[23]
Nah inilah yang disebut dengan ta’ashub,
fanatik buta sehingga orang ketika bertindak semacam itu maka dia akan
mencintai orang itu walaupun bertentangan dengan nash. Dia merasa marah
kalau Syaikhnya dihina, walaupun syaikhnya bertentangan dengan
al-Qur’an. Dia akan marah ketika syaikhnya dihina. Inilah sebetulnya
bukan sifat Salafushshaleh, bukan sifat Ahlus Sunnah wal Jama’ah ketika ta’ashub kepada
seorang Syaikh. Ta’ashub kepada masyayikh itu tidak ada di dalam
Kitabullah tapi mereka melakukannya. Sehingga apa kata Syaikh mereka itu
diterima. Tetapi kalau Syaikh yang lain walau lebih alim
daripada Syaikh mereka, maka tidak mau, menolaknya dan ini sifat Yahudi
itu[24]seperti itu…
Jadi kata Khawarij itu tidak tepat, maka ketika mengqiyaskan itu batil karena tadi berangkat dari kejahiliyyahan
mereka[25]. Mereka sering berbicara yang tidak didasarkan kepada
perkara keilmuan, pada ilmu. Ana tidak tahu apakah mereka juga sering
membuka diskusi-diskusi terbuka dengan orang-orang terpelajar karena
biasanya yang ada dalam forum seperti ini akan terjadi
pertanyaan-pertanyaan ilmiah. Ana belum tahu apakah mereka suka
mengadakan seperti itu atau mengadakan dengan masyarakat umum yang
memang mudah untuk ditekan untuk tidak bertanya apa-apa, menerima saja,
mau salah, mau bener seperti botol-botol kosong, ketika diisi terus
saja, diisi walaupun sudah ndak muat isiannya itu.
Biasanya seperti itu, sehingga ketika
ada orang bahkan mahasiswa sekalipun, bahkan orang yang badannya kekar
sekalipun, bila masuk pada kelompok ini menjadi loyo, menjadi tidak ada
semangat dalam membela Islam itu. Cuma yang ditonjolkan sifat-sifat
lahiriahnya, jenggotnya katakanlah dua meter setengah
(he..he..he-hadirin tertawa), pakai baju koko, pakai celana setengah
betis sehingga kalau pake celana dengan kasut itukayak anak umur empat tahun (he..he..he-hadirin tertawa lagi) yang beli baju untuk lebaran, kan begitu. Iya nggak?[26] Maka seperti itu.
…justru kelompok ini menganggap jihad itu sebagai musuh, sebagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan manhaj Salaf[27]. Sebuah
dari sini saja kita sudah bisa menilai bahwa mereka sudah, sudah
sirnalah hakekatnya, sudah keliru, sudah total itu… …bahkan oleh karena
itu kita kadang-kadang bingung memberikan gelar bagi mereka atau sebutan
bagi mereka… Perandaian saja..kalau kita menyebutkan apakah mereka ini
tersusupi oleh Yahudi dan lain sebagainya itu sulit, tetapi pada
kenyataannya semua langkah, gerakan dan ucapan tokoh mereka membuat
Yahudi pada seneng, membuat orang Yahudi pada tertawa, dari sikap dan
tindakan mereka itu[28].
Seperti contoh kasus tentang istimata, tentang istimata bom syahid, ya ini jangan dikaitkan pemerintah, karena pemerintah ini sekarang sedang mencari-cari orang yang “bom syahid” itu sangit, ditangkap aja itu bukan melegalkan tindakannya bom meledak di Bali. Ya, ini sebatas pengetahuan.
Istilahnya bom syahid itu kayak bom mati…orang mati bunuh diri itu-kan orang putus asa, putus asa punya utang gak bisa bayar-bayar, tiap hari ditagih teruus… (he..he..he-
hadirin tertawa), iya kan? Atau orang yang tidak mampu menghadapi dunia
inilah, daripada pusing dia naik pohon kelapa atau naik tiang listrik
lalu kesetrum mati, yang mati dia, yang lain nggak kena mati. Ini dari segi ini membedakan. Orang syahid itu tidak, orang syahid…ia
ingin menegakkan agamanya. Yang aslinya, dia tidak mau mati [29],
tetapi terpaksa harus mati dengan musuh dan ternyata cara ini efektif
untuk bisa menggoyahkan kekuatan musuh. Sehebat apapun teknologi yang
dia miliki, termasuk Israel itu paling takut dengan tindakan semacam
ini.
Lalu ada orang yang katanya muslim gembor-gembor bahwa tindakan ini adalah bunuh diri, otomatis Israel itu senang …dan ternyata cara ini efektif. Musuh itu gonjang-ganjing, musuh itu ketakutan[30], lha ini menganggap itu perbuatan salah, dianggap mati bunuh diri. Nah seperti itu…”
Demikianlah hujatan-hujatan Ikhwani
Takfiri terhadap Sunnah dan Ahlussunnah, bahkan ulamanya. Lalu datanglah
giliran orang ini yang mengaku sebagai murid Syaikh Utsaimin
rahimahullah, bukan membantah hujatan-hujatan di atas, namun melemparkan
bom-bom jahatnya terhadap Ahlussunnah, membela orang-orang Teroris
Takfiri Khawarij yang telah dibela oleh kawan-kawannya di atas. Allahul
musta’an.
Abdullah Hadrami:
Pujian Abdullah Hadrami terhadap buku Abduh ZA al Ikhwani yang membela buku teroris Khawarij Imam Samudra:
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1mH8JzMAX74ethl06v7vOnStkTqVT-CtZ&export=download
atau di sini
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1mH8JzMAX74ethl06v7vOnStkTqVT-CtZ&export=download
atau di sini
Buku MAT yang membongkar penyimpangan
Teroris Khawarij Imam Samudra dan para tokoh panutannya adalah bentuk
ghibah terhadap ulama, sikap yang salah yang tidak boleh ditiru celetuk
Abdullah Hadrami:
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1daYcG15aR1D_WLQx04M3t71GglrnQjGz&export=download
atau di sini
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1daYcG15aR1D_WLQx04M3t71GglrnQjGz&export=download
atau di sini
Gambar 27. Ternyata, yang mereka anggap
sebagai ulama adalah para ‘ulama gadungan’ yang memiliki pemikiran
Khawarij, Quthbi, Ikhwani seperti Salman al-‘Audah, Sulaiman al-‘Ulwan,
Ibrahim ad-Duwaisy, Sa’id bin Musfir, Yusuf al-Qardhawi, dan yang
semisal mereka.
Kemurkaan Abdullah Hadrami karena para teroris Khawarij pelaku bom bunuh diri diberi julukan mati konyol:
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1xn2_4uI_4Phlu4MzorsEGFIX53_F6FCC&export=download
atau di sini
📢 Dengarkan audio
💾 Link download audio : https://drive.google.com/uc?id=1xn2_4uI_4Phlu4MzorsEGFIX53_F6FCC&export=download
atau di sini
Gambar 28. Oleh karena itu, kami
menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian orang dengan tindakan
bunuh dirinya, adalah membunuh jiwa tanpa hak dan menyebabkan masuknya
ke dalam neraka,wal-’iyadzu billah. Pelakunya bukanlah syahid.
“…yang jadi masalah sekarang ini kelompok yang menyatakan diri mereka Salafi dan dengan seenaknya memasukkan orang, dengan seenaknya mengeluarkan orang, yang sama saya Salaf, tidak sama saya bukan Salaf, seakan-akan itu perusahaan dengan saham yang mereka kuasai seperti itu, ini nggak benar, tidak dibenarkan. Apalagi saling menyesatkan diantara mereka, membid’ahkan, memfasiqkan dan yang lain-lainnya, memberikan gelar-gelar yang buruk, seperti al-kadzdzab, al-pramuki atau dan yang lain-lain. Lha itu bukan Salaf dalam arti kembali kepada Salafush shalih. Itu Salaf dalam arti kelompok, hizbi, itu hizbi dan kita tidak meragukan lagi tentang hal itu[32], ini penting definisi ini…
Kemudian ikhwan wa akhwati rahimakumullah, kalau saya membaca buku ini “Siapa Teroris dan Siapa Khawarij” dan juga buku yang dibantah “Mereka Adalah Teroris”, maka saya mendapatkan buku itu jauh dari Salaf terutama dari segi akhlaq, akhlaq[33]. Seseorang yang aqidahnya benar itu akhlaqnya akan baik, itu otomatis. Jadi tidak ada istilah yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek. Kalau ada orang mengatakan yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek berarti aqidahpun juga belum benar. Karena ada keterikatan yang sangat kuat antara aqidah dengan akhlaq… Nah kalau memang seseorang itu mengaku dirinya sebagai Salaf, ya tentu akhlaqnya akhlaq Salaf, apalagi akhlaq terhadap para ulama.
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, masalah ini sangat penting dan kita sekarang ini krisis akhlaq, terutama yang kami sesalkan orang itu semakin lama ngaji, semakin banyak khatam kitab, itu ternyata bukan semakin baik akhlaqnya, tetapi semakin buruk akhlaqnya, ini mushibah.
Sampai-sampai kadang kita berpikir lebih baik jadi orang awam saja, gak usah jadi orang pinter, kalau memang setelah pinter akhlaqnya malah jelek. Yang kasihan itu masyarakat umum, akhirnya mereka punya penilaian inikah orang beragama? Akhirnya merekapun meninggalkan agama, tidak mau dengan agama gara-gara akhlaq mereka yang buruk. Mereka beranggapan semakin orang beragama semakin kasar, semakin buruk akhlaqnya, kemudian semakin gampang memvonis orang, memvonis ya.
Kemudian ikhwan wa akhwati rahimakumullah, kalau saya membaca buku ini “Siapa Teroris dan Siapa Khawarij” dan juga buku yang dibantah “Mereka Adalah Teroris”, maka saya mendapatkan buku itu jauh dari Salaf terutama dari segi akhlaq, akhlaq[33]. Seseorang yang aqidahnya benar itu akhlaqnya akan baik, itu otomatis. Jadi tidak ada istilah yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek. Kalau ada orang mengatakan yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek berarti aqidahpun juga belum benar. Karena ada keterikatan yang sangat kuat antara aqidah dengan akhlaq… Nah kalau memang seseorang itu mengaku dirinya sebagai Salaf, ya tentu akhlaqnya akhlaq Salaf, apalagi akhlaq terhadap para ulama.
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, masalah ini sangat penting dan kita sekarang ini krisis akhlaq, terutama yang kami sesalkan orang itu semakin lama ngaji, semakin banyak khatam kitab, itu ternyata bukan semakin baik akhlaqnya, tetapi semakin buruk akhlaqnya, ini mushibah.
Sampai-sampai kadang kita berpikir lebih baik jadi orang awam saja, gak usah jadi orang pinter, kalau memang setelah pinter akhlaqnya malah jelek. Yang kasihan itu masyarakat umum, akhirnya mereka punya penilaian inikah orang beragama? Akhirnya merekapun meninggalkan agama, tidak mau dengan agama gara-gara akhlaq mereka yang buruk. Mereka beranggapan semakin orang beragama semakin kasar, semakin buruk akhlaqnya, kemudian semakin gampang memvonis orang, memvonis ya.
Kalau antum baca di buku ini (Mereka Adalah Teroris-transkriptor), waduh ngeri, ngeri sekali, Allahu Akbar,
luar biasa ya… Jadi orang-orang yang sudah meninggal diungkit-ungkit
dituduh mati konyol macam-macam. Kalau ada orang mengatakan mati konyol,
itu khusnul khatimah atau su’ul khatimah? Su’ul khatimah. Su’ul khatimah itu
masuk mana? Neraka. Itu vonis masuk neraka, dan seorang muslim tidak
boleh memvonis masuk neraka dan tidak boleh memvonis masuk surga,
apalagi yang divonis itu orang-orang yang dikenal memperjuangkan
Islam.[34]
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, yang jadi masalah lagi, sekarang bukan ngaku, saya kelompok ini, saya kelompok ini, saya kelompok ini, itu nggak laku sekarang. Kita sudah bosan dengan yang seperti itu. Kita sekarang butuh orang-orang yang memperjuangkan Islam wal Muslimin dan memberikan contoh perilaku yang baik[35]. Kalau hanya ngaku saja, teori, teori, teori tetapi prakteknya berbeda, apa artinya? Yang kita inginkan sekarang kita berjuang untuk Islam, untuk muslimin.
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, yang jadi masalah lagi, sekarang bukan ngaku, saya kelompok ini, saya kelompok ini, saya kelompok ini, itu nggak laku sekarang. Kita sudah bosan dengan yang seperti itu. Kita sekarang butuh orang-orang yang memperjuangkan Islam wal Muslimin dan memberikan contoh perilaku yang baik[35]. Kalau hanya ngaku saja, teori, teori, teori tetapi prakteknya berbeda, apa artinya? Yang kita inginkan sekarang kita berjuang untuk Islam, untuk muslimin.
Kemudian juga kita berikan contoh
perilaku yang baik. Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah marah ketika di
majelisnya ada yang mengatakan : ”Syaikh di majelis antum sekarang
ada Salafi, ada Ikhwani, ada Tablighi”, beliau marah, kata beliau :
”Kullu al-Ikhwanul Muslimun, kita sama-sama saudara sama-sama Islamnya
kita ini”. Beliau marah, nggak mau beliau, yang ada sesama muslimin[36]… Yang
penting adalah kita memperjuangkan Islam, memperjuangkan kaum muslimin
dan memberikan contoh perilaku yang baik. INI YANG PALING PENTING[37]. Kalau
hanya ngaji, teori, teori, teori, tidak dipraktekkan bahkan orang-orang
yang memperjuangkan Islam malah dihalang-halangi, ya apalah artinya ngaji seperti itu? Kalau ada orang ngaji, ya alhamdulillah, ya masya Allah, menuntut ilmu dapat barakah, dapat ilmu segala macam. Tapi salahnya mereka adalah ketika ada orang yang memperjuangkan Islam dihalang-halangi, dituduh macam-macam.[38] Kalau seandainya ada yang salah, mari diluruskan, diluruskan dengan sopan, dengan akhlaq cara-cara Islam, kita kembangkan dialog-dialog yang sangat adab, sangat akhlaq seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat…
Selanjutnya Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, tentang memvonis orang, menvonis orang itu tidak gampang. Yang berhak memvonis hanya Allah saja…
Ikhwani wa akhwati rahimakumullah, ketika kita menginginkan sesuatu itu, kita perlu memikirkan dampak seperti buku-buku yang ditulis dengan kata-kata yang kasar. Mereka-mereka para ulama itu punya pengikut. Kalau pengikut merekanggak terima, nulis kitab juga akhirnya, apa yang akan terjadi? Kacau muslimin, yang jadi korban siapa? Yang jadi korban adalah kaum muslimin sendiri!![39] Tapi alhamdulillah, mereka-mereka, pengikutnya itu mungkin lebih berakal ya, sehingga gak mau jawab ya? Mungkin dengan bahasa-bahasa yang lebih sopan seperti buku “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, saya seneng karena bahasanya sopan[40]…
Ikhwah wa akhwati rahimakumullah, sesungguhnya materi saya ini cukup panjang ya? Saya membawakan hadits-hadits kemudian juga ayat-ayat tentang akhlaqul karimah, tentang bahayanya ghibah, apalagi tentang bahayanya kita mencacat para ulama. Katakanlah misalnya ustadz Luqman ini mencacat para ulama seperti itu, kita jangan niru dia.[41] Jangan kesalahan dibantah dengan kesalahan, cukuplah mereka salah dan kita nggak usah ngikuti-ikut salah. Karena kalau kita nanti bantah dengan menghujat ulama-ulama juga[42], nanti kita sama dengan dia.
Selanjutnya Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, tentang memvonis orang, menvonis orang itu tidak gampang. Yang berhak memvonis hanya Allah saja…
Ikhwani wa akhwati rahimakumullah, ketika kita menginginkan sesuatu itu, kita perlu memikirkan dampak seperti buku-buku yang ditulis dengan kata-kata yang kasar. Mereka-mereka para ulama itu punya pengikut. Kalau pengikut merekanggak terima, nulis kitab juga akhirnya, apa yang akan terjadi? Kacau muslimin, yang jadi korban siapa? Yang jadi korban adalah kaum muslimin sendiri!![39] Tapi alhamdulillah, mereka-mereka, pengikutnya itu mungkin lebih berakal ya, sehingga gak mau jawab ya? Mungkin dengan bahasa-bahasa yang lebih sopan seperti buku “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, saya seneng karena bahasanya sopan[40]…
Ikhwah wa akhwati rahimakumullah, sesungguhnya materi saya ini cukup panjang ya? Saya membawakan hadits-hadits kemudian juga ayat-ayat tentang akhlaqul karimah, tentang bahayanya ghibah, apalagi tentang bahayanya kita mencacat para ulama. Katakanlah misalnya ustadz Luqman ini mencacat para ulama seperti itu, kita jangan niru dia.[41] Jangan kesalahan dibantah dengan kesalahan, cukuplah mereka salah dan kita nggak usah ngikuti-ikut salah. Karena kalau kita nanti bantah dengan menghujat ulama-ulama juga[42], nanti kita sama dengan dia.
Kita maunya meluruskan, malah kita yang diluruskan. Jadi kita bantah ngikuti yang salah. Ghibah ini tidak gampang, ghibah ini luar biasa, apalagi mengghibah para ulama. Agama Islam ini mengajarkan kita menghormati para ulama[43]. Saya pernah tanya kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah, alhamdulillah saya
belajar di beliau empat tahun. Beliau adalah salah seorang Imam Ahlis
Sunnah wal Jama’ah. Selama saya belajar kepada beliau tidak pernah
menyebut fulan, fulan, fulan, kelompok ini, kelompok itu, nggak ada. Cuma
beliau menjelaskan dengan santun, dengan baik dan semua orang mau
kembali kepada kebaikan dengan cara yang beliau tempuh. Jadi bukan
dengan membikin kacau, membuat diaduk kaum muslimin.[44]
…Ustadz Luqman ini salah, dan kita jangan ngikuti yang salah. Kita luruskan dengan cara yang benar…. Kepada para asatidz, semua ustadz saya harap tidak mengikuti caranya ustadz Luqman ya?[45]…
…Ustadz Luqman ini salah, dan kita jangan ngikuti yang salah. Kita luruskan dengan cara yang benar…. Kepada para asatidz, semua ustadz saya harap tidak mengikuti caranya ustadz Luqman ya?[45]…
Selengkapnya: https://tukpencarialhaq.wordpress.com/2007/03/12/bedah-buku-siapa-teroris-siapa-khawarij-transkip/
Bantahannya pada link: https://tukpencarialhaq.wordpress.com/2007/03/12/bedah-buku-siapa-teroris-siapa-khawarij-bantahan/
Sedikit keterangan tentang pengisi acara di atas
Pembaca yang budiman perlu mengetahui siapakah Halawi Makmun,
sehingga dapat mengetahui dimanakah tempat duduknya. Halawi Makmun
adalah ketua Departemen Penerapan Syariat dari organisasi Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI), pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Abu Ba’asyir
adalah rekan Abdullah Sungkar saat bersama-sama mewarisi pemikiran
Kartosurwiryo DI/TII/NII, sehingga keduanya terpaksa hengkang dari
Indonesia beberapa tahun yang lalu.
Gambar 29. Abubakar Ba’asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri dari tanah air.
(Baca juga makalah: http://tukpencarialhaq.com/2016/01/30/gelora-fitnah-sekjen-gp-anshor-adung-abdurrohman-yang-didustakan-oleh-bukti-dan-kenyataan-bag-4/, http://tukpencarialhaq.com/2016/01/30/gelora-fitnah-sekjen-gp-anshor-adung-abdurrohman-yang-didustakan-oleh-bukti-dan-kenyataan-bag-5/ )
Organisasi MMII ini memiliki sayap
militer yang dinamai Laskar Mujahidin, organisasi yang kerap dikaitkan
dengan kerusuhan di Poso Sulteng dan Maluku. Pimpinan MMI, Abu Bakar
Ba’asyir menurut Surat Keputusan Komite Penanggulangan Krisis (KOMPAK)
Dewan Dakwah Pusat No. 03/SK/KOMPAK/II/200, pernah diangkat menjadi
Pembina KOMPAK Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) cabang Jawa Tengah
dan DIY, bersama K.H Wahyudin (Direktur Pondok Pesantren (Ponpes) Al
Mukmin Ngruki), (menurut situsnya sendiri, sempat aktif di tahun 2003, http://www.megaone.com/kompak/berita/utama.htm)
dan diketuai Aris Munandar, Lc (Buron polisi, warga Boyolali). Imam
Samudra (warga Banten, terkait bom Bali I) sang penulis buku “Aku
Melawan Teroris” yang belakangan dibantah oleh Al Ustadz Luqman Ba’abduh
dalam bukunya “Mereka Adalah Teroris”. Baik Imam, maupun Abu Bakar
kita tahu sama-sama dalam jaringan Ngruki, serta sama-sama mendapatkan
perhatian Tim Pengacara Muslim (TPM). Pembaca juga mengetahui – secara
tidak langsung – adanya buku “Siapa Khawarij?Siapa Teroris?” karya Abduh
Zulfidar Akaha, yang membantah – bantahan dari buku Imam Samudra-
menunjukkan yang bersangkutan membela pemikiran Imam Samudra dkk.
Disinilah letak keunikan DDII yang juga turut memfasilitasi acara bedah
buku terbitan Pustaka Al Kautsar karya Abduh ZA, DDII tampak punya
kepentingan terkait ulah jaringan Ngruki (Imam Samudra, Abu Bakar
Baasyir cs) yang didukung langsung oleh pembesar MMI (Halawi Makmun,
Fauzan Al-Anshari). Sementara kita tahu, rekan-rekan Abdullah Shalih Al
Hadrami (pembicara dalam bedah buku di Malang) yakni Yazid Abdul Qadir
Jawwas, Abdul Hakim Abdat, Abu Qatadah juga mendapat tempat di masjid
DDII. Ada apakah gerangan?
Abdullah Shalih Al-Hadrami adalah
penulis di majalah As Sunnah yang dikelola oleh Ahmas Faiz dkk, salah
satu artikelnya di muat di majalah As Sunnah berjudul Empat Racun Hati
yang menyoroti salah satu racun hati adalah banyak bergaul dengan sembarang orang,
yakni di majalah As-Sunnah 09/VII/1421H hal 24 – 25. Paradoks memang,
dimanakah kecemburuan Abdullah sehingga bisa berdampingan dengan Abduh
Z.A dan Halawi Makmun yang mencaci-maki salafiyyin dan ulamanya ? Apakah
kehadirannya ini bertujuan untuk meluruskan dan membantah berbagai
syubhat dan tuduhan yang dilontarkan oleh Abduh dan Halawi? Simak
transkrip acara bedah buku ini. Abdullah juga salah satu dai yang
direkomendasikan oleh LBI Al Atsary dalam postingnya ke 454 judul
PENGAJIAN AKBAR NASIONAL: Islam Rohmatan Lil ‘Alamin, juga
direkomendasikan komunitas mereka di mailing listnya assunnah@yahoogroups.com pada
pesan ke 10406, serta komunitas yang menamakan dirinya ‘Forsitek
Unibraw’ dalam informasi Kajian Rutin di Kota Malang. Abdullah juga
termasuk pembicara pada acara Pengajian Akbar Nasional “Indahnya Islam”
bersama Abdul Hakim bin Amir Abdat, Agus Hasan Bashori Lc., M. Ag, pada
tanggal 13/07/2006, sebagai penceramah yang mengusung judul “Pelecehan Terhadap Islam”.
Cukuplah nama-nama di atas menunjukkan dimanakah “tempat duduknya”.
Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama Forsitek (Forum Studi Islam
Teknik Elektro), Fortelis PWK (Forum Telaah Islam Perencanaan Wilayah
Kota), Lembaga Bina Masyarakat (LBM) Malang serta Perpustakaan Masjid
Raden Patah Unibraw. Sungguh sangat menyedihkan bahwa da’i yang
menyerukan kepada umat agar menjauhi Empat Racun Hati ternyata
di acara ini dia sendiri ‘meminum’ salah satu racun hati yang dia
soroti ! Dan yang lebih menyayat hati, da’i ini juga berhasil
merealisasikan apa yang telah diajarkannya dalam acara Nasional
bertajuk Pelecehan Terhadap Islam!!
pada 06.02.2016