Keutamaan Ilmu Syar'i dan Keharusan Adanya Sebelum Ucapan dan Amalan

Keutamaan Ilmu dan Keharusan Adanya Sebelum Ucapan dan Amalan

Suatu ketika, Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah ditanya tentang keutamaan ilmu. Beliau menjawab, “Tidakkah engkau mendengar firman Allah ketika Dia memulai perintah-Nya dengan ilmu? Dia berfirman,
“…maka ketahuilah bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan mohonlah ampun akan dosamu.”(Muhammad: 19)

Dia memerintahkan beramal setelah memerintahkan berilmu.” (Disebutkan oleh al-‘Aini dalam Umdatul Qari)

Sisi pendalilan ayat tersebut sangat jelas. Allah subhanahu wa ta’ala memerintah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dua hal: ilmuilah (ketahuilah) dan mohonlah ampun. Perintah pertama agar berilmu dan perintah kedua agar beramal, yaitu istigfar. Didahulukannya perintah berilmu sebelum perintah beramal dalam ayat tersebut menunjukkan keutamaan ilmu sekaligus kewajiban berilmu sebelum beramal. Istigfar sendiri mengandung ucapan dan amalan.

Oleh karena itu, di dalam Shahih-nya, al-Imam al-Bukhari rahimahullah menyebutkan satu bab yang beliau beri judul“Bab al-‘ilmu qabla al-qaul wa al-‘amal” (Bab ilmu itu sebelum ucapan dan amalan). Kemudian, beliau berdalil dengan ayat ke-19 surat Muhammad tersebut.

Mengomentari ucapan al-Bukhari rahimahullah “Bab al-‘ilmu qabla al-qaul wa al-‘amal” ini, Ibnul Munayyir rahimahullah ,salah seorang ulama Mesir yang hidup pada abad ke-7 Hijriah, berkata, “Maksud beliau, ilmu itu syarat sahnya ucapan dan amalan. Ucapan dan amalan tidaklah teranggap kecuali dengan ilmu. Maka dari itu, ilmu didahulukan daripada keduanya.”

Ibnul Munayyir rahimahullah juga mengatakan bahwa ilmu itu akan memperbaiki keadaan niat seseorang. Ucapan dan amalan tidak akan baik kecuali apabila niat telah baik.

Dari ayat tersebut juga diketahui bahwa masalah tauhid wajib dimengerti oleh setiap orang dan tidak diperkenankan padanya taklid. Dalam masalah ini, asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu asy-Syaikh hafizhahullah menjelaskan, “Seorang mukmin teranggap tidak bertaklid dan berdalil dengan benar tentang masalah-masalah yang diketahui dan diyakininya ini apabila dia mengetahui dalil masalah tersebut sekali dalam seumur hidup, kemudian meyakini apa yang ditunjukkan oleh dalil tersebut. Kalau dia bisa istiqamah di atas keyakinannya itu sampai dijemput oleh ajal, dia mati di atas keimanan. Tidak disyaratkan dia senantiasa mampu menyebutkan dalil dan sisi pendalilannya. Jadi, terkait dengan pengetahuan seorang hamba tentang kebenaran dalam menjawab ketiga masalah ini, dia wajib mendasarkannya pada dalil dan sisi pendalilannya walau sekali dalam seumur hidupnya.” (Syarh al-Ushul ats-Tsalatsah oleh asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu asy-Syaikh)

Dari sini, mari kita introspeksi diri. Sudahkah amalan kita—syahadat, shalat, puasa, adab, akhlak, muamalah, dst.—didasari oleh ilmu?

Oleh : Al-Ustadz Syafi’i
Sumber https://qonitah.com/ilmu-sebelum-berucap-dan-beramal/
Pada 08.11.2014


Postingan terkait:

Tidak ada tanggapan

Posting Komentar

Ketentuan mengisi komentar
- Pilihlah "BERI KOMENTAR SEBAGAI:" dengan isian "ANONYMOUS/ANONIM". Identitas bisa dicantumkan dalam isian komentar berupa NAMA dan DAERAH ASAL
- Setiap komentar akan dimoderasi