Rincian Pembatal Puasa Yang Diperselisihkan

مجموعــة طريق السلف:
Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 18)
Bab 8: Pembatal-Pembatal Puasa
Rincian Pembatal Puasa Yang Diperselisihkan
1: Muntah Dengan Sengaja.
Ulama berselisih dalam hal ini:
➡Pendapat pertama, muntah dengan sengaja membatalkan puasa. Ini disebutkan oleh penulis (as-Sa’di), dan ini adalah pendapat jumhur ulama dan Ibnu Hazm. Pendapat ini dipilih Ibnu Taimiyah, ash-Shan’ani, asy-Syaukani, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin.
“Barangsiapa terpaksa muntah, ia tidak berkewajipan melakukan qadha puasa. Barangsiapa muntah dengan sengaja, hendaklah ia melakukan qadha puasa.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainya. Hadits ini diperselisihkan oleh ulama tentang kesahihannya)
➡Pendapat kedua, muntah dengan sengaja tidak membatalkan puasa selama tidak ada dari muntahan tersebut yang ditelan kembali secara sengaja. Adapun jika ada dari muntahan itu yang ditelan kembali secara sengaja, ini ertinya ia telah memakan sesuatu yang membatalkan puasa. Ini pendapat Ibnu Mas’ud, ‘Ikrimah, Rabi’ah ar-Ra’yi dan ulama lainnya.
Adapun muntah dengan tidak sengaja, tidak membatalkan puasa tanpa diragukan lagi.
2: Berbekam
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama apakah berbekam membatalkan puasa atau tidak:
➡Pendapat pertama, orang yang membekam dan yang dibekam keduanya batal puasanya. Berdasarkan dalil:
“Orang yang membekam dan orang yang dibekam batal puasanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah. Disahihkan oleh al-Albani dan al-Wadi’i)
Yang menjadi illat (sebab) sehingga berbekam dianggap sebagai pembatal puasa diperselisihkan oleh ulama:
▫Sebahagian berpendapat berbekam sebagai pembatal puasa adalah kerana perkara ibadah mahdhah (ibadah murni), iaitu semata-mata merupakan ketentuan ibadah yang tidak diketahui illatnya (sebabnya). Jadi orang yang membekam pun tetap batal puasanya meskipun menggunakan alat khusus tanpa bantuan mulut dalam menyedut darah kotor dari tubuh pesakit.
▫Ibnu Taimiyah dan Ibnu Utsaimin berpendapat ini bukan perkara ibadah mahdhah, melainkan perkara yang diketahui illatnya. Sebab batalnya puasa orang dibekam adalah kerana darahnya telah disedut yang mengakibat badannya lemah. Adapun illat batalnya puasa orang yang membekam adalah kerana biasanya ia menyedut darah bekam dengan mulutnya melalui tabung bekam sehingga darah itu boleh jadi tertelan tanpa disedari.
➡Pendapat kedua, berbekam tidak membatalkan puasa. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, seperti al-Imam Abu Hanifah, Malik, dan asy-Syafi’i. Pendapat ini dipilih oleh asy-Syaukani dan al-Albani. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan lafaz:
“Nabi pernah berbekam dalam keadaan berihram (ketika berhaji) dan baginda pernah berbekam dalam keadaan berpuasa.”
Dan juga hadits Anas, ia berkata, “Awal mula diharamkannya berbekam bagi yang berpuasa adalah (peristiwa) Ja’far bin Abi Thalib berbekam dalam keadaan berpuasa, lalu Nabi melewatinya dan berkata, ‘Puasa kedua orang ini telah batal.’ Selanjutnya Nabi memberikan keringanan setelah itu untuk berbekam bagi orang yang berpuasa. Adalah Anas pernah berbekam dalam keadaan berpuasa.” (HR ad-Daraquthni dan al-Baihaqi, ad-Daraquthni mengatakan “seluruh periwayatannya berderajat tsiqah (terpercaya) dan aku tidak mengetahui ada ‘illah (cacat) pada hadits ini.” Hal ini dipersetujui oleh al-Baihaqi dan al-Albani)
Akan tetapi, ulama dengan pendapat ini, berbeza pandangan pula dalam penetapan hukumnya:
▫Ada yang menyatakan bahawa berbekam hukumnya makruh, berdasarkan gabungan hadits-hadits yang ada. Ini adalah pendapat al-Imam Malik dan asy-Syafi’i.
▫Ada pula yang menyatakan bahawa berbekam dibolehkan dan tidak makruh, kerana hadits tentang batalnya puasa orang yang membekam dan yang dibekam mansukh (telah dihapus hukumnya). Ini adalah pendapat al-Imam Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan al-Albani.
▫Al-Imam asy-Syaukani merinci masalah ini dengan berkata, “Hadits-hadits yang ada dipadukan maknanya bahawa berbekam hukumnya makruh bagi orang yang akan melemah kerananya, dan semakin bertambah makruh jika keadaan lemah akibat berbekam menjadi sebab batalnya puasa. Adapun bagi orang yang tidak menjadi lemah kerananya, hukumnya tidak makruh. Walaupun begitu, menghindari berbekam bagi orang yang berpuasa adalah lebih baik.”
✅ Kesimpulannya, yang benar adalah pendapat yang menyatakan berbekam tidak membatalkan puasa, kerana hukumnya sebagai pembatal puasa telah mansukh (dihapus). Meskipun demikian, pendapat yang menyatakan makruh untuk berbekam bagi orang yang akan melemah kerananya, memiliki sisi pandangan yang benar. Terlebih lagi jika keadaan lemah akibat berbekam sampai pada tahap menjadi sebab batalnya puasa. Oleh itu, rincian dari al-Imam asy-Syaukani lebih memuaskan. Wallahu’alam.
(Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa’di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)
II مجموعة طريق السلف II
www.thoriqussalaf.com
http://telegram.me/thoriqussalaf
17/05/2017 & 18/05/2017

Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi