Bolehnya Memutus Puasa Sunnah

✅ PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM
—----------------—

✳️ HADITS KEDELAPAN

(Bolehnya Memutus Puasa Sunnah)

▶️ Dari (Ummul Mukminin) ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, beliau pernah berkata:

دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: « هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ?» قُلْنَا: لَا. قَالَ: «فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ » ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ: «أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا» فَأَكَلَ.

“Pada suatu hari, Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungiku, lantas mengatakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan)?”

“Tidak” , Jawab Kami.

“Kalau begitu saya puasa.”, Kata beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam.

☑️ Di lain hari beliau kembali mendatangi kami. Maka kami katakan kepada beliau:
“Ada ‘makanan Haisah Tamer’ yang diberikan kepada kita”

Beliau mengatakan: “Bawa sini, Sebenarnya dari pagi tadi aku sedang berpuasa.” , Kemudian beliau pun memakannya.
〰〰〰
(*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari gandum, kurma, dan minyak samin.

✳️ TAKHRIJ HADITS

 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan, Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (nomor (1154)-169; & (1154)-170).

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Khomsah; Ahmad no.24220, 25731; Abu Dawud no.2455; At-Tirmidzi no.733, 734; An-Nasa`i no.2322 s/d 2328, 2330; Ibnu Majah no.1701, dan selain mereka.

✳️ PENJELASAN HADITS

Di dalam hadits ini, Ummul Mukminin ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha menyebutkan, bahwa pada suatu hari Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungi dirinya, Kebetulan saat itu tidak ada sesuatu apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal perut.
Hingga akhirnya beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam memutuskan untuk berpuasa; dalam keadaan belum makan dan minum sejak shubuh tadi.
Pada kesempatan yang lain di hari yang lain; Keadaan berbalik 180 derajat. Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam kembali mengunjungi ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha dalam keadaan berpuasa. Sejenis makanan yang disebut Haisah Tamer (*) telah siap disajikan; "Hadiah dari seseorang", katanya.
Ringkas cerita, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam meminta tolong kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha untuk menghidangkannya. Setelah makanan terhidang; beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam membatalkan puasa dan menyantap hidangan tersebut.

▶️ (*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari tepung gandum, kurma, dan minyak samin.
Lain daerah lain resepnya, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menjelaskan, Resep tadi bisa kita dapatkan di daerah perkotaan. Adapun di daerah pedalaman padang pasir sana; Orang-orang badui mengganti bahan tepung gandum dengan susu yang dikeringkan (الأقط).
Ternyata Resep ini adalah resep leluhur yang turun temurun hingga zaman kita sekarang ini.  (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/187)

......
〰〰〰

✳️ FAEDAH HADITS

1.Kesederhanaan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dalam kehidupan rumah tangga. Sampai-sampai beliau tidak mendapatkan makanan untuk mengganjal perutnya. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/188)

2.Penetapan niat puasa sunnah boleh dilakukan ketika hari sudah terang. Dengan syarat belum melakukan pembatal puasa.  (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/188-189 & Asy-Syarhul Mumthi’; 6/358)

Penetapan niat tersebut boleh dilakukan sebelum zawal (*) atau sesudahnya . Berdasarkan pendapat yang dipilih Abdullah bin Mas’ud dan Sa’id Ibnul-Musayyib. (Lihat Al-Mughni; 3/114; Asy-Syarhul Mumthi’; 6/361 & Majmu’ Rosail Ibn ‘Utsaimin; 20/126)

(*) Zawal adalah kondisi dimana posisi matahari bergeser dari tengah-tengah langit (ke barat). (Al-Qomush Al-Muhith; hal.1011)

3.Diperbolehkannya menerima hadiah berupa makanan. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/189)

4.Dari hadits ini kita tahu, bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam diperbolehkan untuk memakan hadiah. Adapun shodaqoh diharamkan bagi Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/190)

5.Bolehnya memutus (atau membatalkan) puasa Sunnah.  Para Ulama` menjelaskan; tidak diperkenankan untuk memutus puasa Sunnah kecuali jika ada hajat (kebutuhan) atau keperluan (kepentingan).

Hajat (kebutuhan); Misalnya, Kesulitan untuk menyempurnakan puasa karena haus dan kelaparan, atau yang semisalnya.

 Keperluan (atau kepentingan); Misalnya, Untuk menyenangkan hati sahabat karibnya; ketika dijamu dengan makanan.

⏳ Dan di dalam hadits ini mengandung dua kemungkinan tersebut. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/190)

6.Yang Afdhol (atau lebih utama) adalah tetap melanjutkan puasa Sunnahnya, kecuali jika ada hajat (kebutuhan) atau keperluan (kepentingan). (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/190)

7.Diperbolehkan bagi seseorang untuk menceritakan amal sholehnya, walaupun mampu untuk merahasiakannya.

Dengan mempertimbangkan maslahat (atau manfaat); seperti seseorang yang dijadikan panutan, dan semisalnya.

☑️ Faedah ini diambil dari ucapan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (yang artinya); “Sebenarnya, pagi ini aku berpuasa.”

Padahal, bisa saja beliau memakan ‘Haisah Tamer’ tanpa memberitahukannya kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha kalau dirinya tengah berpuasa. (Selengkapnya lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/190)

Wallahu A’lam Bisshowaab

Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.

〰〰➰〰〰
 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
04/06/2016
05/06/2016
07/06/2016

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi