Belajar Bersemangat Dari Malinau

RENUNGAN UNTUK IKHWAN LENDAH
(Edisi 49)

Belajar Bersemangat Dari Malinau

Menurut sensus tahun 2010, Kabupaten Malinau berpenduduk 64.423 jiwa. Jika dibandingkan dengan wilayahnya yang memiliki luas 39.799,90 km2, maka pada tiap km2, daerah Malinau dihuni 1,57 jiwa. Cukup sepi dan lengang memang. Rumah-rumah jauh dari kata “padat” jika dibandingkan dengan Kulonprogo misalnya, apalagi wilayah lain yang lebih padat.

Suku Tidung menjadi penduduk asli daerah Malinau. Meskipun secara sejarah termasuk dalam rumpun suku Dayak, namun dalam praktek keseharian, mereka lebih sering disebut sebagai suku Tidung. Apabila suku Dayak lebih identik beragama nasrani, maka suku Tidung disebut sebagai suku muslim.

Menurut agama yang dianut, nasrani menjadi agama mayoritas. Saya yang sempat diajak berkeliling di seputar ibukota Malinau dan beberapa daerah di sekitarnya, menyaksikan sendiri betapa gereja-gereja nampak berjejer berdiri. Beberapa pemakaman pun, di gerbangnya tertulis “Taman Pemakaman Umum Nasrani”. Di sepanjang jalan, anjing-anjing dan babi berkeliaran dengan bebas.

Di Malinau, terkhusus di daerah-daerah pedalaman dan perbatasan, mempunyai daya tarik tersendiri bagi kaum missionaris internasional. Bukanlah satu hal yang asing bagi mereka yang menetap di Malinau, untuk menyaksikan kaum missionaris tersebut men-carter pesawat-pesawat berbadan kecil untuk menjangkau daerah-daerah terpencil. Cukup dengan mendirikan bangunan untuk memberikan fasilitas pendidikan gratis, masyarakat telah berbondong-bondong masuk agama nasrani. Menyedihkan!

Walaupun demikian, menurut ikhwan-ikhwan yang mengiringi, jumlah kaum muallaf pun tidak sedikit. Di sini ada ruang yang kosong. Ruang yang hanya bisa terisi oleh dakwah Salafiyyah. Kaum muallaf di sana belum memperoleh perhatian yang cukup. Oleh sebagian kalangan, kaum muallaf malah disalahgunakan untuk kepentingan politik demi meraih suara dalam pilkada maupun pileg.

Saya sempat mengajak ikhwan-ikhwan untuk mengunjungi seorang muallaf. Kondisinya sangat memprihatinkan. Tua renta dan hanya tersisi tulang berbalutkan kulit. Nenek itu hidup menyendiri di pinggiran desa mengarah ke hutan. Rumah yang ia tempati sangat jauh dari kata layak. Perabot dan perkakas rumahnya sangat terbatas. Ia sudah tidak bisa bekerja. Anaknya malah murtad dan selalu membujuk nenek itu untuk masuk ke agama nasrani kembali.

“Tetap sabar, Ibu. Tetaplah sabar di atas keislaman”, saya meninggalkan pesan singkat itu kepada nenek tersebut. Sambil seorang ikhwan yang menemani menyerahkan satu lembar uang seratus ribuan. Dengan suara yang masih kuat dan logat bahasa yang kental dengan kedaerahan, nenek itu menjawab : ”Saya akan tetap di Islam sampai mati!”. Semoga Allah mewafatkan beliau dan kita semua di atas keislaman.

Sepulang dari rumah nenek tersebut, saya berpikir lebih dalam. Sebenarnya bukan kehidupan muallaf yang menyedihkan, yang menjadi fokus perhatian kita. Namun, siapakah yang akan membimbing dan mengarahkan mereka untuk beribadah secara benar. Siapakah yang mengajarkan tauhid kepada mereka? Siapakah yang mengajarkan tata cara bersuci dan sholat kepada mereka? Siapakah pula yang akan mengajarkan baca tulis Al Qur'an untuk mereka?

Jika Anda tidak merasa terusik dengan pertanyaan-pertanyaan saya di atas. Bila Anda merasa bahwa hal itu bukan tugas Anda. Mohon maaf, kalau saya harus mengatakan bahwa kecintaan Anda kepada Islam masih harus dibenahi lagi. Mohon maaf!

00000_____00000

Cobalah untuk berusaha membangkitkan ghirah (kecemburuan) Anda pada Islam! Menyaksikan kondisi faktual umat Islam, seharusnya mendorong Anda untuk belajar Islam lebih dalam dan lebih serius. Jika Anda benar-benar cinta kepada Islam, tolong buktikan dengan bersama-sama kita menjaga semangat untuk mempelajari Al Qur'an dan As Sunnah. Ramaikan dan makmurkan majelis-majelis ilmu yang telah Allah dekatkan dengan Anda.

Malinau yang berada di bagian utara negeri ini, berbatasan langsung dengan negara Malaysia, telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu daerah yang masuk dalam kategori “darurat narkoba”. Malinau menjadi pintu keluar masuk peredaran narkoba di Indonesia. Wilayah hutan dan laut yang begitu luas, menjadi potensi besar bagi para pengedar dan pemasok narkoba dalam melakukan tindak kejahatannya.

Hal di atas diungkapkan oleh Kapolres Malinau, AKBP Wiwin Firta YAP SIK yang berkenan untuk menyampaikan sambutan secara langsung dalam kegiatan Tabligh Akbar di masjid Al Jihad, Malinau. Beliau lantas memaparkan peningkatan kasus narkoba dari tahun ke tahun. Untuk tahun ini saja, sejak Januari sampai Oktober telah diungkap kasus narkoba sebanyak 130 lebih.

Bukan hanya narkoba! Wakil Bupati Malinau, Taufan Amrullah Spd Msi menyatakan, ”Komunisme merupakan bahaya laten. Ia tetap hidup. Rapi dan teratur”. Benar! Berdasarkan data di Kesbangpol Kabupaten Malinau, PKI mempunyai sejarah tersendiri di Kabupaten Malinau. Oleh sebab itu, saudara-saudara kita menyelenggarakan Tabligh Akbar dengan mengambil judul “Membentengi Anak Bangsa Dari Paham Komunisme dan Radikalisme, Dengan Syariat Islam."

Kegiatan tersebut disambut dengan hangat oleh masyarakat setempat. Sejumlah pejabat daerah ikut menghadiri, diantaranya Wakil Bupati, Kapolres, Kementrian Agama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Di sebelah selatan bagian dalam masjid, duduk bershaf dengan rapi, satu pleton anggota Yonif 614/Raja Pandita. Danki D Yonif 614, Bapak Muslim yang memimpin sempat berseloroh : ”Mohon maaf hanya membawa satu truk saja. Kalau lebih, takutnya masjid ini menjadi penuh dengan anggota TNI."

00000_____00000

Sambil menunggu speedboat yang akan membawa kami kembali ke kota Tarakan, saya sempatkan untuk mengambil gambar speedboat dengan berlatar belakang derasnya air sungai Malinau. Gambar itu lantas saya kirimkan ke grup Keluarga Besar Lendah, disertai sebuah pesan :

“Satu pelajaran penting dari Malinau yang mesti kita renungkan. Seorang ikhwan yang ikut hadir, berasal dari Nunukan, ujung paling utara Indonesia dan berbatasan langsung dengan Malaysia. Beliau rela menempuh perjalanan jauh untuk menghadiri taklim. Tidak ada taklim di Nunukan. Terdekat adalah Malinau yang jaraknya ratusan kilometer. Semoga Allah menguatkan beliau, yaitu Abu Naufal (Pak Amir) di dalam thalabul ilmi. Walaupun jauh di Nunukan, hatinya ada di majelis ilmu." (Pelabuhan Speedboat, Malinau).

Selain itu, saya juga menulis untuk saudara-saudara saya di Lendah :

“Speedboat yang akan mengantarkan kami kembali ke Tarakan. Hampir tiga jam menyusuri sungai, teluk dan laut. Alhamdulillah, dakwah Salafiyyah menembus batas-batas yang tak terbayangkan. Mereka menunggu kedatangan Panjenengan semua dalam rangka berdakwah. Baarakallahu fiikum.”

Saudaramu di jalan Allah
Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

Sehari setelah dari perjalanan Tarakan-Malinau

______________________________________
Channel Telegram @kajianislamlendah
================================
[ 06/10/2016 ]

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi