Hukum Thaharoh dan Air

Pelajaran Pertama: Tentang Thoharoh

 PEMBUKAAN
 Insya Allah mulai hari ini, setiap hari selasa kita akan bersama-sama mempelajari permasalahan fikih. Kita akan memulainya dari pembahasan thoharoh (bersuci) dan seterusnya.
Panduan dasar pelajaran fikih ini adalah kitab Al-Fiqhu Al-Muyassar fi Dhouil Kitab was Sunnah yang ditulis oleh sekumpulan Ulama dan diberi pengantar oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhahullah. Tidak menutup kemungkinan ada faedah-faedah dari sumber lain yang akan disisipkan di sela-sela pembahasan.

 Sebagaimana tekad kami sejak awal, kami tidak akan berpanjang lebar di dalam menjelaskan suatu permasalahan. Lebih baik singkat tetapi dimengerti daripada panjang lebar yang membuat pembaca menjadi bosan.

✅ Agar faedah-faedah ini tidak berlalu begitu saja, ada baiknya anda mengabadikannya ke dalam buku catatan anda.

 FIKIH THOHAROH (1)

Pembahasan tentang thoharoh atau bersuci terdiri dari sepuluh bab, dan setiap bab mencakup beberapa permasalahan.

1⃣ Bab Pertama: Tentang Hukum Thoharoh dan Air
▶️ Pada bab ini ada enam permasalahan yang akan dibahas:

 Permasalahan Pertama: Pentingnya bersuci dan pembagiannya.
⚪️ Pentingnya bersuci bisa diketahui dari beberapa hal berikut ini:
▫️ Bersuci adalah kunci pembuka shalat.
▫️ Bersuci merupakan syarat shalat yang paling ditekankan.
▫️ Bersuci harus ada sebelum ibadah itu dikerjakan.

⚪️ Bersuci terbagi menjadi dua jenis, yaitu Bersuci secara maknawiyah dan bersuci secara hissiyah.
▫️ Bersuci secara maknawiyyah adalah membersihkan hati dari kesyirikan, kemaksiatan, dan semua partikel yang mengotorinya. Adapun bersuci secara hissiyah adalah membersihkan badan dari hadas, kotoran, dan najis.

 Permasalahan Kedua: Defenisi thoharoh
⚪️ Makna ath-thoharoh Secara Bahasa adalah bersih dari kotoran. Sedangkan Secara istilah, mengangkat hadas dan menghilangkan khobats (seperti najis, dll)

 Permasalahan Ketiga: Air yang Digunakan untuk Bersuci
⚪️ Bersuci membutuhkan sesuatu yang bisa mengangkat hadas dan menghilangkan kotoran, sesuatu tersebut adalah air. Air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah air yang bersifat thohur, yaitu dzat airnya suci dan bisa menyucikan benda lainnya. Air suci bisa berasal dari mana saja, baik air hujan, salju, sungai, mata air, sumur, atau air laut. Selama air tesebut masih tetap seperti aslinya maka ia bisa digunakan untuk bersuci.

Allah berfirman di dalam Al-Qur’an,
(وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا) [الفرقان: 48]
“Dan kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al-Furqan:48)

⚪️ Tidak boleh bersuci dengan air yang telah berubah dari sifat aslinya disebabkan tercampur dengan benda lainnya. Seperti air kopi, air cuka, air sirup, dan yang lainnya.
Seandainya tidak dijumpai selain air cuka. Maka bersucinya dengan cara tayammum, tidak dengan air cuka tersebut.

 Permasalahan Ketiga: Air yang Tercampur Benda Najis
⚪️ Air suci yang terkontaminasi benda najis sehingga mengubah salah satu dari tiga sifatnya, yaitu aromanya, rasanya, atau warnanya. Maka air itu menjadi najis dengan kesepakatan Ulama, sehingga  tidak boleh digunakan untuk bersuci.

⚪️ Akan tetapi jika air yang tercampuri benda najis tersebut tidak berubah salah satu sifatnya, maka air tersebut tetap suci dan bisa digunakan untuk bersuci.

 Permasalahan Keempat: Air yang Bercampur dengan Benda Suci
⚪️ Air yang bercambur dengan benda suci seperti dedaunan, sabun, atau yang lainnya. Jika perubahan airnya tidak terlalu parah, maka air tersebut bisa digunakan untuk thoharoh.

 Permasalahan Kelima: Hukum Air Musta’mal
⚪️ Air musta’mala adalah air yang sudah digunakan, contohnya air yang jatuh dari anggota wudhu’ orang yang berwudhu’ atau orang yang mandi. Menurut pendapat yang shahih, selama tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya maka air tersebut tetap suci.

 Permasalahan Keenam: Air Bekas Manusia dan Binatang Ternak
⚪️ Seperti air yang tersisa di dalam cangkir atau bejana setelah diminum. Jika yang meminumnya adalah manusia baik laki-laki atau wanita, maka air tersebut adalah suci. Bahkan wanita yang sedang haid atau nifas sekali pun.

⚪️ Demikian pula air bekas diminum binatang yang halal dimakan dagingnya, seperti kambing, sapi, ayam, dan lainnya. Para ulama sepakat bahwa air tersebut adalah suci.

⚪️ Dan juga binatang yang diharamkan dagingnya seperti binatang buas, keledai, dan selainnya. Maka airnya tetap suci jika tidak berubah salah satu dari tiga sifatnya.

✖️ Sedangkan air sisa jilatan anjing dan babi adalah najis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Bentuk sucinya bejana kalian jika dijilat oleh seekor anjing adalah dengan dicuci sebanyak tujuh kali dan cucian pertama dicampur dengan tanah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

▪️ Tentang babi Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an,
فَإِنَّهُ رِجْسٌ) [الأنعام: 145]
“Sesungguhnya itu adalah najis.” (QS. Al-An’am:145)

〰➰〰

 Demikianlah enam permasalahan terkait permasalahan Ath-Thoharoh. Insya Allah pada pembahasan berikutnya kita akan memasuki Bab Tentang Bejana.

 Diharapkan tidak membiarkan faedah-faedah seperti ini berlalu begitu saja.

〰〰〰
 Sebarkan Artikel ini kpd org yg anda cintai smg menjadi amal jariyah.
 Warisan Salaf menyajikan artikel dan Fatawa Ulama’ Ahlussunnah wal Jama’ah
 Ikuti Channel kami di telegram https://bit.ly/warisansalaf
 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Pada 09.03.2016

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi